Apartemen memang bisa menjadi pilihan alternatif untuk memiliki sebuah hunian. Namun, penjualan apartemen di Jakarta tidak ada perbedaan yang signifikan dari beberapa kuartal bahkan tahun sebelumnya.
Menurut Associate Director Research & Consultancy PT Leads Property Services Indonesia, Martin Hutapea, sektor apartemen menjadi salah satu yang paling kena dampak dari terjadinya pandemi COVID-19. Bahkan, pembeli-pembelinya kini banyak yang mencari rumah tapak sebagai hunian.
Berdasarkan data dari Jakarta Property Market Outlook 2024 yang dikeluarkan oleh PT Leads Property Services Indonesia, rata-rata tingkat penjualan apartemen di Jakarta sekitar 83%, dengan penjualan apartemen di lokasi Central Business District (CBD) sebesar 93% dan di luar CBD atau Outside CBD (OCBD) sebesar 81%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian tingkat penjualan di 83% ini cukup stuck sejak beberapa tahun terakhir karena mahal harganya dan banyak preferensi dari landed housing," kata Martin dalam Konferensi Pers Market Outlook 2024 di Kantor Leads Property, Jakarta Selatan, ditulis Kamis (30/11/2023).
Adapun, pasokan apartemen di Jakarta sebanyak 259.000 unit dengan sebaran di kawasan CBD 12% dan OCBD 88%. Sementara itu, untuk rata-rata harganya sekitar Rp 27,2 juta per meter persegi. Jika berdasarkan lokasi, harga apartemen di CBD sekitar Rp 56,1 juta per meter persegi dan di OCBD sebesar Rp 25,7 juta per meter persegi.
"Harga rata-rata di Jakarta CBD sekitar Rp 56,1 juta (per meter persegi) dan pertumbuhan harga cuma 1%-an per tahun, sementara OCBD harga rata-ratanya sekitar Rp 26 juta per meter persegi, ada beberapa juga pertumbuhan harga 1,5% karena sudah dianggap tinggi. Misal budget Rp 1,5 miliar dapat tipe studio di Jakarta atau Rp 1,5 miliar dapat rumah tapak di Depok, banyak yang masih mau ke Depok. Kira-kira seperti itu analoginya," ujarnya.
Ke depan, pihaknya memperkirakan hanya sedikit apartemen baru yang akan launching. Unitnya juga tidak banyak, hanya sekitar 300-an unit saja.
"Kemudian permintaan juga tidak akan meningkat secara signifikan karena masih banyak yang belum terjual dan belum lagi di data kita ada lebih dari 15 proyek mangkrak beberapa tahun terakhir di Jabodetabek," ungkapnya.
Saat ini, keberadaan unit apartemen di Jakarta dinilai oversupply sehingga para pengembang enggan meluncurkan unit baru. Para pengembang hanya akan fokus pada penyelesaian pembangunan dan menjual sisa unit yang tersedia.
Tak hanya itu, adanya persaingan antara unit primer dan unit sekunder juga diperkirakan akan terjadi. Sebab, pemilik sekunder akan melepas aset mereka karena harga properti yang cenderung stabil dan tidak mengalami kenaikan signifikan beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, pembayaran pembelian apartemen menggunakan KPR/KPA masih diminati.
Untuk ke depannya, Martin mengatakan ada sejumlah peluang bagi pasar apartemen. Contohnya dengan memberikan promo pembayaran, lalu pengembangan infrastruktur ke depan contohnya seperti hunian di kawasan Transit Oriented Development (TOD), serta adanya insentif pajak Pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP).
(abr/dna)