Kisah Penyamaran Pandawa di Wirata: Buntut Kelicikan Sangkuni dan Duryudana

Kisah Penyamaran Pandawa di Wirata: Buntut Kelicikan Sangkuni dan Duryudana

Nur Umar Akashi - detikJogja
Selasa, 23 Jan 2024 15:17 WIB
Pagelaran Wayang Orang Pandawa Boyong
Ilustrasi wayang Pandawa. Foto: dok ist
Jogja -

Pandawa adalah tokoh pewayangan yang terkenal protagonis. Kelompok yang kerap disebut Pandawa Lima ini terdiri atas Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Berikut ini kisah penyamaran kelimanya di Kerajaan Wirata .

Mengapa kelimanya sampai perlu untuk melakukan penyamaran? Usut punya usut ternyata Yudistira, salah satu yang paling bijak, terkena jebakan dari Sangkuni. Sangkuni menantangnya untuk melakukan permainan adu dadu. Barang siapa kalah, maka wajib menaati aturan taruhan yang telah disepakati.

Penasaran dengan kisah Pandawa ketika menyamar di Kerajaan Wirata? Yuk, baca ceritanya berikut ini dikutip detikJogja dari buku "Mahabharata Penyamaran Pandhawa di Wirata" oleh Cynthia Maria.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Niat Licik Sangkuni

Suatu hari, di Kerajaan Astinapura, tengah terjadi permainan adu dadu. Sangkuni dan Duryudana, musuh bebuyutan Pandawa, tampak sedang membuat rencana jahat untuk menyingkirkan musuh mereka itu.

Dari awal, Sangkuni berencana untuk menyingkirkan para Pandawa. Ia kemudian menantang Yudistira, yang memang dikenal suka dan mahir bermain dadu untuk melakukan permainan dadu. Yudistira pun menerima tantangan tersebut.

ADVERTISEMENT

Ia tidak mengetahui bahwa dadu yang akan digunakan untuk bertanding telah diatur sedemikian rupa. Dadu tersebut akan menuruti apapun keinginan Sangkuni dan Duryudana. Alhasil, Yudistira mulai bertanding tanpa tahu niat licik Sangkuni di baliknya.

Jalannya Permainan Dadu

Sejak awal permainan, Yudistira telah mengalami kekalahan. Perlahan-lahan, hartanya mulai berkurang direbut Sangkuni dan Duryudana sebagai bahan taruhan.

Ketika harta Yudistira telah benar-benar terkuras habis, Sangkuni memberikan penawaran yang mengejutkan. Ia menyebut bahwa jika dalam pertandingan selanjutnya kalah, Yudistira dan Pandawa lainnya harus mengasingkan diri ke Hutan Kamiaka selama 12 tahun dan menyamar selama 1 tahun.

Namun, jika Yudistira yang menang, maka seluruh hartanya yang telah direnggut akan dikembalikan. Yudistira menerima tantangan tersebut dan dalam sekejap mata, ia dikalahkan oleh Sangkuni dan Duryudana.

Pengasingan ke Hutan Kamiaka

Para Pandawa kemudian melepaskan semua tanda kebesaran mereka. Mulai dari mahkota, cincin, hingga pernak-pernik lainnya. Tak hanya mereka, Drupadi, istri Yudistira, turut menemani.

Tujuan pengasingan mereka adalah Hutan Kamiaka, sebuah tempat yang dikenal angker. Kabarnya, hutan tersebut banyak dihuni raksasa, jin, dan makhluk-makhluk lainnya.

Keenamnya kemudian mulai menjalani hidup barunya di tengah hutan yang terletak antara Kerajaan Astinapura dan Wirata tersebut. Kresna yang bijaksana kerap mengunjungi mereka. Terkadang, ia juga membawakan bekal makanan dan kebutuhan lainnya.

Pasukan Mata-Mata Kurawa

Setelah dua belas tahun berlalu, Duryudana, Sangkuni, dan Durna kembali menyusun rencana jahat. Mereka tidak ingin para Pandawa kembali dan berniat membuka penyamaran kelima bersaudara itu.

Tak lama, Sangkuni dan kedua dedengkotnya, mengirimkan pasukan mata-mata ke dalam Rimba Kamiaka. Pasukan tersebut ditugaskan untuk membongkar penyamaran Pandawa.

Kresna yang mengetahui siasat licik tersebut, langsung mendatangi para Pandawa. Ia mengabarkan perkembangan terbaru itu, sekaligus memberikan saran pada mereka. Kresna menyarankan agar Pandawa dan Drupadi pergi menyamar ke Kerajaan Wirata.

Ia meminta Yudistira menyamar sebagai Kangka (ahli sejarah), Bima menjadi Balawa (tukang potong), Arjuna sebagai Wrehanala (pengajar tari), Nakula menjadi Damagrantika (pengajar kuda), Sadewa menjadi Tantri (pemelihara ternak), dan Drupadi sebagai Malini (pelayan istana).

Semuanya setuju dan segera pergi ke Kerajaan Wirata untuk menyamar. Di sisi lain, pasukan mata-mata Kurawa telah sampai di Hutan Kamiaka. Mereka tidak menemukan Pandawa dan segera kembali ke Astinapura.

Kabar menghilangnya para Pandawa membuat Duryudana marah besar. Ia lalu memutuskan untuk menyebar mata-matanya ke berbagai kerajaan tetangga, seperti Pancala, Tjedi, Malawa, Sindu, Mandaraka, dan Wirata.

Terbunuhnya Patih Wirata, Kitcaka

Kala itu, Wirata dipimpin oleh Prabu Matsyapati. Ia memiliki dua anak, yakni Utara dan Utari. Tak ketinggalan, seorang patih yang gagah dan sangat ditakuti, Kitcaka.

Di negeri baru mereka, para Pandawa menjalankan penyamarannya dengan baik. Yudistira berhasil dekat dengan sang pemimpin negara. Sementara itu, Arjuna akrab dengan Utara.

Suatu ketika, Kitcaka tertarik melihat kecantikan Malini (Drupadi). Sang patih kemudian mendekatinya dan mengatakan bahwa ia ingin menjadikannya istri pertama. Mendengar kabar mengejutkan itu, Malini meminta waktu untuk berpikir dahulu.

Ia lantas menceritakannya pada Yudistira. Yudistira kemudian menemui Balawa (Bima) untuk meminta nasihatnya. Bima yang seorang ksatria meyarankan untuk membunuh Kitcaka. Rencana pun segera disusun.

Malini kemudian menyatakan bahwa dirinya telah bersuamikan jin. Jika ingin menikahinya, maka Kitcaka harus membunuhnya dahulu. Malini kemudian menyatakan bahwa Kitcaka dapat membunuh jin tersebut di hutan yang terletak di batas kota.

Tanpa rasa curiga, Kitcaka datang ke tempat tersebut dan menunggu. Mendadak, Balawa menyergap Kitcaka. Keduanya bertarung dengan sengit. Ketika suatu waktu Kitcaka lengah, Balawa langsung mencekik lehernya.

Kitcaka tidak dapat bernafas dan tak lama kemudian wafat. Keesokan harinya, berita wafatnya Kitcaka tersebar ke seluruh penjuru Kerajaan Wirata. Prabu Matsyapati turut terkejut. Pasalnya, Kitcaka adalah pelindung Wirata. Tanpanya, kerajaan tersebut menjadi rentan akan serangan dari kerajaan lain.

Detik-detik Pecahnya Perang Astinapura-Wirata

Berita tersebut menyebar dengan cepat, termasuk ke Astinapura. Durna membawakan kabar tersebut untuk Duryudana yang tengah bingung dengan urusan Pandawa. Mendengar informasi itu, dengan sigap, Duryudana bersiap mengirim pasukan ke Wirata.

Di antara barisan pasukan Astinapura, terlihat Karna, panglima perang sakti yang baru saja datang dari Awangga. Tak lama, berangkatlah pasukan tersebut hingga tiba di wilayah perbatasan.

Karna yang seorang kesatria, ingin mengirimkan tantangan dahulu kepada Wirata. Ide tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sangkuni yang licik. Namun, berkat rayuan Durna, akhirnya Sangkuni setuju dengan keinginan Karna.

Di tempat lain, Dursasana (adik Duryudana), mendatangi sejumlah prajurit yang tengah beristirahat. Ia menghasut mereka untuk melakukan serbuan ke sebuah kampung. Kampung tersebut diserbu, dibakar, dan dijarah.

Mendengar kabar tersebut, Prabu Matsyapati meradang. Utara kemudian meminta izin untuk berangkat perang. Turut bersamanya, Wrehanala (Arjuna) yang terkenal sakti dengan panahnya.

Perang Campuh Astinapura vs Wirata

Dengan amarah yang besar, pasukan Wirata mendatangi para prajurit Astinapura. Pertempuran berdarah langsung pecah dengan sengitnya.

Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Di pihak Astinapura, Durna membujuk Karna untuk segera menyudahi pertempuran. Karna yang juga sudah bosan akibat dari awal akibat segala suatunya tidak berjalan dengan benar, kemudian mengeluarkan panah saktinya.

Ia menembakkan panah tersebut ke udara. Di udara, panahnya berubah menjadi ribuan anak panah. Setelah sebelumnya membongkar penyamaran di hadapan Utara, Arjuna, turut mengambil anak panahnya dan balas menembak. Kedua panah beradu di udara tanpa melukai masing-masing pihak.

Alhasil, panah sakti Karna gagal membantai pasukan Wirata. Di sisi lain, Arjuna menembakkan panah saktinya untuk yang kedua kali. Kali ini, panahnya berwujud tornado. Panah tersebut menghantam pasukan Astinapura dan menyebabkan banyak korban.

Melihat Arjuna berada di barisan Wirata, Durna, Sangkuni, dan Dursasana langsung mengambil langkah seribu. Karna yang berjiwa kesatria ingin melawan Arjuna, tetapi dihalangi oleh Durna. Akhirnya, ia pun turut mundur.

Pasukan Wirata meraih kemenangan. Sisa-sisa pasukan Astinapura berhamburan kembali ke negaranya. Para prajurit Wirata kemudian bersorak-sorai menyebut Arjuna sebagai pahlawan.

Akhir Kisah

Bersama dengan pasukan Wirata, Arjuna dan Utara kembali ke istana. Mendengar sorak-sorai pasukannya, Prabu Matsyapati menjadi bergembira. Di tengah-tengah kegembiraan tersebut, Utara menceritakan kisah sebenarnya mengenai Pandawa yang tengah menyamar.

Matsyapati terkejut. Namun, ia menghargai keputusan Pandawa. Sebagai bukti terima kasih, sang raja memberikan mahkota dan pakaian baru pada keenam orang Astinapura tersebut. Selesai.

Nah, demikianlah kisah penyamaran Pandawa di Kerajaan Wirata. Semoga bermanfaat, ya!




(apl/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads