Ada sebuah tradisi tua yang terus hidup dan diwariskan di tengah kehidupan Dayak Kanayatn. Masyarakat Dayak Kanayatn menyebutnya Naik Dango, sebuah upacara adat yang digelar setiap tahun sebagai wujud syukur atas hasil panen padi.
Ritual ini bukan hanya berisi pesta rakyat, tetapi juga menjadi simbol spiritualitas, kebersamaan, dan identitas budaya yang telah bertahan sejak zaman nenek moyang. Lantas, bagaimana prosesi perayaan Naik Dango dan apa makna serta simbol-simbol bernilai yang diwariskan hingga kini?
Mengenal Tradisi Naik Dango
Dirangkum dari karya Dinase (2023) berjudul Makna Tradisi Naik Dango bagi Masyarakat Suku Dayak Kandayant dan arsip Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, naik dango adalah upacara adat tahunan masyarakat Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat, khususnya di Landak, Pontianak, Kubu Raya, hingga Sanggau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata dango merujuk pada lumbung padi sebagai tempat menyimpan hasil panen. Dalam upacara ini, masyarakat membawa padi ke dalam lumbung sebagai tanda syukur kepada Jubata, yaitu sebutan bagi Sang Pencipta dalam tradisi Dayak.
Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada akhir April, tepatnya antara 26-30 April. Lokasinya bergilir dari satu kecamatan ke kecamatan lain, dengan rumah adat Dayak sebagai pusat kegiatan.
Rangkaian Upacara dan Makna Naik Dango
Pelaksanaan Naik Dango berlangsung penuh khidmat sekaligus meriah. Sejak jauh-jauh hari, warga sudah menyiapkan bahan-bahan sesaji, seperti beras ketan yang dimasak dalam bambu, kue tumpi, hingga ayam kampung hidup.
Puncak acara ditandai dengan prosesi tingkakok nimang padi, yaitu setiap kepala keluarga membawa seikat padi yang baru dipanen untuk dimasukkan ke dalam dango. Setelah itu, tetua adat memimpin doa nyangahatn atau barema yang berisi puji syukur serta permohonan keselamatan.
Tidak hanya itu, ritual ini diyakini sebagai bentuk penghormatan atas anugerah kehidupan dan alam semesta, sekaligus doa agar panen berikutnya kembali melimpah. Di sela-sela ritual, musik tradisional, tarian, dan pertunjukan budaya ikut digelar, sehingga menciptakan suasana sakral sekaligus penuh kegembiraan.
Tradisi Naik Dango memiliki tempat yang istimewa di dalam kehidupan masyarakat Dayak Kanayatn. Setiap unsur dalam upacara ini mengandung makna mendalam. Ayam kampung, kue tumpi, daun sirih, dan tidak lupa melimpahnya padi hasil panen yang menyala adalah simbol rasa syukur, ketahanan hidup, serta penghormatan kepada Sang Pencipta.
Bagi masyarakat Dayak Kanayatn, Naik Dango juga menjadi media mempererat solidaritas, meneguhkan identitas budaya, dan mengajarkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda. Gotong royong, kesetaraan gender, pikiran positif, serta penghormatan terhadap alam dan Sang Pencipta menjadi pesan utama yang diwariskan melalui ritual ini.
Naik Dango di Era Modern
Sejak 1985, tradisi ini mulai mendapat sentuhan modern. Naik Dango kini digelar lebih meriah, di mana melibatkan pemerintah daerah, seniman, dan masyarakat luas. Selain sebagai ajang syukur, upacara ini berkembang menjadi festival budaya yang menjadi daya tarik wisatawan.
Dalam perkembangannya, Naik Dango tak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga memberi dampak ekonomi melalui UMKM yang dipamerkan dalam acara. Untuk generasi muda, ini adalah ruang belajar tentang sejarah tradisi nenek moyang dan identitas Dayak, sekaligus wadah untuk menjaga warisan budaya agar tetap relevan di masa kini.
Pada tahun 2023, tradisi Naik Dango digelar meriah di Rumah Radakng Aya', Ngabang, Kabupaten Landakpada 27 April. Ribuan masyarakat Dayak Kanayatn, tokoh adat, pemuda, hingga pejabat penting turut hadir. Ritual utamanya adalah tingkakok nimang padi, di mana warga membawa seikat padi hasil panen ke lumbung sebagai tanda syukur, dilanjutkan doa adat nyangahatn serta hiburan berupa pertunjukan seni dan permainan rakyat.
Memasuki tahun 2024, perayaan Naik Dango digelar di dua lokasi berbeda. Di Pontianak, acara berlangsung di Rumah Radakng Pontianak pada 18-21 April 2024 dengan agenda tari penyambutan, doa, hingga sambutan pejabat pemerintah dan Kementerian Pariwisata. Suasana yang tercipta sangat meriah, melibatkan berbagai lapisan masyarakat.
Tak hanya di Pontianak, Naik Dango juga diadakan di Mempawah pada 27-28 April 2024, tepatnya di Rumah Adat Dayak Kecamatan Toho. Suasana perayaan di sini lebih khidmat, menonjolkan kearifan lokal melalui doa adat, seni budaya, serta kebersamaan antarwarga dalam menyambut hasil panen.
Selain itu, masyarakat di Dusun Tareng Pulai dan Keniatan, Desa Amboyo Utara, Kabupaten Landak juga menggelar Naik Dango pada 25 April 2024. Acara berlangsung hangat dengan sajian makanan tradisional seperti tumpi. Doa adat nyangahatn serta silaturahmi antar keluarga menjadi inti perayaan.
Naik Dango adalah potret kearifan lokal yang sarat nilai. Lebih dari itu, tradisi ini adalah simbol persatuan dalam keberagaman dalam kehidupan masyarakat Dayak Kanayatn.