Cerita Haru Napak Tilas Ortu Mendiang Marchia Mahasiswi UGM

Round-Up

Cerita Haru Napak Tilas Ortu Mendiang Marchia Mahasiswi UGM

Tim detikJogja - detikJogja
Sabtu, 17 Agu 2024 07:45 WIB
Orang tua Marchia R.M. Hutabarat saat mengikuti kuliah perdana di FEB UGM, menggantikan putri mereka yang sudah meninggal, Rabu (14/8/2024).
Orang tua Marchia R.M. Hutabarat saat mengikuti kuliah perdana di FEB UGM, menggantikan putri mereka yang sudah meninggal, Rabu (14/8/2024). Foto: dok. UGM
Jogja -

Momen perkuliahan perdana Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu (14/8) seketika berubah haru setelah duduk pasangan suami istri Sebastian Hutabarat dan Imelda Tiurniari Napitupulu. Mereka adalah orang tua Marchia R.M Hutabarat, mahasiswa baru Manajemen yang meninggal pada 17 Juni 2024 lalu.

"Saya membayangkan Marchia ada duduk di tengah-tengah kalian," kata Sebastian dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Jumat (16/8/2024).

Tidak hanya hadir dalam perkuliahan perdana itu, orang tua Marchia bersama putri sulungnya, Nada (19) juga melakukan perjalanan napak tilas ke sejumlah tempat yang pernah dikunjungi mendiang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tempuh 3 Ribu Km Naik Mobil

Ditemui di Wonosari, Gunungkidul, Sebastian mengungkapkan mereka berkendara menaiki mobil dari kampung halaman mereka di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara menuju ke Jawa yang jaraknya 3 ribu kilometer. Mereka melangsungkan perjalanan sejak 20 Juli 2024.

Napak tilas itu tidak hanya untuk mengenang putri kedua mereka. Suami istri juga hendak mengantar putri sulung mereka, Nada yang masih mengenyam pendidikan di ISI Jogja.

ADVERTISEMENT

"Akhirnya kami sengaja meski keluarga tidak setuju dengan naik darat pakai mobil. 3 ribu km kami tempuh pakai mobil supaya kami bisa banyak waktu bertiga di jalan," paparnya.

"Tujuannya saling mengenal, saling men-support dalam kedukaan termasuk mempersiapkan mental dia (Nada). Jadi bukan hanya napak tilas. Bagaimana lah supaya how interact in love. Tapi ini cara yang terbaik melalui ini," imbuh sang istri, Tiurniari (52).

Kunjungi Tempat yang Pernah Didatangi Mendiang

Selama di Gunungkidul, diketahui keluarga Hutabarat mengunjungi Obelix Sky View di Purwosari, Kamis (15/8) malam. Tempat itu membekas di lubuk hati mereka karena Marchia pernah mengunjunginya pada 13 Juni 2023.

Sebastian (54) menuturkan dalam kunjungannya tersebut, mereka mencoba makanan yang pernah dipesan Marchia. Selain itu, mereka duduk dan berfoto di lokasi Marchia juga duduk dan mengambil foto.

"Kami pesan makanan yang Marchia suka, di mana dia foto kami jalani, di mana dia duduk saya coba rasakan itu. Makanan apa yang dia suka, kenapa dia suka itu," kisahnya.

Kedua orang tua mendiang Marchia mahasiswi UGM, Sebastian dan Napitupulu saat ditemui di Wonosari, Gunungkidul, Jumat (16/8/2024).Kedua orang tua mendiang Marchia mahasiswi UGM, Sebastian dan Napitupulu saat ditemui di Wonosari, Gunungkidul, Jumat (16/8/2024). Foto: Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja

Dari Gunungkidul, mereka berkendara ke Jogja di mana mereka sempat berkunjung ke pameran tunggal kawasan Tirtodipuran. Sebastian bercerita tempat itu adalah rekomendasi novelis ternama Dewi Lestari atau yang beken dengan panggilan Dee.

"Ada satu pameran yang bagus kemarin di Tirtodipuran di Jogja. Dewi Lestari yang bilang 'kalau masih sempat abang harus ke sana'," tuturnya.

Di sana, mereka sempat melihat patung Bunda Maria yang menggendong jenazah Yesus Kristus. Sebastian berkata istrinya sempat menangis saat berada lokasi tersebut.

"Nangis lah terus dia (Tiurniari) karena dia rasakan betul seperti itu dia menggendong Marchia (saat meninggal)," ungkapnya. "Saya bisa rasakan momen itu di mana seorang ibu menggendong jasad anaknya," lanjutnya.

Puncak Perjalanan di Nepal Van Java Magelang

Sebastian melanjutkan puncak dari perjalanan mereka adalah saat ke Nepal Van Java, Magelang, Jawa Tengah. Pasalnya, di sanalah Marchia mengembuskan napas terakhir.

Mereka berencana mengunjungi penginapan tempat Marchia meninggal. Sebastian berujar mereka akan memesan kamar yang sama di mana dia akan merasakan bantal yang pernah dipakai anaknya.

"Nanti akan kami jalani lagi tempat itu. Sampai kalau bisa kami akan menginap di kamar yang sama. Saya akan tidur di bantal yang sama," ungkapnya.

Mereka menegaskan tidak menyalahkan siapa pun atas kepergian Marchia. Malah, Tiurniari mengungkapkan ia mencintai Nepal Van Java.

Baginya, tempat itu adalah tempat yang spesial karena menjadi lokasi terakhir putrinya sebelum pergi untuk selamanya. Menurutnya, Nepal Van Java bukanlah tempat sial.

"Tidak ada kesalahan penginapan itu, tidak ada. Kami tidak akan menyalahkan siapa pun," ungkapnya.

"Kita akan ke sana lah, ke tempat dia kembali. Saya merasa tempat itu spesial karena Tuhan memilih dia pergi, bukan tempat sial. Saya in love with them," lanjutnya.

Ceritakan Detik-detik Marchia Meninggal

Baik Sebastian dan Imelda Tiurniari kemudian menjabarkan detik-detik putrinya meninggal saat berwisata di Magelang.

"Saat itu saya ditelepon istri. Dia mengawali dengan bilang jangan kaget, Marchia meninggal. Sontak perasaan saya berkecamuk saat itu karena posisi jauh di Balige, sementara Marchia di Yogyakarta," jelasnya.

Tiurniari diketahui sudah berada di Jogja untuk mempersiapkan kebutuhan kuliah putri keduanya. Dia pun mengajak dua buah hatinya berwisata ke Magelang.

Awalnya, liburan itu baik-baik saja. Namun, susana berubah setelah Marchia tidak juga keluar dari kamar mandi.

"Saat tiba di penginapan, Marchia bilang akan mandi. Setelah 30 menit lebih kok tidak keluar-keluar, saya ketuk-ketuk tidak ada sahutan dan akhirnya pintu saya buka, Marchia sudah dalam kondisi pingsan," paparnya.

Semula Imelda mengira putrinya hanya bercanda. Namun karena tak kunjung merespons saat dibangunkan, Imelda segera membawa putrinya itu ke fasilitas kesehatan terdekat yang berjarak 15 kilometer dari penginapan.

"Waktu itu yang terdekat Puskesmas, itu pun kondisi sepi karena libur Idul Adha. Saat tiba di sana saya sudah merasa kalau Marchia sudah nggak ada dan ternyata benar," tuturnya.

Ungkap Hadiri Kuliah Perdana Manajemen UGM

Kehadiran mereka dalam perkuliahan perdana itu sebenarnya tak disangka-sangka. Tiurniari mengatakan ia awalnya hendak mengabarkan bahwa mereka adalah wali Marchia. Sekitar 1-2 minggu setelah kepergian Marchia, mereka menelepon kampus.

"Saya telepon ke UGM kan Marchia aktif tiba-tiba tidak aktif (sebab meninggal). Hanya itu komunikasi kami," katanya.

"Kepergian kami ke Jogja untuk mem-follow up itu kan. Senin itu kami datang untuk silaturahmi bahwa Marchia sudah meninggal," imbuhnya.

Sebastian melanjutkan setibanya mereka di kampus, mereka kebingungan karena tak mengenal siapa pun. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang menyapa mereka. Ia diketahui bernama Rina Herani yang menjadi dosen pengampu mata kuliah di FEB UGM.

"Kita kan nggak tahu mau menemui siapa. Ada seorang ibu keluar dari kantor. Kenalan oh ibu dosen, Ibu Rina," kata Sebastian saat bersama Tiurniari.

Sebastian lantas menceritakan kabar meninggalnya Marchia. Rina yang mendengar kemudian terharu.

Ternyata memang Rina mengampu kelas Ilmu Pengantar Bisnis yang seharusnya diikuti oleh Marchia pada Rabu (14/8). Sebastian mengatakan kepada Rina dirinya dan istrinya itu ingin merasakan suasana kuliah yang seharusnya dihadiri oleh putrinya.

"Saya ngomong reflek 'Bu kalau ingin datang ke mata kuliah untuk merasakan suasana kuliah'. Disambut sama Ibu itu 'Mas, saya besok hari Rabu ada ngajar kalau mau'," ungkapnya.

"Jadi memang tidak ada niat secara formal (mengikuti kelas Marchia). Insidental," timpal sang istri, Tiurniari.

Dari Bantul, mereka berangkat pukul 06.00 WIB supaya bisa mengikuti kelas yang seharusnya diikuti Marchia pukul 07.00 WIB. Namun, mereka terjebak macet di perjalanan yang membuat ketiganya terlambat.

"Macet, sampailah jam 07.07. Nggak berani kita masuk," ungkapnya.

Akhirnya mereka bertiga ke kantin kampus. Ternyata mereka dijemput oleh Rina dan mengatakan bahwa kedatangan mereka sudah ditunggu.

"Santailah di kantin dan disamperin (oleh Rina). Sudah ditungguin," kisahnya.

Akhirnya, Sebastian mengatakan mereka bertiga masuk kelas pada pukul 08.00 WIB. Di kelas itu, mereka diminta untuk menceritakan kisah kepergian Marchia.

"Kami diminta untuk menceritakan kepergian Marchia. Remuk sebenarnya dari kalau dari sudut kesedihan. Anak 18 tahun berprestasi tapi bagi kami, kami tahu bahwa Tuhan pilih kami karena kami kuat," ungkap Sebastian dengan menahan tangisnya.

Sebastian mengatakan mereka seakan melihat anaknya hadir di kelas tersebut. Mereka merasa kelas tersebut seharusnya menjadi ruangan anaknya belajar.

"Seperti saya melihat Marchia hadir dengan anak-anak yang lain," ujarnya.

Tiurniari mengungkapkan seisi kelas tersebut menangis. Tiurniari juga mengatakan berdasarkan pengakuan Rina, insiden tersebut bisa terjadi kepada siapa pun.

"Semuanya nangis di kelas," ungkapnya.

Ketiganya sempat mengikuti kuliah selama satu jam. Sebastian berkata dirinya membayangkan putrinya akan keasyikan mengikuti kuliah karena pengajarannya memang menyenangkan.

"Kita jadi pantes ya, asyik. Saya jadi bayangkan bagaimana anak ini (Marchia) ikut kelas ini. Pasti senang dia gitu-gitu," kisahnya dengan nada dan gestur tubuh yang antusias.

Tiurniari melanjutkan teman kelas Marchia mereka anggap sebagai anak mereka sendiri. "Saya juga menganggap teman-teman kelas itu anak saya sendiri," tuturnya.

Ucapan Belasungkawa dari FEB UGM

Sementara itu, Wakil Dekan FEB UGM Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Bayu Sutikno, menyampaikan keluarga besar FEB UGM turut berduka atas berpulangnya Marchia Hutabarat. Kehadiran orang tua Marchia di pekan pertama perkuliahan memunculkan rasa kehilangan yang begitu mendalam.

Namun di sisi lain menunjukkan komitmen dan semangat untuk memotivasi kolega almarhum untuk memanfaatkan kesempatan terbaik berkuliah di FEB UGM.

"Almarhum yang diterima di UGM melalui jalur SNBP menunjukkan prestasi yang sangat tinggi dan semangat gigih dari Balige, Sumatera Utara untuk menuntut ilmu di Yogyakarta," ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Jumat (16/8).

Kepergian Marchia sekaligus mengingatkan mahasiswa untuk menjaga kesehatan dan menjaga komitmen dari orang tua.

"Selamat jalan Marchia, semangat dan perjuanganmu selalu menginspirasi kami," pungkas Bayu.




(apu/apu)

Hide Ads