Belian Bawo, Tradisi Pengobatan Alternatif Suku Dayak Benuaq

Belian Bawo, Tradisi Pengobatan Alternatif Suku Dayak Benuaq

Bayu Ardi Isnanto - detikKalimantan
Senin, 25 Agu 2025 12:00 WIB
Tradisi ritual belian bawo.
Tradisi ritual belian bawo/Foto: dok Instagram @kppm_dusmala_pky
Balikpapan -

Belian bawo bukan sekadar ritual pengobatan dengan tarian dan mantra. Tradisi ini adalah warisan spiritual masyarakat Dayak Benuaq yang menyimpan kisah mistis, kekuatan gaib, dan hubungan dengan alam roh.

Konon tradisi ini berawal dari Kalimantan Tengah, lalu menyebar ke kalangan Suku Dayak Benuaq. Kini tradisi masih dilakukan sejumlah suku Dayak, meski sudah tidak sebanyak dahulu.

Seperti apa tradisi belian bawo? Simak artikel ini untuk mengetahui sejarah atau asal-usul belian bawo, penyebab dilaksanakan, fungsi, hingga bagaimana prosesinya berjalan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal-usul Tradisi Belian Bawo

Dilansir dari situs Kemdikbud, belian bawo berasal dari kata 'belian' yang berarti cara penyembuhan orang sakit. Sedangkan 'bawo' berarti bukit/gunung. Setidaknya ada empat versi sejarah atau asal-usul belian bawo, yakni sebagai berikut:

1. Versi Janyan Liatn Ngentan

Tradisi ini diyakini berasal dari tokoh spiritual bernama Janyan Liatn Ngentan. Setelah ia wafat, ritual ini sempat hilang hingga muncul kembali melalui tokoh bernama Japaq Pelulaq.

Secara mistis dia menemukan makam Janyan dan mulai melagukan nyanyian belian sambil menari. Ia kemudian dikenal sebagai Ketew Bulaw Japaq dan melanjutkan tradisi belian bawo bersama muridnya, Genikng Pisik Toyak Rihai.

2. Versi Raqsasaaq dari Bawo Adang

Raqsasaaq disebut memperoleh ilmu belian dari makhluk halus. Ia memiliki kemampuan luar biasa, bahkan konon bisa menghidupkan atau menewaskan orang melalui ritual. Meski kemampuan seperti itu tak lagi ditemukan, tradisi belian bawo tetap diwariskan kepada para pengikutnya.

3. Versi Perjalanan ke Bawo Langit

Japaq Pelulaq dan Kilip melakukan perjalanan spiritual ke Bawo Langit dengan membawa sesajen. Di sana mereka belajar langsung dari makhluk gaib dan ditahbiskan sebagai pemeliatn (pemimpin ritual). Sejak itu, mereka menyembuhkan orang sakit dan melatih generasi baru pemeliatn di Kampung Ruang.

4. Versi Makhluk Halus (Uwok)

Dalam kisah ini, ada seorang suami menyaksikan makhluk halus uwok menghidupkan jenazah istrinya dengan ramuan kayu dan minyak mujat. Ia lalu meniru proses tersebut dan menjadi pemeliatn yang mampu membangkitkan orang mati, menandai asal-usul belian bawo dari dunia gaib.

Bentuk Belian Bawo Berdasarkan Penyebab Penyakit

Ritual ini bukan berfokus pada jenis penyakit, melainkan pada penyebabnya. Mereka percaya bahwa penyakit bisa datang karena gangguan makhluk halus maupun ketidakseimbangan magis.

Penyembuhan dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Bentuknya bisa dengan permohonan maaf, memberi persembahan, atau melaksanakan janji yang dibuat.

1. Ngawat

Yang pertama adalah ngawat, yang bertujuan meminta petunjuk dan kesembuhan dari makhluk halus secara singkat. Ada ngawat entaaq (sederhana) dan ngawat encaak (lebih kompleks).

2. Badasuq

Kemudian ada badasuq yang dilakukan untuk menyampaikan persembahan kepada makhluk halus penyebab penyakit. Terdapat berbagai jenis dasuq sesuai dengan karakter makhluk halus yang dituju, seperti Dasuq Mulakng, Dasuq Semantuq, dan lainnya.

3. Nyolukng Samat

Terakhir ada nyolukng samat yang bertujuan membayar janji spiritual yang dibuat oleh keluarga si sakit kepada makhluk halus. Janji harus dilaksanakan jika kesembuhan terjadi setelah perjanjian dibuat.

Fungsi Belian Bawo

Dirangkum dari jurnal berjudul Fungsi Tari Balian Bawo dalam Upacara Nyirinyiau Pada Masyarakat Dayak Lawangan di Kabupaten Barito Timur oleh Sari Wulan Astiti dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta, berikut beberapa fungsi belian bawo:

1. Penyembuhan dan Pembersihan Spiritual

Belian bawo berfungsi sebagai terapi spiritual untuk menyeimbangkan energi tubuh dan jiwa, terutama bagi anak yang menunjukkan tanda-tanda gangguan seperti rewel berlebihan atau sakit tanpa sebab medis.

Bagi kelompok ibu, belian bawo juga bisa digunakan untuk pemulihan energi bagi ibu yang baru melahirkan agar pulih secara fisik dan spiritual. Masyarakat Dayak Lawangan percaya bahwa proses melahirkan membuka 'pintu roh' sehingga ibu perlu disucikan agar tidak diganggu makhluk halus.

2. Komunikasi dengan Leluhur

Belian bawo menjadi media untuk berkomunikasi dengan roh-roh leluhur, memohon perlindungan dan restu bagi keluarga yang mengadakan ritual. Gerakan tari dan mantra yang diucapkan dipercaya sebagai bahasa spiritual yang dapat menjangkau alam gaib.

3. Penguatan Identitas dan Solidaritas Sosial

Ritual ini memperkuat ikatan sosial antar anggota komunitas Dayak karena melibatkan partisipasi kolektif dalam persiapan dan pelaksanaan. Belian Bawo juga menjadi simbol identitas budaya yang diwariskan lintas generasi.

4. Wujud Syukur

Belian bawo juga dilaksanakan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Tuhan dan leluhur atas keselamatan ibu dan anak dengan memberikan sesaji dan tarian.

Urutan Prosesi Balian Bawo

Berdasarkan penelitian di Paradigma: Jurnal Kajian Budaya No 1 Vol 10 Tahun 2020 oleh Tri Sulapmi Dolina Ikeh, dkk dari Universitas Padjadjaran, berikut urutannya:

1. Persiapan Upacara

Persiapan upacara atau aruh, dilakukan dengan pembuatan balai (panggung ritual) dari bambu/kayu, menempatkan lawut longan (tiang pusat balai) sebagai tempat sesajen dan simbol pusat energi, hingga pembuatan sanggar di tanah sebagai tempat sesajen awal.

2. Membawa Sesajen ke Balai

Pihak keluarga memulai aruh dengan memutari sanggar yang dipimpin oleh kepala adat. Sesajen dan arang kemudian dibawa ke balai untuk pengasapan dengan daun sawang. Semua sesajen diletakkan di lawut longan sebagai tanda aruh akan dimulai.

3. Pemanggilan Balian Bawo

Dilakukan pemanggilan balian bawo oleh laki-laki dari pihak pelaksana melalui ritual nyundro beliatn ngetis tali banjakng. Balian Bawo dipanggil sebagai pemimpin ritual, didampingi oleh Penggadikng (pendamping perempuan).

4. Mengkongket Nayu

Selanjutnya dilakukan mengkongket nayu, yaitu membuka aruh dengan membawa sesajen ke pohon besar sebagai tempat sementara roh sambil dibacakan mamang (mantra) dan memutari pohon dan menyerahkan sesajen.

5. Ritual Malam: Ngebo dan Tari Gintur

Pada malam harinya dilakukan ritual ngebo, yaitu melantunkan senandung kepada roh leluhur sepanjang malam. Ritual juga diselingi tari gintur sebagai hiburan bagi roh dan masyarakat.

6. Soyokng Tungoh

Selanjutnya dilakukan pemanggilan roh leluhur dengan mamang untuk meminta izin memutus tali wundrukng (gerbang roh). Setelah mendapat izin, Balian berteriak nyaring sebagai tanda dimulainya tarian.

7. Tarian Balian Bawo

Tari balian bawo pun dimulai dengan gerakan energik. Gelang gangsa berbunyi sebagai ketukan musik dan panggilan roh. Penari mengitari lawut longan sebagai bentuk penghormatan dan ucapan syukur.

8. Penutupan: Ngetis Tali Bajakng

Prosesi ditutup dengan ngetis tali bajakng, yaitu proses pembersihan dan pemutusan hubungan dengan roh leluhur. Ini menandakan bahwa janji pelaksana telah dipenuhi dan upacara selesai.

Halaman 2 dari 2
(bai/sun)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads