Dalam upaya membangun masa depan yang lebih baik, beberapa orang mencari jawaban di masa lalu. Banyak peneliti mencari tahu tentang pembangunan kuno yang berumur ribuan tahun lamanya di seluruh dunia dan masih berdiri hingga saat ini. Mulai dari insinyur Romawi yang membuat beton tebal sebagai penghalang laut, hingga tembok bangunan penjajah yang dibangun oleh Cina.
Sejumlah bangunan-bangunan peninggalan ini sebagian besar dibangun sekitar 50 hingga 100 tahun dan pada zaman tersebut semuanya dikerjakan secara manual dan teknologi belum ada. Bahkan dihantam oleh ombak sekalipun keadaannya tetap berdiri dengan kokoh.
Lantas, Kamu kemungkinan pernah kepikiran, kenapa bangunan kuno lebih kuat dan kokoh sampai sekarang, bukan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari The Times of Israel, Senin (9/10/2023), banyak peneliti yang mempelajari material dari masa lalu dengan memotong bongkahan bangunan, mencari tahu tentang teks sejarah, membuat resep tiruan dengan mengharapkan bisa terungkap bagaimana material tersebut bisa bertahan selama ribuan tahun.
Tidak disangka dari bahan-bahan yang dicampur untuk bangunan tua ini ternyata terbuat dari bahan organik seperti kulit pohon, abu vulkanik, beras, bir, bahkan urin. Penambahan campuran bahan ini adalah kunci dari sebagian properti yang bisa bertahan menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu, bahkan bisa memperbaiki retakan saat terbentuk.
Walaupun beton modern punya keahlian untuk menopang gedung seperti pencakar langit dan infrastruktur yang besar, beton kuno punya ketahanan material yang kuat pada zamannya.
Seiring peningkatan ancaman perubahan iklim, ada dorongan untuk membuat konstruksi menggunakan sistem lebih berkelanjutan (sustainable). Baru- baru ini PBB membuat laporan untuk memperkirakan bahwa pengembangan lingkungan bertanggung jawab dengan emisi karbon dioksida global (CO2) sekitar sepertiga hingga 7% dari produksi semen.
Seorang ahli warisan budaya. peneliti di Universitas Granada Spanyol, Carlos Rodriguez-Navarro, memberikan pernyataannya jika menerapkan resep tradisional dengan konstruksi modern bisa membuat hasil yang lebih berkelanjutan.
"Jika Kamu meningkatkan sifat material dengan menggunakan resep tradisional dari suku Maya atau Tiongkok kuno, Kamu bisa menghasilkan material yang dapat digunakan dalam konstruksi modern dengan cara yang jauh lebih berkelanjutan," tutur Carlos.
Menurut peneliti material di Universitas Sheffield dari Inggris, Cecilia Pesce, ia menganggap bahwa pembangunan kuno dianggap beruntung. Zaman dahulu, campuran material ini dipilih selama itu murah dan tersedia sehingga mereka memasukkan apa saja ke dalam campuran mereka, dan yang tidak berhasil kemungkinan sudah lama runtuh.
"Mereka akan melakukan segala macam hal dalam konstruksi dan sekarang, kami hanya memiliki bangunan yang bertahan. Jadi ini seperti proses seleksi alam," ucap Cecilia.
Seorang insinyur sipil dan profesor asal India di Vellore Institute of Technology India, Thirumalini Selvaraj juga memberikan pernyataannya mengenai material lokal di India dibuat oleh pembangun untuk menghasilkan properti yang berbeda.
Menurut penelitian Selvaraj, di daerah lembab India, para pembangun memakai tumbuhan lokal yang membantu bangunan mengatasi kelembapan. Selain tumbuhan lokal, mereka juga menambahkan jaggery yakni gula merah India, gula murni yang bisa membantu melindungi dari kerusakan akibat garam, serta batu apung yang terbuat dari sekam padi dan memiliki berat yang sangat ringan. Bahan ini biasanya digunakan pada daerah yang berisiko adanya gempa bumi.
"Mereka mengetahui wilayahnya, mengetahui kondisi tanahnya, dan mengetahui iklimnya, jadi mereka merekayasa material berdasarkan ini." ucap Thirumalini.
(dna/dna)