Di pesisir Kalimantan Utara, tepatnya di Kota Tarakan, hidup sebuah tradisi warisan leluhur yang begitu kental dengan nilai budaya dan spiritual. Tradisi itu bernama Iraw Tengkayu, tradisi 'pesta laut' masyarakat suku Tidung yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Bukan sekadar perayaan biasa, Iraw Tengkayu menjadi simbol syukur atas limpahan rezeki dari laut, serta bentuk penghormatan terhadap alam dan Sang Pencipta. Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Tidung dan dirayakan secara rutin setiap dua tahun sekali.
Puncak acara Iraw Tengkayu adalah pelarungan Padaw Tuju Dulung, perahu hias unik dengan tujuh haluan yang mengandung makna filosofis mendalam. Perahu ini tidak hanya sekadar simbol budaya, tetapi juga menjadi wujud nyata rasa syukur kepada Tuhan atas hasil laut yang diperoleh sepanjang tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arti Tradisi Iraw Tengkayu
Suku Tidung merupakan salah satu suku asli yang bermukim di wilayah Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Secara historis, suku ini dipercaya berasal dari kawasan Pegunungan Menjelutung dan tergolong dalam kelompok Dayak Pantai.
Pada buku Pakaian Adat Sebagai Identitas Etnis oleh Neni Puji dan Septi Dhanik, dijelaskan sebagian besar masyarakat Suku Tidung menetap di kawasan pesisir, khususnya di sepanjang aliran sungai besar yang bermuara ke laut. Dalam bahasa Tidung, wilayah pesisir yang terpapar air laut dikenal dengan sebutan tengkayu, yang berarti kawasan pantai air asin.
Karena lingkungan geografis mereka dikelilingi oleh lautan, mayoritas penduduknya menggantungkan hidup sebagai nelayan. Tak heran jika kehidupan mereka sangat lekat dengan laut, termasuk dalam tradisi budaya seperti pelaksanaan upacara adat laut yang mereka namai Iraw Tengkayu.
Dirangkum dari buku Sastra Lisan Tidung oleh Eva Apriani dan Siti Sulistyani Pamuji, laman Portal Informasi Indonesia dan Kemenparekraf, nama Iraw Tengkayu berasal dari bahasa Tidung.
Iraw berarti pesta atau perayaan, sedangkan tengkayu merujuk pada wilayah air asin atau kawasan pesisir tempat masyarakat Tidung menggantungkan hidup mereka sebagai nelayan.
Tradisi ini menjadi wujud ungkapan syukur atas hasil laut yang diperoleh melalui pekerjaan mereka sebagai nelayan. Oleh karena itu, perayaan ini dikenal pula sebagai pesta laut.
Iraw Tengkayu merupakan ritual pelarungan perahu yang disebut padaw tuju dulung atau perahu tujuh haluan. Perahu ini memiliki struktur unik yaitu satu haluan tengah bertingkat tiga dan masing-masing haluan di sisi kanan dan kiri bertingkat dua, sehingga keseluruhannya berjumlah tujuh.
Tradisi ini dijalankan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur para nelayan atas limpahan rezeki yang diperoleh dari laut. Sebelum perahu dihanyutkan, masyarakat mengadakan pertunjukan tari-tarian sebagai simbol sukacita dan penghormatan kepada Allah SWT.
Tradisi Iraw Tengkayu juga memuat makna religius yang mendalam. Hal ini tercermin dari simbol-simbol seperti lima tiang pada perahu padaw tuju dulung yang merepresentasikan kewajiban salat lima waktu dalam sehari semalam. Warna dan elemen simbolik lainnya pada perahu pun sarat dengan filosofi spiritual sebagai wujud penghormatan dan ketundukan kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
![]() |
Sebagai bagian penting dari identitas budaya Suku Tidung, Iraw Tengkayu terus dilestarikan dan berkembang di tengah masyarakat. Tradisi ini bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia pada tahun 2017.
Kini, Iraw Tengkayu sudah menjadi perayaan festival yang dimeriahkan dengan berbagai kegiatan budaya seperti Pekan Kebudayaan Daerah, tarian daerah, serta perlombaan tradisional seperti lomba sumpit, perahu hias, dan lari maraton.
Pelarungan Padaw Tuju Dulung dalam Tradisinya
Salah satu prosesi utama Iraw Tengkayu adalah pelepasan padaw tuju dulung atau perahu tujuh haluan ke laut yang berisi sesaji atau pakan. Ini merupakan simbol syukur masyarakat Kota Tarakan atas rezeki kelautan dan perikanan selama setahun penuh.
Pada bagian bawah perahu dipasang beberapa bilah bambu yang digunakan oleh para pemuda untuk mengangkut Padaw Tuju Dulung. Dalam prosesi Padaw Tuju Dulung, perahu hias ini diangkat oleh para pemuda menggunakan bilah bambu.
Perahu hias dengan tujuh haluan itu diarak keliling kota oleh para pemuda, baru kemudian dihanyutkan ke laut sebagai simbol rasa syukur dan penghormatan kepada leluhur.
Perahu ini memiliki struktur khas, yakni satu haluan tengah yang terdiri dari tiga tingkat, serta dua haluan samping masing-masing dua tingkat, sehingga totalnya ada tujuh tingkat. Angka tujuh ini melambangkan hari dalam satu minggu, yang menggambarkan siklus hidup manusia yang terus berulang.
Warna-warni perahu pun sarat akan makna. Warna kuning yang berada di bagian paling atas melambangkan kehormatan dan kedudukan tinggi. Sementara satu tiang tertinggi di perahu menyimbolkan keesaan Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT.
Lima tiang lain yang ada di bagian tengah mewakili kewajiban salat lima waktu umat Islam. Tiang-tiang ini berfungsi sebagai penyangga kain (pari-pari) yang digunakan sebagai atap.
Pada bagian tengah ini juga terdapat bangunan mini berbentuk rumah beratap tiga tingkat yang disebut meligay, lengkap dengan atap bertingkat tiga dan empat pintu pada setiap sisinya. Ini menjadi tempat meletakkan sesaji (pakan) yang kemudian dihanyutkan ke laut.
Pakan yang dihanyutkan ke laut sebagai simbol penghormatan dan doa kepada Tuhan agar hasil laut terus melimpah. Pelarungan Padaw Tuju Dulung menjadi penanda puncak acara Iraw Tengkayu.
Tradisi Iraw Tengkayu adalah ritual penting dalam kehidupan masyarakat Tidung di Tarakan. Melalui pelarungan padaw tuju dulung ke laut, mereka menyampaikan rasa syukur dan harapan untuk hasil laut yang lebih baik di masa depan.
(aau/aau)