Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) bertahan berkemah di depan Balairung atau gedung Rektorat UGM. Mereka memprotes soal Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal.
"Ini sudah hari keempat (berkemah), rencananya masih di sini sampai kebijakan IPI-nya dicabut," kata Al (21), salah satu peserta aksi saat ditemui di tenda yang berada di depan Balairung, Kamis (30/5/2024).
Mahasiswa UGM jurusan Filsafat ini mengaku aksi ini sebagai upaya jemput bola untuk memperjuangkan regulasi yang lebih layak untuk mahasiswa. Unjuk rasa dilakukan dengan berkemah dan mengadakan sejumlah kegiatan serta rapat organisasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita dan teman-teman lagi coba eksperimen cara-cara aksi nonkonvensional atau okupasi ruang seperti ini. Kita merencanakan aksi sebelum adanya Keputusan Menteri itu, makanya daripada kita menunggu ketidakjelasan mending kita yang jemput bola," ucap Al.
Mereka tetap bertahan melanjutkan unjuk rasa dengan tuntutan soal uang pangkal dan perbaikan restrukturisasi UKT.
"Kemarin yang dicabut kan pembaruan yang kenaikan UKT dan IPI, kalau di UGM yang bermasalah itu restrukturisasi UKT, kita (UGM) dari tahun lalu bermasalah, kita melakukan penolakan dari tahun lalu. Kalau bisa dibilang ini lanjutan dari perjuangan tahun-tahun sebelumnya," ujar Al.
Disebut restrukturisasi UKT bermasalah karena sejak tahun 2023 terdapat perubahan jumlah golongan UKT di UGM yang berawal dari 8 golongan menjadi hanya 5 golongan. Hal tersebut dirasa menjadikan beban bagi orang tua mahasiswa kelas menengah. Selisih biaya UKT antargolongan menjadi lebih besar, padahal sebelumnya kelas menengah punya lebih banyak opsi-opsi golongan.
Pada tahun sebelumnya, mahasiswa UGM juga ada yang melakukan aksi penolakan pengadaan IPI. Terutama setelah UGM menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
"Sejak UGM mulai ditetapkan sebagai PTNBH ini kan ada implikasi dalam pengurangan porsi anggaran untuk perguruan tinggi. Mungkin teman-teman Rektorat cari cepat dengan membebankan itu ke UKT-nya mahasiswa," ucap Al.
"Kami menuntut pencabutan IPI dan kembalikan ke 8 golongan UKT. Kalau rentang 5 golongan ini, kenaikan biaya per golongannya itu sangat banyak. Misalnya prodi yang UKT paling mahalnya Rp 20-an juta, berarti dari 0 ke golongan 1 itu naiknya Rp 6 juta langsung. Sedangkan ketika 8 golongan itu masih ada dari 0, Rp 500 ribu, dan Rp 1 juta. Ada kasusnya kemarin dengan pendapatan Rp 1 juta per bulan harus menabung Rp 700 ribu untuk bayar UKT anaknya. Itu kan berarti 70% rasio pengorbanannya. Itu kan gila, dia cuma punya Rp 300 ribu untuk biaya hidup per bulannya," tambahnya.
"Padahal UGM berkomitmen untuk melepaskan Indonesia dari Middle Income Trap, hal tersebut kan sangat kontradiktif dengan UKT yang diterapkan sekarang. Selain IPI, itu (UKT) menjadi masalah juga," ujar Al.
Menanggapi aksi mahasiswa, berdasarkan pantauan tim detikJogja pada pukul 16.17 WIB, sejumlah pimpinan UGM mendatangi tenda-tenda tempat mahasiswa unjuk rasa dan melakukan dialog secara langsung untuk mendengarkan keluhan mahasiswa.
"Keputusan yang akan kami ambil adalah, pertama kita akan kembali kepada Keputusan Rektor mengenai UKT 2023-2024, termasuk di situ ada namanya SSPU (Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul) namun diganti dengan IPI sesuai dengan Kepmen (Keputusan Menteri). Secara detail dari 93 prodi reguler S1 dan S1 terapan kembali ke kebijakan sebelumnya," ujar Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan UGM, Prof Supriyadi.
"Namun IPI akan diterapkan untuk mahasiswa yang masuk ujian mandiri, dan mereka akan sesuai dengan penghasilan orang tuanya berada pada UKT pendidikan unggul tidak bersubsidi. Besarannya masih sama tahun sebelumnya, untuk fakultas sosio humaniora Rp 20 juta sedangkan kelompok saintek dan kesehatan adalah Rp 30 juta," sambungnya.
Namun beberapa mahasiswa masih tetap tidak setuju mengenai pilihan universitas untuk melanjutkan penerapan kebijakan UKT tahun 2023 (5 golongan) untuk ke depannya. Walaupun begitu Supriyadi mengakui universitas akan memastikan ada beberapa cara untuk memudahkan beban ekonomi mahasiswanya.
"Apa mekanismenya? Mulai dari pembayaran yang dari tidak harus sekaligus dibayar, atau kemudian teman-teman Ditmawa (Direktorat Kemahasiswaan) akan mencarikan alokasi bantuan beasiswa atau bantuan khusus UKT," ujar Supriyadi.
"Prinsipnya sebagaimana yang Rektor sudah tetapkan dan sampaikan, jangan sampai ada orang yang sudah diterima di UGM kemudian tidak mampu melanjutkan kuliah karena tidak mampu membayar," sambungnya.
Baca juga: Alasan UGM Tak Jadi Naikkan UKT 2024 |
Artikel ini ditulis oleh Dayinta Ayuning Aribhumi dan Duhita Diptyarani Tsabita, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(rih/apu)
Komentar Terbanyak
Sultan HB X soal Polemik Pemanfaatan Lahan Pantai Sanglen: Yang Ngijinke Sopo
UAD Bikin Rudal Merapi Antipesawat, Mampu Kunci Target dengan Cepat
Pakar UGM Sebut Pajak Toko Online Langkah Positif, tapi...