Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik sekaligus kepala negara Vatikan, melakukan kunjungan ke Indonesia. Kunjungan tersebut akan berlangsung hingga 6 September mendatang.
Dalam kunjungannya tersebut, ia mendatangi beberapa tempat sebelum melakukan Misa akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Diketahui, Paus Fransiskus akan mengunjungi Istana Merdeka, Kedutaan Besar Vatikan, Gereja Katedral Jakarta, hingga Masjid Istiqlal.
Bangunan-bangunan tersebut memiliki arsitektur serta sejarah yang menarik untuk dibedah. detikProperti sudah merangkum terkait hal tersebut. Berikut ini informasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istana Merdeka
Paus Fransiskus dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada Rabu (4/9) sekitar pukul 10.00 WIB di Istana Merdeka. Istana Merdeka terletak di Jalan Merdeka Utara dan menghadap ke Taman Monumen Nasional. Kompleks Istana Merdeka dan Istana Negara luasnya mencapai 6,8 hektar dan berada di jantung ibu kota negara.
Istana Merdeka dirancang oleh arsitek Drossares dan dibangun pada 1873 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Louden lalu selesai pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Willem Van Landsbarge tahun 1879.
Semula, bangunan ini diperuntukkan sebagai tempat tinggal bagi gubernur jenderal Hindia Belanda Johan Wilhelm van Lansberge pada masa kolonial. Kala itu, Istana Merdeka disebut sebagai Paleis Koningsplein. Kemudian berganti nama sebagai Istana Gambir dan baru pada 1949, berubah menjadi Istana Merdeka.
Kedutaan Besar Vatikan
Gedung Kedutaan Besar Vatikan sudah berdiri di Indonesia sejak 1966. Bangunan tersebut dirancang oleh arsitek asal Jerman, Hermann Bohnekamp yang kala itu juga sedang merancang bangunan Kedutaan Besar Jerman di Indonesia.
Gedung Kedubes Vatikan diresmikan pada 1 Juni 1966. Pembukaan resmi gedung baru terjadi pada 29 Juni 1966 dan dihadiri oleh Presiden Soekarno. Gedung Kedubes Vatikan sempat direstorasi dan dilakukan perluasan gedung pada 2007 sampai 2010. Pada 11 Oktober 2009 Uskup Agung Leopoldo Girreli meresmikan kapel baru 'Keduabelas Rasul'.
Gereja Katedral Jakarta
Gereja Katedral memiliki nama resmi yakni Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga. Bangunan ini telah berdiri sejak 1901 dan saat ini terhitung telah berusia 123 tahun. Meskipun sudah lebih dari 1 abad berdiri, Gereja Katedral masih kokoh berdiri.
Bangunan ini memiliki arsitektur yang elegan. Melansir dari situs resminya, Gereja Katedral dibangun dengan gaya Neo Gotik atau Gothic Revival Architecture khas Eropa. Pada saat itu, arsitektur ini tengah digemari dan lazim dipakai pada bangunan gereja.
Gereja Katedral dirancang dan dibangun oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus Wenneker. Sempat berhenti di tengah jalan, pembangunannya dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit.
Peresmian diadakan pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.
Masjid Istiqlal
Masjid ini dirancang oleh seorang Arsitek dari Sumatera Utara, Friedrich Silaban setelah memenangkan sayembara yang diadakan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno. Pembangunan Masjid Istiqlal memakan waktu hingga 17 tahun. Peletakan batu pertama dilakukan pada 1961 oleh Ir. Soekarno dan diresmikan oleh Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto pada 1978.
Kala itu, pembangunan Masjid Istiqlal ini menelan biaya dari APBN sebesar Rp 7 miliar atau US$ 12 juta. Bangunan Masjid Istiqlal memiliki 5 lantai dan berdiri di atas lahan seluas 9,5 hektare.
Stadion Utama Gelora Bung Karno
Paus Fransiskus dijadwalkan akan melakukan Misa akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Kamis (5/9) pukul 17.00 WIB. Agenda ini juga akan dihadiri oleh puluhan ribu umat Katolik, sekitar 60.000 orang akan berada di stadion utama GBK dan 26.000 orang akan berada di Stadion Madya. Sebagai informasi, kapasitas Stadion Utama GBK bisa mencapai 88.000 orang dan untuk kursi yang tersedia di tribun terdiri dari 78.000 unit.
Melansir dari situs resmi stadion GBK, pembangunan GBK bermula dari Indonesia ditunjuk untuk menjadi penyelenggara Asian Games IV Tahun 1962 oleh Asian Games Federation usai Asian Games III 1958 di Tokyo.
Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, menyambut baik tawaran tersebut dan menyetujui lahan seluas 279,1 hektare sebagai lokasi pembangunan kawasan Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno alias GBK pada tahun 1960.
Semula lokasi yang dipilih adalah di dekat Jalan MH Thamrin dan Menteng, yaitu kawasan Karet, Pejompongan, atau Dukuh Atas. Lokasi lainnya yang dipilih Soekarno adalah kawasan Bendungan Hilir atau Rawamangun.
Kedua wilayah tersebut tidak disarankan oleh Friedrich Silaban, arsitek yang tergabung dalam pengurus Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) yang ikut serta dalam pembangunan Stadion GBK. Alasannya dua kawasan tersebut rawan banjir dan macet.
Menurut situs Arsitektur Indonesia, pembangunan area Stadion Utama, Istana Olahraga, Stadion Renang, Stadion Madya, dan Stadion Tenis Utama yang ada di kawasan GBK ini dirancang oleh tim perancang dari Uni Soviet.
Soekarno memilih tim dari Uni Soviet karena dia tertarik dan kagum akan kemegahan bangunan Stadion Pusat Lenin di Moskow, Uni Soviet. Dia pun membuka sayembara menantang arsitek dari Uni Soviet yang mampu mewujudkan rancangan stadion megah di Indonesia yang dapat melindungi semua penontonnya dari hujan dan panas matahari.
Dia menginginkan atap Stadion GBK dibangun menggunakan teknik temu gelang. Menurut Yuke Ardhiati dalam bukunya Bung Karno Sang Arsitek, temu gelang adalah sebuah atap yang menyambung secara melingkar mengikuti lintasan olahraga.
Yuke mengatakan ide arsitektur atap GBK ini unik dan memiliki bentuk yang ritmis serta harmonis. Keunikan atap bisa dilihat pada pertemuan pilar-pilar tipis penyangga konstruksi. Tampilannya pun menjadi modern untuk seukuran stadion olahraga yang dibangun pada tahun 90-an.
Selain unik, arsitektur GBK juga dikatakan tetap memperhatikan aspek utilitas (fungsi atau kegunaan), firmitas (konstruksi atau kekokohan), dan venustas (estetika atau keindahan).
Stadion ini diminta dibangun dengan lima lantai. Lantai pertama sampai ketiga disebut tribun atas, dengan sumbu bangunan membujur dari utara ke selatan sepanjang 354 meter. Sementara itu, sumbu pendeknya membentang dari timur ke barat 325 meter.
Stadion tertua di Jakarta ini dikelilingi oleh jalan lingkar sepanjang 920 meter untuk ring dalam dan 1.100 meter ring luar. Dilengkapi dengan trek berbentuk elips seluas 1,75 hektar dengan sumbu panjang 176,1 meter dan yang pendek 124,32 meter pada bagian dalam stadion terdapat.
(abr/dna)