Manusia adalah penghuni dunia yang selalu memiliki dunia-dunia kecil di alam pikirnya. Dunia kecil dalam pikiran manusia sering kali dibangun dari ketertarikan dan imajinasinya pada sesuatu atau sekitarnya.
Rayaka Agashtya Wibowo, seniman anak berkebutuhan khusus merayakan eksistensinya sebagai manusia dengan menciptakan semesta dan seisi dunia kecilnya yang bersumber pada ketertarikan pada Kereta Api.
Amatan jeli terhadap warna badan, bentuk lokomotif, hingga corak livery kereta api yang sering luput dari mata manusia pada umumnya menggerakkan Rayaka untuk mengekspresikannya ke dalam sebuah gambar. Begitupun deru kereta api, lantunan Sepasang Mata Bola (lagu penyambut tibanya penumpang di Stasiun Tugu Jogja dan Lempuyangan) dari alat pengeras suara miliknya adalah pemicu gerak tangannya dalam menggambarkan kereta api pada kertas-kertasnya dengan beragam bentuk dan jenis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Warna, bentuk, bahkan deru dirasakan oleh hampir seluruh inderanya. Tiada hari tanpa kereta, kereta api khususnya," tulis Lily Elserisa, dosen Fakultas Seni Rupa ISI Jogja yang menjadi kurator pameran ini, dalam catatan kuratorial di bawah lukisan-lukisan Rayaka.
Praktik seni rupa dengan berbagai tema yang dilakukan oleh seniman berkebutuhan khusus telah dilakukan sejak 1899 oleh Adolf WΓΆlfli, seniman yang mengalami gangguan mental. Pada perkembangannya, karya seni rupa yang dibuat oleh seniman berkebutuhan khusus disebut dengan istilah seni luar (outsider art/art brut/raw art) sebab penekanannya terdapat pada karya seni dengan sifat alami yang belum dihaluskan. Impulsivitas seniman seringkali sangat terasa pada karya-karya Art Brut.
Pada karya Rayaka, menurut Lily Elserisa, impuls itu muncul pada karya-karya awalnya, terutama pada teknik arsir yang cenderung campur baur. Hal ini menarik sebab terasa otentik, rasanya tidak perlu pihak ketiga untuk mendorongnya terus berekspresi dan membuat gambar.
Pada perkembangan proses berkarya Rayaka, dengan dukungan keluarga dan gurunya, impuls itu mengalami proses pengelolaan sehingga menghasilkan kesan yang berbeda secara artistik. Lily mencontohkan goresan Rayaka pada karya bertajuk 'Kereta Api Inspeksi 2' dan 'Kereta Api Uap dan Mercusuar' berhasil memunculkan kesan yang menggembirakan melalui warna. Selain itu juga menyampaikan betapa jeli amatannya pada objek dengan teknik arsir satu arah (hatching) yang cukup teratur.
"Jika kita perhatikan, praktik pengelolaan impuls dengan berkarya ini tentu tidak mudah, seperti menyerahkan sebagian besar yang melekat dari diri kita," tulisnya.
![]() |
Perubahan goresan arsir dan objek gambarnya sendiri dapat dibaca sebagai simbol perjalanan panjang terhadap suatu perjuangan serta daya hidup seorang manusia.
Rayaka lahir di Jakarta pada 10 Agustus 2007 dari rahim seorang jurnalis televisi, Sri Utami. Saat ini dia sekolah di Tumbuh High School Jogja. "Rayaka sudah mulai corat coret krayon di usia 1-2 tahun. Saat belum lancar bicara dia sudah lebih dulu pegang krayon. Tapi mulai bisa menggambar bentuk-bentuk di usia 4-5 tahun. Selain kereta dia juga suka menggambar mobil dan bis, tapi 90% kereta api," tutur Sri Utami, ibunda Rayaka, kepada detikJogja.
Setiap kali menggambar, dia melanjutkan, putra semayangnya itu biasa sambil mendengarkan suara kereta api dari speaker portable. Speaker itu tiap hari harus dibawa kemana mana. "Termasuk saat akan tidur," kata Sri Utami yang pernah berkarier di Trans7 Jakarta.
Selengkapnya di halaman berikut.
Dalam pameran mini bertajuk "Dunia Kereta Api Rayaka" ini dipamerkan 20 karya lukis Rayaka. Pameran ini bertepatan dengan HUT PT KAI ke-78, bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Diri, Komunitas Kemuning Kembar Jogja.
Perkembangan karya-karya Rayaka ditampilkan dengan membagi beberapa bagian yang dapat dibaca dari sudut pandang proses kekaryaannya dalam mengeksplorasi objek kereta api dan pemaknaannya pada kondisi hari ini.
Melalui semesta karya Rayaka, bagaikan naik kereta api menuju perjalanan yang jauh, kita dibawa dalam perjalanan panjang menuju pembahasan utuh dan penting mengenai inklusivitas. Sabar pada stasiun pemberhentian yang kecil dengan upaya mendeskripsikan kembali inklusi, sehingga tidak sekadar menjadi seremoni abadi tanpa arti.
Tak Berhenti Lama
Sebelumnya, Rayaka banyak menggambar kereta tampak depan dan terkesan datar. Namun seperti halnya kereta api, Rayaka juga tak pernah berhenti lama. Pada karya ini Rayaka menghasilkan capaian artistik yang lebih kaya teknis, utamanya dengan dimensi bentuk yang menarik. Pemberhentian sebentar-sebentar terkesan menambah panjangnya perjalanan, namun menawarkan kepastian, seperti halnya pemberdayaan yang mungkin hanya perlu dibicarakan sedikit demi sedikit hingga tercapai cita-citanya di tengah masyarakat kita.
Liuk di Tengah Hijau
Rayaka mengembangkan sudut pandang mata burung (high angle) yang menarik dan berhasil menghidupkan gambar kereta apinya dengan gestur meliuk. Pada proses berkaryanya, Rayaka berupaya untuk berdamai dengan bentuk lengkung serta liuk yang menjadi keterbatasannya. Rayaka juga menambahkan objek alam pada karyanya.
Hal ini membawa kita melihat kembali teknologi dalam peradaban manusia. Salah satunya dengan moda kereta api sebagai transportasi publik yang memungkinkan kita memahami kondisi lingkungan hidup sekitar kita dari balik jendela.
Laju di Bawah Biru
Sudut pandang karya Rayaka pada bagian ini banyak menampilkan sudut pandang mata katak (low angle) sehingga kita dapat melihat langit dengan awan-awan. Awan biru melengkapi gagahnya badan kereta yang digambarkan.
"Pada bagian ini, Rayaka tidak hanya menggambarkan kereta api, namun kereta cepat dengan tenaga listrik. Pemilihan jenis kereta yang beragam ini mengemukakan sebuah ide mengenai transportasi publik dan kaitannya dengan langit dan bumi yang lestari atas efektifitas pemanfaatannya," tulis Lily Elserisa.
Naik Kereta Warna
Rayaka mengajak kita naik kereta-kereta terbarunya yang penuh warna. Bukan hanya dengan perspektif yang semakin kaya, pilihan warna-warna cerah dengan kesan pendar dan pijar (fluorescent) sangat menarik mata. Pada praktik artistiknya, Rayaka dapat semakin mengenal warna dan kehendaknya. Ragamnya warna pada jenis kereta bak seluruh masyarakat yang setara dalam aksesibilitas kebutuhan dan daya hidupnya.
Simak Video "Video: KAI Pensiunkan Kereta Kelas Bisnis di Pulau Jawa"
[Gambas:Video 20detik]
(jat/ams)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan 5 Pemain Judol Rugikan Bandar, Polda DIY Angkat Bicara
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Akhir Nasib Mobil Vitara Parkir 2,5 Tahun di Jalan Tunjung Baru Jogja