Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Abdul Mu'ti, menyebut bahwa Artificial Intelligence (AI) dan coding akan diajarkan pada mulai dari kelas 4 SD hingga SMP. Peneliti isu masyarakat digital, Deputi Sekretaris dari Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, Iradat Wirid memberikan sejumlah catatan.
Iradat menyebut gagasan ini cukup menarik untuk membuka ruang eksplorasi pada anak. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan.
"Karena memaksakan memberi beban pada anak hanya untuk ambisi pemerintah dalam menciptakan talenta digital tidaklah tepat. Materi ajar harus sesuai dengan kapasitas anak," kata Iradat, dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Jumat (22/11/2024).
Menurutnya, bekal yang pertama kali harus diberikan pada siswa adalah logika berpikir agar tercipta pemecahan masalah yang baik. Ia menjelaskan bahwa programmer atau coder harus dapat menyelesaikan masalah secara berurutan dalam sistem coding.
Oleh sebab itu, diperlukan juga pengajaran moral mengenai kesabaran dan ketelitian tinggi sehingga tidak perlu mengulang pekerjaan dari awal.
"Siswa harus diberi pemahaman hakikat dari proses agar tidak terjebak dengan keinstanan AI," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iradat mengusulkan, pembelajaran coding secara teknis dapat dikemas dengan konsep belajar sambil bermain. Jika kapasitas anak tergolong mampu, dapat dilakukan praktik pembuatan game sederhana untuk jenjang SMP atau SMA.
"Diajarkan saja dengan metode-metode yang menyenangkan, sesuai dengan kapasitas usianya. Jangan membebani dengan tuntutan harus jadi coder di usia segitu," ungkapnya.
Di sisi lain, perihal pengkhususan mata pelajaran AI dan Coding diperuntukkan di sejumlah sekolah terpilih saja, Iradat memandang hal itu tidak tepat. Karena dari segi tenaga pengajar, menurutnya guru-guru muda diharuskan mengajarkan logika matematika dan logika komputasi yang rasional dan kembali pada konsep dasar.
"Eksklusifitas pembelajaran itu tidak pernah bagus. Tidak perlu ambisius dan buru-buru karena ini semua harus disiapkan secara totalitas," tambahnya.
Sebaliknya, ia menuntut agar pemerintah dapat menciptakan program yang lebih inklusif dan merata. Iradat melanjutkan, jika program ini hanyalah pilot project, ia menilai agar sampel percobaannya tidak hanya membidik pada sekolah di kota-kota besar dan sekolah yang sudah maju saja.
Prinsip pemerataan dan keadilan baginya harus menjadi hal yang utama.
"Kalau nanti hanya memilih di sekolah yang bagus, itu berarti cherry picking (pembenaran sepihak)," pungkasnya.
Sebelumnya, melansir detikEdu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) akan menjadikan coding dan artificial intelligence (AI) sebagai mata pelajaran (mapel) pilihan di SD dan SMP. Namun, tak semua sekolah akan memiliki mapel tersebut.
Mendikdasmen, Abdul Mu'ti menegaskan dua mapel itu akan diterapkan di sekolah yang sudah siap. Maksudnya, sekolah yang telah mempunyai sarana internet baik dan alat yang mumpuni.
"Karena itu membutuhkan alat-alat yang canggih, sarana internet yang bagus. Sementara kita ketahui, belum seluruh sekolah kita ini memiliki sarana itu," ujarnya dikutip dari laman Puslapdik, Jumat (15/11/2024).
Mu'ti menyampaikan pihaknya saat ini belum menemukan solusi terkait fasilitas teknologi. Kemdikdasmen kini masih dalam tahap mempelajari model dan materi pembelajarannya.
"Yang siap saja yang melaksanakan," tambah Mu'ti.
(apl/rih)
Komentar Terbanyak
Birdha Diduga Aniaya Driver di Godean Ternyata Bukan Mas-mas Pelayaran
Forum Ojol Yogyakarta Buka Suara soal Ricuh Massa Driver di Godean
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab