Melansir laporan yang sempat dipublikasikan Bloomberg pada tahun 2021 silam, seorang dokter bernama Max Lee menceritakan pengalamannya tinggal di apartemen satu kamar seluas 20,4 meter persegi. Aktivitas di apartemen itu seputar tempat tidur saja dari tidur, menonton TV, hingga belajar.
Menurut Lee, tinggal sendirian di micro apartemen tersebut tidak masalah, namun ketika pasangannya datang akan terasa sangat sempit. Meski terlihat kecil, micro apartemen seperti ini semakin umum di Hong Kong pada masa itu.
Hong Kong memiliki sekitar 8.500 unit micro apartemen yang mewakili 7% dari seluruh konstruksi pada tahun 2019. Kamar single seperti itu berukuran sekitar setengah ukuran hunian yang cukup luas. Unit kecil yang dipasarkan sebagai 'hunian terjangkau' itu hanya cukup untuk tempat tidur, lemari, kamar mandi kecil, dan dapur kecil.
Pasar micro apartemen ini menjamur dengan kondisi Hong Kong yang mempunyai kota-kota terpadat dan hunian termahal di dunia. Kurangnya ketersediaan hunian membuat harga melambung hingga 187% dari 2010 menuju 2019 menurut data pemerintah.
Pada tahun 2021, rata-rata harga hunian melampaui US$1,3 juta setara Rp 20.861.750.000 (kurs Rp16.050) di kota dengan upah minimum US$ 4,82 atau setara Rp 77.349 per jam.
Bahkan, seorang pekerja yang terampil di Hong Kong harus bekerja selama 21 tahun untuk membeli apartemen rata-rata (60 meter persegi) di dekat pusat kota, periode terpanjang di dunia, menurut laporan tahun 2019 dari UBS.
Akibatnya, penghuni micro apartemen harus hidup secara minimalis supaya harta benda mereka bisa muat di ruang sempit. Selain itu, hunian yang terlalu sempit juga mempengaruhi kondisi mental penghuni karena kurang ventilasi dan paparan sinar matahari.
Regulasi Pembangunan Apartemen
Lebih dari itu, fenomena ini bisa muncul dipicu oleh perubahan regulasi terkait pembangunan apartemen.
Tren ini dimulai pada tahun 2015 setelah pemerintah melonggarkan peraturan yang mewajibkan pencahayaan dan ventilasi alami untuk hunian.
Pengembang properti merespons permintaan hunian yang lebih terjangkau dengan semakin membuat denah lantai yang lebih kecil. Pengembang mulai membangun unit-unit sempit dan berdampingan yang menghadap satu lorong dengan dapur kecil di dekat pintu.
Topografi Hong Kong
Topografi Hong Kong juga mendorong kecenderungan unit apartemen kecil. Lanskap pegunungan di Hong Kong tidak cocok untuk pembangunan dan 75% wilayahnya merupakan ruang hijau atau bentang alam, yang mana sebagian besar berupa taman pedesaan yang dilindungi. Alhasil, hunian di perkotaan menjadi semakin padat seiring dengan pertumbuhan penduduk.
Kesenjangan Ekonomi
Selain harga hunian yang fantastis, fenomena micro apartemen dipengaruhi oleh kesenjangan ekonomi yang lebar, konsentrasi ekonomi yang semakin dalam, dan mayoritas warga kehilangan haknya harus berjuang dalam kondisi perumahan yang sangat mahal dan mahal.
Adapun lingkungan ekonomi yang buruk telah mengurangi peluang bisnis dan lapangan kerja, sehingga semakin menyulitkan masyarakat memperoleh hunian yang layak.
(dhw/dna)