Ada pemandangan unik di kompleks makam di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejumlah batu nisan tampak diberi penutup kain putih. Seperti apa kisah di baliknya?
Pantauan detikJogja, mayoritas makam di Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, tampak ditutup kain putih. Kain putih seperti selimut yang menyelimuti seluruh bagian nisan.
Salah seorang warga Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Watinah (59), menjelaskan pemakaian kain putih pada makam merupakan tradisi warga setempat yang meyakininya. Dia menyebut selimut putih makam itu biasanya diganti saat bulan Ruwah.
"Kalau tradisi sini harus pakai kain putih, termasuk udah adatnya begitu. Orang Jawa, maklum, harus pakai begitu-begitu. Apalagi kalau bulan Ruwah itu pada nyekar, itu harus ganti selimut putih itu. Putihan orang bilang, harus warna putih, selain itu nggak dipakai," ucapnya kepada detikJogja, Selasa (10/10/2023) .
Watinah menjelaskan tak semua warga mengamini kepercayaan tersebut. Ada pula warga yang berbeda keyakinan sehingga tidak memasang kain putih di makam. Meski demikian perbedaan itu tidak menjadi masalah.
Hal senada juga dikatakan warga setempat lainnya, Ani (42). Ani menyebut tradisi ini sudah ada sejak dulu dan dilakukan turun-temurun.
"Sudah dari dulu, sejak nenek moyang. Jadi ini turun-temurun. Warga Gunungkidul masih gini, diselimuti putih-putih," ujar Ani.
Ani menerangkan berdasarkan keyakinan warga setempat, makam yang tidak diselimuti kain, sosoknya akan mendatangi mimpi keluarga yang ditinggalkannya.
"Kalau nggak dikasih selimut, katanya bakal ke bawa mimpi. Jadi kayak ingetin keluarga buat dikasih kain," ucap Ani.
Selain menyelimuti dengan kain putih, Ani mengatakan terdapat kepercayaan lainnya yang masih diterapkan seperti memberi sesaji. Dia memastikan meski ada keyakinan yang berbeda, warga sekitar hidup rukun dan toleransi.
"Di sini ada tradisi Rasulan, sajen-sajen, tapi khusus NU. Disini NU ada, Muhammadiyah ada, Kristen ada, komplit. Tapi tetap hidup toleransi," tuturnya.
Tradisi Menghormati Leluhur
Terpisah, Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga, Riswinarno, S.S., M.M., menjelaskan budaya Jawa masih kental dengan penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Penghormatan mencerminkan keyakinan hubungan antara dunia orang hidup dan dunia roh agar terjadi keseimbangan dan keharmonian.
"Leluhur atau nenek moyang memiliki peran penting dalam budaya Jawa. Orang Jawa menghormati dan memuja leluhur mereka sebagai penjaga keluarga dan penjaga tradisi. Mereka percaya bahwa leluhur memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka dan dapat memberikan nasihat serta perlindungan," ujar Riswinarno kepada detikJogja, Rabu (11/10).
"Orang Jawa percaya bahwa roh orang yang meninggal masih memiliki pengaruh di dunia ini. Oleh karena itu, mereka melakukan berbagai ritual dan penghormatan untuk menjaga hubungan yang baik dengan roh tersebut. Ini mencakup upacara pemakaman, doa-doa, dan persembahan sesaji," lanjutnya.
Selengkapnya di halaman berikut.
(ams/ahr)