Indonesia tengah mengalami adanya penurunan angka pernikahan di tiga tahun belakangan ini, sejak tahun 2021-2023. Fenomena ini bisa berpengaruh ke beberapa sektor, salah satunya adalah sektor properti.
Meski penurunan angka pernikahan ini tidak berdampak langsung ke sektor properti, Ali Tranghanda, pengamat bisnis properti, mengatakan ada kemungkinan penurunan pada bisnis properti karena sebagian besar konsumen membeli rumah setelah menikah.
Oleh karenanya, pengembang properti harus siap dengan strategi baru dalam penjualan properti di tengah fenomena penurunan angka pernikahan ini. Para pengamat properti, Ali Tranghanda dan Anton Sitorus mengatakan bahwa sektor yang paling rentan terpengaruh oleh fenomena penurunan angka pernikahan ini adalah sektor hunian, seperti apartemen dan rumah tapak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Ali menjelaskan strategi yang bisa digunakan oleh para pebisnis properti adalah strategi harga dan cara pembayaran. Pebisnis juga bisa bekerja sama dengan bank yang mempunyai program KPR. Selain itu proyek hunian yang berbasis Transit Oriented Development (TOD) juga bisa menjadi solusi untuk permasalahan ini.
"Strategi harga dan cara pembayaran, termasuk bekerja sama dengan bank KPR bisa memberikan solusi, termasuk proyek-proyek yang berbasis TOD, Transit Oriented Development," ungkapnya dalam pesan elektronik yang diterima detikcom, Rabu (20/3/2024).
Di lain sisi, analis properti, Anton Sitorus mengatakan bahwa developer harus bisa membuat strategi yang bisa menarik orang-orang yang di luar survey angka pernikahan tersebut, seperti orang yang lajang dan para pekerja untuk mau membeli rumah.
"Developer musti membuat strategi yang menarik untuk membuat orang beli rumah meskipun dia belum berumah tangga. Misalnya orang yang single mau beli rumah kan sah-sah saja. Misal ada pekerja tapi nggak pengin berumah tangga, dia tetap butuh yang namanya hunian. Jadi tinggal bagaimana cara developer selain menarik keluarga baru, dia juga bisa membuat strategi untuk menarik yang single membeli rumah baik sebagai investasi atau gaya hidup," kata Anton.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Ali yang mengatakan orang yang tidak menikah belum tentu tidak membeli properti karena mereka juga memerlukan hunian. Karena fenomena ini, Ali mengatakan bahwa konsep kepemilikan properti kemungkinan bergeser menjadi apartemen di tengah perkotaan.
"Tidak menikah tidak selalu tidak membeli properti. Jika tidak beli pun mereka akan butuh hunian. Konsep kepemilikan properti mungkin mulai bergeser dengan penyewaan apartemen-apartemen di tengah kota," katanya.
(dna/dna)