Timnas Indonesia berhasil mengalahkan China 1-0 pada laga Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia ronde ketiga, Kamis (5/6/2025). Gol dicetak oleh Ole Romeny pada menit ke-45 lewat titik putih.
Kemenangan tersebut sangat penting bagi Timnas karena dapat menjaga asa untuk bisa lolos ke Piala Dunia 2026. Selain itu, kemenangan ini diraih di hadapan publik sendiri karena bertanding di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.
Stadion GBK sudah jadi langganan Timnas ketika bertanding di kualifikasi Piala Dunia 2026. Tak hanya sekadar venue sepak bola, stadion ini punya sejarah panjang karena telah menggelar berbagai pertandingan penting.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Stadion GBK punya keunikan tersendiri dari segi arsitektur. Awalnya, stadion ini dibangun untuk menggelar Asian Games IV pada 1962 setelah ditunjuk oleh Asian Games Federation usai gelaran Asian Games III 1958 di Tokyo.
Presiden Soekarno menyambut baik tawaran tersebut dan berinisiatif membangun kompleks multiolahraga yang besar dan bertaraf internasional. Soekarno kemudian menyetujui lahan seluas 279,1 hektare sebagai lokasi pembangunan kawasan Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno pada 1960.
Stadion GBK sendiri merupakan salah satu proyek kompleks olahraga Gelora Bung Karno. Pembangunan stadion ini dimulai pada 8 Februari 1960 berdasarkan Keppres No. 113/1959.
Dilansir situs Arsitektur Indonesia, Jumat (6/6/2025) dalam pembangunan Stadion GBK, Soekarno memilih tim arsitek dari Uni Soviet. Alasannya karena ia tertarik dan kagum akan kemegahan bangunan Stadion Pusat Lenin di Moskow, Uni Soviet (sekarang Rusia).
Soekarno juga membentuk Biro Urusan Lapangan dan Bangunan di bawah Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) yang dipimpin oleh Friedrich Silaban. Adapun tugasnya untuk mengawali desain dan supervisi konstruksi Stadion GBK.
Saat itu, ia mengadakan sayembara menantang arsitek dari Uni Soviet yang mampu mewujudkan rancangan stadion megah di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, ia menginginkan stadion tersebut memiliki atap yang dapat melindungi seluruh penonton dari hujan dan panas matahari.
Soekarno ingin atap Stadion GBK dibangun menggunakan teknik temu gelang. Dalam buku Bung Karno Sang Arsitek oleh Yuke Ardhiati, temu gelang adalah sebuah atap yang menyambung secara melingkar mengikuti lintasan olahraga. Atap ini dinilai unik karena punya bentuk yang ritmis serta harmonis.
Keunikan dari model atap ini bisa dilihat pada pertemuan pilar-pilar tipis penyangga konstruksi. Desainnya pun begitu modern untuk sebuah stadion olahraga yang dibangun pada 1960-an.
Meski begitu, model atap temu gelang dinilai mustahil dan sulit diwujudkan pada era tersebut. Tim arsitek Uni Soviet mengatakan sulit untuk membangun atap temu gelang sesuai keinginan Soekarno.
Namun, ia tetap keukeuh jika Stadion GBK harus mengusung atap temu gelang. Dalam pidato Soekarno di depan para atlet yang mengikuti pemusatan latihan untuk Asian Games 1962, ia mengungkapkan secara tegas kepada para arsitek agar dibangun atap temu gelang di Stadion GBK.
"Saya memerintahkan kepada arsitek-arsitek Uni Soviet, bikinkan atap temu gelang daripada main stadium yang tidak ada di lain tempat di seluruh dunia. Bikin seperti itu," ujarnya.
Karena keinginannya tersebut, atap temu gelang akhirnya tetap dibangun. Mengutip buku Gelora Bung Karno, pemasangan pertama konstruksi atap stadion dimulai pada 26 Agustus 1961.
Atap dengan bahan kerangka baja ini digunakan sebagai penutup untuk seluruh tempat duduk. Secara keseluruhan, berat bagian atap mencapai kurang lebih 5.000 ton, terdiri dari 96 kapstan yang masing-masing panjangnya 66 meter.
Setiap kapstan terbagi lagi atas lima bagian, sehingga totalnya mencapai 480 bagian. Bagian tersebut kemudian disambung menjadi satu, sehingga bisa membentuk oval. Semua sambungan dikerjakan dengan las tanpa memakai baut pengikat.
Untuk material atap stadion menggunakan besi baja Martin nomor 3 yang semuanya didatangkan langsung dari Uni Soviet. Besi tersebut dikirim dalam bentuk panil-panil serta batang-batang panjang.
Baca juga: Ini Sosok di Balik Megahnya Arsitektur GBK |
Arsitektur Stadion GBK yang Dikagumi Dunia
Usai diresmikan pada Juli 1962, Stadion GBK berhasil mencuri perhatian dunia. Edisi khusus mingguan The Asia Magazine terbitan Hong Kong memberikan pujian terhadap arsitektur stadion tersebut sebagai "suatu prestasi yang tak tertandingi dalam sejarah olahraga di Asia dan barangkali di seluruh dunia."
Para anggota Executive Committee Asian Games Federation secara terbuka mengungkapkan kekagumannya terhadap arsitektur Stadion GBK. Kala itu, mereka menyebut stadion ini sebagai yang terbesar dan terindah di seluruh Asia.
Mereka juga menilai model atap temu gelang di Stadion GBK sebagai hal unik. Bahkan, konstruksi tersebut dinilai sangat sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara tropis.
Dalam sebuah pidato, Soekarno menyampaikan jika penggunaan atap temu gelang tak hanya sekadar estetika, tapi juga berfungsi melindungi penonton dari panas dan hujan. Di sisi lain, arsitektur ini turut menaikkan derajat Indonesia di mata dunia.
"Dan sekarang ini terbukti benar saudara-saudara, di mana-mana model atap stadion temu gelang dikagumi oleh seluruh dunia. Bahwa Indonesia mempunyai satu-satunya main stadium yang atapnya temu gelang, sehingga benar-benar memukau kepada siapa saja yang melihatnya," ujar Soekarno.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu kasih jawaban. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(ilf/abr)