Ruang perkantoran di Jakarta masih banyak yang kosong alias diisi 'hantu'. Diperkirakan masih ada sekitar 2,43 juta meter persegi (m2) ruang perkantoran yang belum terisi di Jakarta.
Dalam laporan Colliers berjudul Market Insights Colliers' Perspective on the Property Market Conditions in Jakarta Post-IKN Transition, hingga saat ini penyerapan ruang kosong kantor di Jakarta terbilang cukup rendah. Secara historis, rata-rata penyerapan ruang kantor di Jakarta dalam kondisi normal (tahun 2012-2019) sekitar 327.235 m2 per tahun. Namun, sejak pandemi COVID-19 pada tahun 2020 hingga kuartal II 2024, rata-rata penyerapan tahunannya negatif yaitu -54.244 m2.
Hal itu mengakibatkan butuh waktu yang lama untuk mencapai tingkat hunian ideal bagi operator gedung perkantoran. Pada 2012-2013 merupakan masa keemasan karena tingkat hunian kantor mencapai 97%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, dalam siklus properti, sektor perkantoran masih berada di zona pemulihan bawah. Sebab, masih terbebani dengan kelebihan pasokan ruang kosong dan harga sewa yang tertekan.
Senior Director Office Services Colliers Indonesia, Bagus Adikusumo mengaku semenjak pandemi COVID-19 melanda Indonesia, permintaan ruang kantor secara umum sedang menurun. Hal itu terjadi karena keadaan bisnis secara umum sedang kurang baik ditambah lagi banyak perusahaan yang mengurangi ruang kantor karena memberlakukan sistem kerja secara hybrid.
"Jadi pada 2011-2015 itu waktu itu bisnis perkantoran lagi maju-majunya, permintaan tinggi sekali setahun bisa 400.000 m2 kalau nggak salah, tiba-tiba ada COVID-19 drop banget. Sudah keburu banyak orang yang bangun (perkantoran) sementara permintaan turun sehingga jadilah oversupply," katanya ketika dihubungi detikcom, Jumat (13/12/2024).
Meski demikian, menurutnya saat ini keadaan sudah mulai membaik. Supply ruang kantor untuk 2024 hingga 2026 bisa dikatakan sangat sedikit bahkan hampir tidak ada sebab risiko tidak terisinya sangat besar.
Dengan adanya presiden baru dan target pertumbuhan ekonomi sekitar 8%, kata Bagus, bisa membuat permintaan kantor kembali melejit. Hal itu karena ada korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan naiknya permintaan kantor. Di sisi lain, jika permintaan kantor sudah meningkat, maka tak menutup kemungkinan harga sewa juga ikut terkerek naik.
"Jadi makanya karena 2024-2026 supply-nya dikit sementara kita lihat dengan presiden baru sudah mulai inaugurasi dan kemudian kabinet sudah mulai terbentuk jadi kita perkirakan 2025 permintaan kantor sudah mulai bangkit lagi, karena kabinet sekarang menargetkan growth Indonesia sampai 8% karena sebelumnya kita 5% terus," ujar Bagus.
"Kalau (pertumbuhan ekonomi) sampai 8%, permintaan kantor juga akan melejit juga karena memang korelasinya sangat tinggi antara GDP growth dengan permintaan kantor. Jadi kalau GDP growth-nya 8% permintaan kantor bisa tinggi lagi bisa seperti tahun sebelumnya 2011-2015. Apalagi supply-nya limited di 2024-2026 jadi lama-kelamaan akan ngejar dari oversupply tadi sehingga akan stabil antara supply dan demand," tutupnya.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan Colliers pada Oktober 2024, supply ruang kantor di Jakarta sekitar 10 juta-an m2 dengan 7,38 juta m2 ruang kantor kosong berada di Central Business District (CBD) Jakarta. Sementara total okupansinya sekitar 75% untuk di kawasan CBD maupun non-CBD.
(abr/abr)