Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jogja, Afnan Hadikusumo-Singgih Raharjo menyatakan sikap tegas peredaran miras (minuman keras) di Jogja. Selain menolak peredaran miras, mereka juga fokus pada isu sampah dan pengembangan kota inklusif.
Dalam sesi diskusi publik Election Corner di FISIPOL UGM pada Rabu (30/10/2024), Afnan-Singgih membeberkan alasan menolak peredaran miras di Jogja.
"Kami secara tegas menolak peredaran minuman keras sebagai upaya menjaga stabilitas sosial dan budaya kota, serta mengedepankan nilai- nilai yang menjadi identitas lokal Jogja," ujar Afnan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Afnan-Singgih juga menyoroti pentingnya penanganan isu sampah yang semakin mendesak di Jogja. Menjawab kondisi darurat di TPA Piyungan, Paslon nomor urut 3 ini berkomitmen melakukan penanganan dalam 100 hari pertama melalui langkah-langkah yang minim dampak negatif terhadap lingkungan.
"Kami tidak ingin hanya memberikan solusi sesaat; kami ingin menciptakan sistem pengelolaan sampah yang benar-benar berkelanjutan, sehingga Yogyakarta dapat menjadi kota yang lebih bersih dan hijau di masa mendatang," tambah Afnan.
Sementara dalam aspek inklusivitas, Afnan-Singgih menegaskan komitmen mereka untuk mewujudkan Kota Jogja yang lebih ramah bagi penyandang disabilitas melalui program Pas Harmonis dan Inklusif.
Mengacu amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Afnan-Singgih berfokus pada penyediaan fasilitas publik yang lebih aksesibel dan dukungan bagi difabel dalam mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan yang setara.
"Inklusivitas bukan sekadar jargon bagi kami. Kami berkomitmen menjadikan Yogyakarta sebagai kota yang ramah dan bisa diakses oleh seluruh warganya, sesuai dengan SDGs tentang kesetaraan dan aksesibilitas yang adil," jelas Singgih.
Selain menjamin aksesibilitas, Afnan dan Singgih juga menekankan pentingnya partisipasi komunitas difabel dalam perumusan kebijakan publik. Afnan-Singgih bakal mengadakan forum rutin yang memungkinkan difabel berperan aktif dalam kebijakan-kebijakan yang berdampak pada kehidupan mereka.
"Jogja harus menjadi kota yang mendengar semua warganya. Kami ingin menciptakan kebijakan yang inklusif dengan melibatkan difabel dalam proses pengambilan keputusan, bukan sekadar kebijakan dari atas ke bawah," kata Singgih.
(ega/ega)