Backlog: Pengertian dan Upaya Pemerintah

Dian Saputra - detikProperti
Jumat, 10 Nov 2023 19:00 WIB
Foto: ANTARA FOTO/BASRI MARZUKI
Jakarta -

Dalam sektor perumahan dan permukiman, istilah backlog yang sering disebut-sebut. Backlog menjadi masalah yang harus ditangani serius oleh pemerintah Indonesia saat ini.

Bagi masyarakat awam, istilah backlog mungkin terdengar asing. Nah, karena itu, melalui artikel ini, kita akan membahas mengenai backlog, mulai dari pengertian hingga upaya pemerintah dalam mengatasinya.

Apa itu Backlog?

Secara singkat, backlog memiliki arti krisis kebutuhan akan kepemilikan rumah.

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), dilansir dari situs perkim.id, Jumat (10/11/2023), backlog adalah kondisi belum terpenuhinya jumlah unit perumahan yang dibutuhkan pada suatu kawasan atau wilayah tertentu.

Ditilik dari sektor properti, backlog perumahan artinya kondisi kesenjangan antara total hunian terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ini termasuk juga angka rumah yang tidak layak huni.

Hal ini mencakup unit-unit perumahan yang harus dibangun untuk mengatasi defisit perumahan yang telah terakumulasi selama beberapa waktu. Backlog perumahan bisa terdiri dari berbagai jenis perumahan, termasuk perumahan sosial, perumahan terjangkau, dan perumahan untuk berbagai tingkat pendapatan.

Backlog merupakan indikator dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Angka backlog digunakan untuk mengukur kebutuhan rumah yang dihitung dengan angka persentase rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dan yang menempati bukan rumah sendiri, tetapi memiliki rumah di tempat lain.

Angka Backlog Indonesia Saat Ini

Pada tahun 2023, angka backlog perumahan di Indonesia mencapai 12,7 juta. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 1,7 juta dari tahun sebelumnya.

Pada tahun 2022, dengan angka backlog perumahan sebesar 11 juta, sebanyak 93% berasal dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Selain itu, sebanyak 60% dari angka tersebut didominasi oleh MBR yang bekerja pada sektor informal.

Secara historis, melansir KFMap, Jumat (10/11/2023), angka backlog perumahan ini cendetung meningkat sebesar 600 hingga 800 ribu rumah tangga tiap tahunnya.

Upaya Pemerintah Atasi Backlog

Strategi pemerintah untuk mengatasi backlog perumahan adalah dengan memberikan pembiayaan.

Melansir KFMap, Jumat (10/11/2023), pada tahun 2023 ini, Kemen PUPR telah mengalokasikan dana sebesar Rp 30,38 triliun untuk 230 ribu unit rumah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dana ini termasuk untuk pembayaran Subsidi Selisih Bunga (SSB) yang telah diterbitkan pada tahun sebelumnya.

Skema pembiayaan perumahan, seperti rent to own yang dikombinasikan dengan contractual saving housing, juga ditawarkan kepada MBR untuk mendapatkan dukungan dari Tapera. Selain itu, penyesuaian jangka waktu cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan generasi milenial di bidang perumahan. Meski begitu, tetap muncul pertanyaan apakah strategi ini sudah memadai.

Menurut penelitian dari pusat riset properti, optimalisasi kinerja bank tanah dinilai sebagai solusi yang dapat membantu mengurangi backlog perumahan di Indonesia. Program bank tanah diharapkan dapat memastikan pasokan rumah layak huni bagi MBR, terutama dengan mempertimbangkan kenaikan harga tanah yang mengikuti mekanisme pasar.

Refleksi lainnya mencakup analisis terhadap penyaluran kredit KPR dan kredit konstruksi. Data dari Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif kredit KPR sebesar 7,57% pada kuartal III tahun 2022, dengan dominasi dalam transaksi jual beli rumah tapak mencapai 36,41%. Namun, kondisi berbeda terlihat pada kredit konstruksi perumahan yang masih mengalami kontraksi sebesar -0,85% (yoy) pada Oktober 2022. Hal ini mengindikasikan bahwa pembiayaan konstruksi untuk perumahan baru melalui perbankan praktis tidak ada.

Data tersebut juga memverifikasi hasil survei Bank Indonesia (BI) yang mencatat bahwa hanya 15,89% pengembang yang memanfaatkan perbankan, sementara mayoritas lebih memilih dana internal untuk proyek konstruksi. Dari kondisi ini, terlihat bahwa backlog perumahan tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan pembiayaan, melainkan juga oleh keterbatasan pasokan akibat peningkatan harga konstruksi. Pengembang yang cenderung mengandalkan pembiayaan internal juga mempengaruhi jenis proyek hunian yang dipasarkan, tidak semuanya ditujukan untuk segmen subsidi bagi masyarakat.

Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain. Baik itu berkaitan dengan hukum, konstruksi, pembiayaan dan lainnya, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan Kamu via email ke tanya@detikproperti.com dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.




(dna/dna)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork