Di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdapat seni tradisional bernama tari Incling. Tarian ini diyakini sudah berkembang sejak zaman penjajahan dan lahir sebagai media penggerak para pejuang dalam upaya memerdekakan Indonesia.
detikJogja berkesempatan melihat langsung pertunjukan tari Incling di kompleks petilasan Gunung Lanang, Bayeman, Sindutan, Temon, Kulon Progo, pada Minggu (14/9). Pementasan ini jadi bagian dalam kegiatan bertajuk Doa Kebangsaan dan Peringatan Kemerdekaan Indonesia.
"Kegiatan ini murni swadaya, istilah anak-anak patungan meskipun ada juga dari jauh yang membantu. Adapun kegiatan ini masih dalam rangka memperingati HUT ke-80 Indonesia. Kita bersyukur atas nikmatnya kemerdekaan ini, tapi sama-sama kita ketahui bahwa di dalam ulang tahun ke-80, bangsa negara ini sedang menghadapi cobaan, godaan, sebagaimana kita ketahui Indonesia sedang tidak baik-baik saja," ucap Koordinator Acara, Toni Hari Prasetyo, saat ditemui di sela-sela acara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan tetapi kita ingin semua kembali baik. Tidak ada kekuatan, alat maupun daya bagi masyarakat yang ingin kedamaian, keadilan, kemakmuran, kecuali dengan kekuatan doa. Sehingga tajuk kita di Gunung Lanang ini, sama-sama memanjatkan doa kepada Tuhan, agar bangsa Indonesia segera mendapatkan keamanan dan ketertiban," imbuhnya.
Toni mengatakan seni Incling dipilih jadi bagian acara karena punya sejarah panjang yang menyertai lahirnya Indonesia. Ada cerita kesenian ini berkaitannya dengan kisah laskar Pangeran Diponegoro di Kulon Progo.
![]() |
"lncling ini sejarahnya dulu bagian daripada yang dibina laskar Pangeran Diponegoro ketika menuju ke Bagelen (Purworejo), untuk memberikan, menggugah semangat masyarakat, atau sekarang lebih dikenal dengan pertahanan rakyat semesta," ucapnya.
Masyarakat waktu itu lanjut Toni berlatih fisik untuk pertempuran lewat metode Tarian Incling. Dalam tarian tersebut juga ada adegan peperangan, yang dijadikan gambaran masyarakat mengenai kerasnya medan tempur.
"Jadi ini dilakukan melalui cara-cara tersendiri, melatih fisik mereka lewat tarian yang powerful. Dalam Incling juga adegan pertempuran, ini jadi semacam simulasi tentang kerasnya medan perang," jelasnya.
Adapun pementasan Incling di Bayeman dilakukan oleh Paguyuban Incling Sekar Gulang, salah satu komunitas seni yang masih melestarikan Incling di Kulon Progo.
![]() |
Jadi Alat Pergerakan
Witono selaku pengurus Paguyuban Incling Sekar Gulang menjelaskan, tarian ini sejatinya adalah variasi dari seni tari Jathilan. Hanya saja, dikemas dengan konsep dan cerita rakyat yang beraneka macam.
"Incling itu sebetulnya bagian dari Jathilan atau kuda kepang. Kalau Incling yang khusus Sekar Gulang itu ada lakonnya, ada alur ceritanya," ucapnya saat ditemui di sela-sela pertunjukan Incling di Bayeman, Minggu sore.
Witono mengatakan salah satu cerita yang disajikan dalam Tari Incling adalah kisah cinta Dewi Sekartaji dari kerajaan Daha (sekarang Kediri) dengan Raden Panji Asmarabangun putra Raja Jenggala. Dikisahkan bahwa dahulu Raden Panji Asmarabangun hendak melamar Dewi Sekartaji.
Namun, Panji Asmarabangun punya banyak pesaing sehingga pihak Dewi Sekartaji memberlakukan sayembara. Siapa yang bisa menemukan dua ekor hewan yang bisa berbicara dan dapat diadu, maka orang itulah yang bakal dijadikan suami oleh Dewi Sekartaji.
"Nah dari Jenggala (pihak Raden Panji Asmarabangun) kemudian mencari di alas roban. Di situ dapat Singa dan Banteng yang bisa bicara dan juga bisa diadu. Akhirnya dibawa ke Keraton Kediri. Ternyata Dewi Sekartaji berkenan dengan itu, sehingga yang diterima adalah lamaran dari Panji Asmarabangun," jelas Witono.
Witono mengatakan Incling tak hanya sekadar seni pertunjukan. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, tarian ini jadi salah satu media untuk mempersatukan rakyat dalam melawan kolonialisme.
"Menurut cerita leluhur kami, kesenian ini sudah ada sejak tahun 1928. Dan ini punya andil untuk perjuangan kemerdekaan," terangnya.
Dijelaskan Witono, bahwa dahulu sulit untuk mengumpulkan massa karena berpotensi dicurigai oleh penjajah yang ujungnya bisa ditangkap. Untuk mengakali hal itu, maka dibuatlah pentas khusus yang selain untuk hiburan juga jadi ajang konsolidasi masyarakat.
"Karena kita tahu bahwa pada saat penjajahan susah mengumpulkan masyarakat. Ancamannya bisa ditangkap. Nah salah satunya simbah-simbah kita punya ide mengumpulkan masyarakat lewat kesenian ini. Walaupun dulu tidak sekomplit ini. Dulu baru sederhana sekali. Hanya ada tiga adegan saja," terangnya.
Berjalannya waktu, Incling yang semula jadi alat pergerakan terus berkembang jadi seni pertunjukan. Paguyuban Incling Sekar Gulang di Bayeman, jadi salah satu kelompok pelestari Incling yang masih lestari hingga sekarang.
"(Lahirnya) Paguyuban ini juga bersamaan dengan awal kemunculan Incling. Adapun nama Sekar itu berarti bunga, sedangkan Gulang singkatan dari Gunung Lanang (petilasan di Bayeman). Jadi memang menurut simbah kita di Bayeman ini sudah ada sejak lama di mana yang bisa berkembang hanya Incling ini," jelas Witono.
Perlu Perhatian
Meski sudah mewarnai kearifan budaya lokal, Tari Incling nyatanya belum sepenuhnya mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Witono pun sangat berharap agar kesenian yang sarat sejarah ini dapat lebih diperhatikan dan dibantu agar tidak punah.
"Ya kalau saya, memang sekarang kesenian jaranan marak berkembang. Tapi kesenian yang punya sejarah kaya gini, bisa lebih diperhatikan," ucapnya.
Ketua DPRD Kulon Progo, Aris Syarifuddin, yang turut hadir dalam pementasan Incling di Bayeman menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya menjaga kelestarian Tari Incling di Kulon Progo. Kegiatan ini juga jadi upaya untuk mengenalkan Tari Incling kepada masyarakat luas terutama kalangan muda.
"Nah ini Incling Sekar Gulang di mana pementasanny dilakukan secara gotong royong oleh pegiat seni dan budayawan, serta tokoh masyarakat dalam rangka nguri-nguri kebudayaan, bagaimana pelestarian kebudayaan harus tetap dilakukan walaupun tidak didanai oleh Danais (Dana Keistimewaan). Artinya baik kesenian dan juga tempat (Petilasan Gunung Lanang) kita berikan wawasan kepada penerus bangsa bahwa tempat ini sakral dan Incling ini juga budaya warisan luhur yang harus tetap dilestarikan," ujarnya.
Di sisi lain, Aris mengaku cukup prihatin dengan kondisi kesenian Incling dan sejenisnya di Kulon Progo yang belum dapat perhatian lebih dari pemerintah, khususnya lewat bantuan Danais DIY. Apalagi sekarang ada pemotongan Danais yang berimbas pada sulitnya pengembangan seni, budaya dan adat istiadat di Bumi Binangun.
"Ya kita sangat prihatin. Artinya ketika bicara tentang pemeliharaan adat istiadat di Kulon Progo ini dari Temon hingga Samigaluh, Kalibawang hingga Panjatan ada ratusan kelompok seni dan budaya yang ada baik seni tradisional maupun religius. Ini jadi satu keprihatinan kita, karena belum seluruhnya terfasilitasi Danais. Jadi kami cukup prihatin," ucapnya.
Simak Video "Video: Viral Momen Wakil Bupati Kulon Progo Perbaiki Sepatu Paskibraka"
[Gambas:Video 20detik]
(afn/afn)
Komentar Terbanyak
Siasat Anggun Sopir Bank Pencuri Rp 10 M Hilangkan Jejak Selama Buron
Tari Incling Khas Kulon Progo, Konon Jadi Alat Pergerakan Lawan Kolonialisme
Penjelasan Menkeu Purbaya soal Postingan Anaknya 'Lengserkan Agen CIA'