Perayaan Tahun Baru Imlek identik dengan sajian kue keranjang. Kuliner ini menjadi sajian wajib selama perayaan. Baik sebagai sajian untuk keluarga maupun persembahyangan ke para leluhur.
Salah satu sentra di Jogja yang masih bertahan hingga saat ini adalah Kue Keranjang Lampion yang berada di Danurejan. Produsen yang berdiri sejak era kemerdekaan ini masih tetap berproduksi setiap Imlek dengan mempertahankan resep otentik.
"Sudah lama sejak 65 tahun lebih ada. Sejak orang tua saya dulu. Kalau sekarang generasi kedua," jelas pewaris Kue Keranjang Lampion, Sulistyowati (80) saat ditemui di rumah produksinya, Danurejan, Kota Jogja, Minggu (26/1/2025) siang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sulistyowati tak sendiri, dia mempertahankan warisan keluarganya ini bersama sang adik Sianiwati (77). Keduanya adalah generasi kedua dari Kue Keranjang Lampion.
Imlek tahun ini, keduanya hanya memproduksi kue keranjang selama dua pekan. Tepatnya dari tanggal 14 Januari hingga 27 Januari 2025. Tradisi buka selama 2 pekan ini berlangsung setiap tahunnya.
"Jadi buka itu menjelang Imlek, cuma 2 mingguan. Tahun ini buka dari 14 Januari sampai besok Senin ini (27/1/2025). Jadi setiap tahun itu cuma buka 2 Minggu saja," katanya.
Sulistyowati menuturkan Kue Keranjang Lampion mempertahankan resep asli dan alami. Hanya berbahan baku tepung ketan dan gula. Setelahnya dimasak selama sembilan jam nonstop dengan api besar berbahan bakar minyak tanah.
"Kue keranjang produksi kami itu bisa awet lama karena masaknya juga lama. Bahan bakunya cuma gula dan tepung ketan saja. Bahan alami tanpa tambahan lainnya," ujarnya.
Kue Keranjang Lampion dijual dengan harga Rp 54 ribu per kilonya. Untuk ukuran kecil, berisikan 5 kue keranjang. Sementara untuk ukuran sedang ada 3 kue dan 1 kue jika ukurannya besar.
Untuk rasa, Sulistyowati hanya menyajikan rasa original. Inilah yang menjadi ciri khas Kue Keranjang Lampion. Berupa rasa original tanpa bahan pengawet dan perasa buatan.
Tak bekerja sendiri, dalam produksi Sulistyowati dan Sianiwati dibantu oleh enam orang pekerja. Semuanya berasal dari Semanu, Gunungkidul. Seluruhnya adalah buruh tani yang beralih profesi selama dua pekan menjadi pembuat kue keranjang.
Salah satunya adalah Mariyem (65) yang sudah ikut bekerja membuat kue keranjang sejak usianya 15 tahun. Hingga kini, dia dan sejumlah warga Semanu lainnya selalu datang setiap tahunnya. Produksi kue keranjang setiap hari hingga menjelang puncak Tahun Baru Imlek.
"Di sini sejak tahun 1973, masih usia 15 tahun dulu. Keseharian di Semanu sebagai buruh tani, setahun sekali ke sini untuk membantu," katanya.
Dalam sehari, Mariyem dan teman-temannya bisa produksi hingga 700 kilogram. Resepnya tidak pernah berubah dari dulu. Berupa campuran tepung ketan dan gula yang diayak dan dimasak selama 9 jam nonstop.
"Biasanya 2 minggu itu menginap di sini, kalau mau Imlek baru ke sini. Dulu bisa sampai sebulan, karena dulu produksinya sedikit karena keterbatasan alat. Ada 6 orang dari Semanu," ujarnya.
Selama 2 pekan produksi, Mariyem dan keenam rekannya menginap di rumah produksi. Ini karena proses memasak tidak bisa ditinggal sama sekali. Sehingga perlu perhatian rutin selama seharian.
Keenamnya datang secara bersamaan dengan naik bus. Setelah turun di terminal langsung menuju rumah produksi.
"Barengan naik bus ke sini. Kalau sudah selesai ya pulang. Semua sudah hafal, resepnya cuma tepung ketan dan gula. Resep terjaga dari dulu tidak pakai tambahan pengawet dan lainnya," katanya.
(ahr/rih)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu