Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menyampaikan, syarat WNA wajib menjadi peserta Tapera yaitu mereka yang sudah bekerja di Indonesia setidaknya selama 6 bulan. Menurutnya tidak adil jika WNA yang sudah bekerja di Indonesia tapi tidak ikut menjadi peserta Tapera, sementara para pekerja yang memenuhi syarat wajib menjadi peserta.
"Kan ada syaratnya juga itu, yang udah kerja 6 bulan sekurang-kurangnya. Tapi kan mereka melakukan pekerjaan di sini. Menghasilkan di sini, nggak fair dong," ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (31/5/2024).
Namun, jangan khawatir! Bagi WNA yang menjadi peserta Tapera dan sudah berhenti bekerja di Indonesia lalu ingin kembali ke negara asalnya, simpanan Tapera bisa dikembalikan lagi.
"Selama melaporkan bahwa mereka sudah mau meninggalkan Indonesia ya kita balikin (uangnya). Kita bayarkan kembali," paparnya.
Sebagai informasi, Menurut PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, peserta Tapera adalah pekerja dan pekerja mandiri. Pada pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta. Peserta tersebut setidaknya berusia 20 tahun atau sudah menikah saat mendaftar. Akan tetapi, bagi pekerja mandiri yang penghasilannya di bawah upah umum, juga bisa menjadi peserta Tapera.
Adapun yang dimaksud dengan peserta adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing (WNA) pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 bulan yang telah membayar simpanan. Simpanan adalah sejumlah uang yang dibayar secara periodik oleh peserta dan/atau pemberi kerja.
Untuk diketahui, WNA memang bisa membeli properti di Indonesia. Namun, tidak semua hunian bisa dibeli olehnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 18 tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah pasal 186 ayat 1, disebutkan bahwa kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi WNA diberikan batasan untuk rumah tapak:
1. Rumah dengan kategori rumah mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. (1) satu bidang tanah per orang/keluarga
3. Tanahnya paling luas 2.000 m2
Namun, jika memberikan dampak positif terhadap ekonomi dan sosial, maka rumah tapak dapat diberikan lebih dari sebidang tanah atau luasannya lebih dari 2.000 m2 atas seizin menteri. Rinciannya, rumah tapak yang dapat dimiliki WNA berada di atas tanah Hak Pakai di atas Tanah Negara, Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), atau juga bisa di atas Hak Pengelolaan berdasarkan perjanjian pemanfaatan tanah dengan pemegang Hak Pengelolaan.
Sementara itu, untuk rumah susun (rusun) yang bisa dimiliki oleh WNA adalah rusun komersial. Dalam Permen yang sama disebutkan pada pasal 185 bagian b, rusun yang bisa dibeli WNA adalah rusun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan di atas Tanah Negara, Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan, atau Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik.
Pada aturan yang sama pada pasal 187 ayat 2 disebutkan bahwa hunian yang bisa dibeli WNA berupa pembelian rumah/unit baru atau rumah/unit lama dan harga rumah tempat tinggal atau hunian ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Dengan demikian, WNA tidak bisa membeli rumah susun maupun rumah tapak yang diperuntukkan masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
(abr/abr)