Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman suku dan budaya, termasuk Dayak dengan banyak subsukunya. Salah satu tradisi yang masih dijalankan adalah nosu minu podi.
Tradisi ini dijalankan oleh beberapa subsuku Dayak di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Apa itu tradisi nosu minu podi? Simak pengertian, asal-usul, dan prosesi pelaksanaan ritualnya.
Pengertian dan Asal-usul Nosu Minu Podi
Dikutip dari Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana (EFWS), tradisi nosu minu podi juga dikenal sebagai hari gawai padi, yakni perayaan syukur masyarakat Dayak selepas panen.
Perayaan ini dilaksanakan setahun sekali, biasanya antara bulan April hingga Juni, sebagai bentuk penghormatan kepada Penompo (Yang Kuasa) atas keberhasilan masa berladang selama satu tahun.
Bagi orang Dayak, nosu minu podi bukan sekadar pesta makan dan minum, melainkan rasa terima kasih kepada Sang Pemberi rezeki sekaligus berbagi kasih dalam jamuan bersama.
Istilah nosu minu podi berasal dari masyarakat subsuku Dayak Hibun dan Pandu di Sanggau. Tradisi serupa dijalankan subsuku Dayak lain dengan sebutan berbeda, misalnya Dayak Kanayatn menyebutnya naik dango.
Dulu, masyarakat Dayak melaksanakan ritual adat dengan menggunakan simbol bernama Ponto', yaitu patung kayu keras menyerupai manusia yang merepresentasikan Penompo. Ritual dengan Ponto' menjadi keharusan sebelum pesta gawai, karena dianggap sebagai cara menghormati semangat padi.
(bai/sun)