Kalimantan bukan sekadar pulau besar dengan hutan tropis yang lebat. Tanah Borneo adalah rumah bagi sejarah, nilai-nilai adat yang tertanam kuat, dan komunitas asli yang telah menjaga harmoni hidup dengan alam selama berabad-abad.
Salah satu komunitas yang paling dikenal adalah suku Dayak, dengan puluhan subetnis, bahasa, dan sistem budaya yang sangat kompleks. Namun terkadang, masih ada orang terutama anak rantau, yang datang tanpa memahami bahwa rasa hormat adalah kunci utama untuk diterima di tanah ini.
Salah satu larangan tak tertulis yang sering digaungkan warga lokal, terutama para tetua adat, adalah 'jangan memandang rendah orang Dayak'. Ini bukan semata soal sopan santun, tapi tentang menghargai peradaban yang jauh lebih tua dari banyak kota yang kini berdiri megah di Pulau Borneo.
Orang Dayak dan Kekuatan Budayanya
Masyarakat Dayak bukan kelompok homogen. Mereka terbagi menjadi banyak subetnis seperti Ngaju, Kenyah, Iban, Benuaq, Punan, dan lain-lain, yang masing-masing memiliki bahasa, tradisi, dan sistem kepercayaan sendiri.
Dalam penelitian yang dilakukan Iban dkk tahun 2015 dari Universitas Gadjah Mada, masyarakat Dayak Ngaju hidup dalam struktur adat yang sangat kuat, terutama melalui ritual spiritual seperti tiwah. Ritual ini mengandung nilai-nilai kesetaraan dan penghormatan terhadap leluhur, serta meneguhkan keberadaan masyarakat sebagai bagian dari keharmonisan alam.
Muhammad Husni dalam penelitiannya tentang perspektif cendekiawan muslim Dayak juga menjelaskan orang Dayak Ngaju hidup dalam ikatan yang kuat dengan tanah leluhur, roh nenek moyang, serta aturan adat yang disebut handep. Sistem sosial mereka tidak individualistis, melainkan berorientasi pada kerukunan, gotong royong, dan keseimbangan antara manusia, alam, dan roh.
Maka dari itu, dalam banyak kasus konflik sosial yang terjadi antara pendatang dan warga Dayak, akar persoalannya bukan karena etnis atau agama, tapi karena ketidaktahuan terhadap struktur budaya dan nilai-nilai lokal.
Salah satu nilai utama adalah pantang menghina atau merendahkan martabat sesama manusia, terlebih jika orang tersebut merupakan bagian dari komunitas adat yang dihormati.
Mengapa Anak Rantau Harus Menjaga Sikap?
Menjadi anak rantau bukan hanya soal merantau untuk belajar atau bekerja. Namun, detikers membawa nama baik tempat asal ke tanah orang. Maka penting untuk menjaga sikap, terlebih di wilayah dengan budaya kuat seperti Kalimantan.
Suku Dayak sangat menjunjung tinggi prinsip saling menghormati, dan mereka bisa sangat terbuka kepada pendatang yang datang dengan niat baik dan sikap sopan. Sebaliknya, memandang rendah orang Dayak, baik melalui ucapan, gestur, atau perlakuan diskriminatif, bisa memicu ketegangan. Ini bukan hanya perkara 'tersinggung', tapi bisa dianggap melanggar norma adat yang sudah diwariskan turun-temurun.
Tidak jarang, konflik antarkelompok di Kalimantan bermula dari sikap arogan pendatang yang menganggap orang Dayak 'kampungan' atau 'ketinggalan zaman'. Padahal, masyarakat Dayak memiliki filosofi hidup yang sangat dalam dan cara hidup berkelanjutan yang kini bahkan jadi contoh dalam isu pelestarian lingkungan.
Larangan memandang rendah orang Dayak juga sejalan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan 'negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia'. Artinya, penghormatan terhadap orang Dayak bukan hanya etika sosial, tapi amanah konstitusional.
Bukan soal Takut, tapi Saling Menghormati
Sebagian orang mungkin bertanya kenapa harus segan pada orang Dayak? Jawabannya bukan karena takut, tapi menghormati tanah yang sedang kita pijak.
Orang Dayak bukan masyarakat yang mudah tersulut, tapi mereka punya harga diri yang tinggi. Mereka menjaga hutan, air, dan kampung mereka dengan nilai-nilai yang diwariskan. Mereka bisa sangat bersahabat, sekaligus sangat terluka jika dihina.
Di Kalimantan, banyak anak rantau yang akhirnya dianggap keluarga sendiri karena mereka datang dengan hati terbuka dan mulut yang dijaga. Jika detikers ingin tinggal lama dan damai di tanah ini, maka pelajaran pertamanya adalah jangan pernah memandang rendah orang Dayak. Mengenai etika sosial di Kalimantan tersebut, sebelumnya telah diulas dalam situs resmi Selolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo dengan judul Etika Sosial di Kalimantan, Anak Rantau Harus Tahu.
Simak Video "Berinteraksi dengan Anak-anak dan Penyu di Pantai Kalimantan "
(sun/des)