Pengembang dan pemerintah tengah mengusahakan pemenuhan rumah bagi masyarakat. Terutama di penghujung masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerapkan program penyediaan 1 juta rumah.
Namun, kuota Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk tahun 2024 mengalami penurunan drastis dari tahun lalu. Kuota yang ditetapkan tahun ini hanya 166.000 unit dan diperkirakan habis bulan Agustus mendatang.
"Kemarin saja itu terealisasi 229 ribu unit. Ini prestasi yang bagus tapi ketika tahun ini itu menurunnya drastis banget, jadi sekarang itu diperkirakan hanya 166 ribu unit," ujar Ketua Umum DPP APERSI Junaidi Abdillah kepada wartawan di sela-sela Rakernas APERSI 2024 di Hotel Pullman Jakarta Central Park, Selasa (23/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Junaidi menilai kuota tersebut tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan rumah tahun ini. Ia menekankan agar ada solusi untuk mengatasi kuota karena industri properti beserta 185 industri pendukung lainnya akan terkena dampaknya.
Sementara itu, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyampaikan realisasi FLPP di tahun 2024 lebih cepat dari tahun sebelumnya. Menurutnya, kuota yang menurun membuat masyarakat segera membeli rumah subsidi sebelum kehabisan.
"FLPP sih bisa dibilang ini lebih cepat dari tahun lalu ya. Dan biasanya gitu, kalau kuotanya turun, orang ngebut (beli rumah subsidi). Mungkin prinsipnya takut nggak kebagian kali. Dugaan kita Agustus itu habis, kalau melihat kecepatannya," kata Nixon.
Ia pun mengaku sedang menemui sejumlah pihak untuk mengusahakan solusi menangani kehabisan kuota rumah subsidi tahun 2024 ini.
Sedangkan, Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana BP Tapera Sid Herdi Kusuma mengatakan Kementerian PUPR sedang berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan untuk penambahan dana FLPP tahun 2024.
"Jadi kalau total kesediaan dananya yang berasal dari APBN itu masih sama seperti yang kita ketahui sebelumnya di awal tahun. Memang ada upaya dari Kementerian PUPR yang sedang melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan untuk melihat kemungkinan penambahan dana FLPP tahun 2024 ini," ucap Sid.
Sebagai pelaksana dan operator investasi dana FLPP, BP Tapera sedang menentukan jumlah kuota FLPP bagi bank penyalur. Upaya tersebut sedang berjalan dan kemungkinan malam ini akan terlihat berapa kuota yang didapat bank penyalur untuk tahun 2024.
Pengembang Harap Beli Rumah Bebas PPN Diperpanjang
Pengembang berharap insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% diperpanjang oleh pemerintah hingga akhir tahun 2024. Hal ini diharapkan dapat membantu masyarakat menengah membeli rumah non subsidi.
Junaidi mengatakan kebijakan tersebut perlu diperpanjang untuk meningkatkan serapan perumahan di kondisi dan situasi ekonomi sekarang ini.
"Kalau lihat situasi kondisi ekonomi sekarang tentunya PPN DTP perlu diperpanjang karena dalam rangka menghidupkan salah satu industri perumahan di perbaikan ekonomi yang sekarang," ujarnya.
Jika PPN DTP 100% tidak diperpanjang, ia menilai serapan perumahan akan berkurang. Padahal, peran pemerintah dibutuhkan untuk mendukung industri perumahan serta industri pendukung lainnya.
"Untuk PPN DTP harusnya ini masyarakat di luar non subsidi. Non subsidi ini kan masyarakat menengah juga (ada) banyak. Nah, masyarakat menengah ini juga butuh subsidi melalui pajak tadi PPN DTP," katanya.
Pengembang Harap PPN Tak Jadi Naik 2025
Pengembang berharap pemerintah tidak jadi menaikkan Pajak Penambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tahun depan. Kebijakan PPN 12 persen dinilai dapat memberatkan banyak pihak.
Junaidi mengatakan kenaikan pajak tersebut akan mempengaruhi serapan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Terlebih, dengan kondisi perekonomian saat ini yang kurang baik.
"Kita melihat situasi dan kondisi maunya PPN DTP tetap jalan dan (pajak) 12 persen jangan sampai dijalankan," ujar Junaidi.
Apabila kenaikan PPN tetap dilakukan, ia menyebut pemerintah harus menciptakan stimulus untuk mendukung serapan KPR. Hal tersebut bisa dengan menerapkan diskon seperti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
"Itu juga harus kita sampaikan ke pemerintah kemungkinan ini kalau namanya 12 persen itu kan memberatkan semua. Nah, tentunya kalau pemerintah pengin ekonomi membaik terkait serapan KPR yang memerlukan PPN DTP yang 12 persen itu harusnya tidak naik," pungkasnya.
Mau tahu berapa cicilan rumah impian kamu? Cek simulasi hitungannya di kalkulator KPR.
Nah kalau mau pindah KPR, cek simulasi hitungannya di kalkulator Take Over KPR.
(dhw/dna)