Apa Itu Tradisi Sekaten? Ini Sejarah, Tujuan hingga Prosesinya

Apa Itu Tradisi Sekaten? Ini Sejarah, Tujuan hingga Prosesinya

Galardialga Kustanto - detikJogja
Jumat, 22 Sep 2023 13:30 WIB
Pasar malam Sekaten Jogja 2022 digelar 16 September hingga 16 Oktober 2022 di eks kampus STIE Kerjasama, Jalan Parangtritis Km 3, Sewon, Bantul, DIY.
Pasar malam Sekaten Jogja 2022 digelar 16 September hingga 16 Oktober 2022 di eks kampus STIE Kerjasama, Jalan Parangtritis Km 3, Sewon, Bantul, DIY. (Foto: Adji G Rinepta/detikJogja)
Jogja -

Dalam rangka memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi, Keraton Jogja biasanya menggelar tradisi Sekaten. Apa itu Sekaten? Berikut penjelasannya.

Keraton Jogja kembali menggelar rangkaian acara tahunan Hajad Dalem Sekaten, memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW. Adapun rangkaian acara Sekaten tahun ini dimulai Kamis, 21 September 2023 hingga Kamis, 28 September 2023.

Ada sederet prosesi acara yang digelar oleh Keraton Jogja pada gelaran Sekaten, beberapa di antaranya seperti Miyos Gangsa, Numplak Wajik dan lain sebagainya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Itu Sekaten?

Dikutip dari jurnal berjudul Tradisi Upacara Sekaten di Yogyakarta oleh Ichsanudin Ahmad, dkk (2021), Sekaten merupakan budaya peninggalan Sunan Kalijaga yang kala itu berupaya untuk menyebarkan agama Islam. Sekaten diadakan secara rutin tiap tahunnya pada tanggal 5 hingga 11 bulan Rabi'ul Awal (dikenal sebagai bulan Mulud dalam kalender Jawa), dan diakhiri pada tanggal 12 Rabi'ul Awal dengan pelaksanaan perayaan Garebeg Mulud.

Sejarah Sekaten

Ada beberapa pendapat yang menyatakan asal usul kata Sekaten:

ADVERTISEMENT
  1. Sekaten berasal dari kata sekati yang dahulunya merupakan nama perangkat gamelan pusaka kraton dalam upacara perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
  2. Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang bermakna senang hati.
  3. Sekaten berasal dari kata sesek dan ati yang bermakna sesak hati.
  4. Sekaten berasal dari 2 kalimat syahadat atau syahadatain.

Sejarah sekaten sendiri tidak lepas dari upaya penyebaran agama Islam oleh Sunan kalijaga yang saat itu sudah dilakukan pada masa Kerajaan Demak. Kala itu, mayoritas kepercayaan masyarakat adalah Hindu dan Budha. Demi mencapai tujuannya, Sunan Kalijaga menarik perhatian warga dengan mengiring lagu ciptaannya bersama alat musik gamelan. Alhasil cara tersebut berhasil mengumpulkan warga, dan hal tersebut dimanfaatkan untuk menyebarkan agama Islam dan membimbing warga untuk mengucapkan kalimat syahadat. Maka dari itu, Sunan Kalijaga diberi julukan "Kyai Sekati" yang diperoleh dari makna sekaten dan berasal dari kata syahadatain.

Tujuan Sekaten

Tujuan perayaan sekaten yang diadakan periodik tiap tahun adalah untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Selain itu pada zaman dahulu, sekaten menjadi sarana penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.

Upacara Sekaten dilaksanakan secara sakral oleh keraton dengan mengikuti serangkaian prosesi. Maka dari itu, ada beberapa pantangan yang harus dilakukan salah satunya para abdi dalem penabuh gamelan atau disebut abdi dalem niaga, yang mana mereka harus selalu menjaga sikap selama menjalankan tugas. Selain itu, diwajibkan untuk berpuasa dan menyucikan diri sebelum bertugas menabuh gamelan. Gamelan juga tidak boleh dimainkan pada malam Jumat dan hari Jumat siang, sebelum lewat waktu sholat zuhur.

Prosesi Sekaten

Upacara sekaten terdiri dari lima prosesi, yaitu Miyos Gangsa, Numplak Wajik, Kondur Gangsa, Garebeg, dan Bedhol Songsong.

Miyos Gangsa

Prosesi Miyos Gangsa adalah tahap di mana gamelan istana yang disebut Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilaga dikeluarkan dari dalam Keraton. Selanjutnya gamelan mulai dimainkan dari pukul 15.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Pada pukul 20.00 WIB, utusan dari anggota kerajaan berbagi udhik-udhik yang terdiri dari bunga, uang logam, beras, dan biji-bijian kepada masyarakat dan Abdi Dalem di area Bangsal Pancaniti dan Plataran Kamandhungan Lor. Udhik-udhik sendiri merupakan simbol dari sedekah raja kepada rakyatnya.

Tepat pukul 23.00 WIB, kedua gamelan ini dibawa menuju Masjid Gedhe. Kedua gamelan terus dimainkan selama 6 hari berturut-turut, kecuali selama waktu sholat dan malam Jumat.

Numplak Wajik

Prosesi numplak wajik dilakukan tepat 3 hari sebelum Garebeg atau 9 Mulud pada pukul 15.40 WIB. Numplak wajik dipimpin oleh putri sultan yang paling tua atau saudara perempuan lainnya. Wajik ditumplak atau ditempatkan di bagian tengah badan Gunungan Wadon.

Saat Numplak Wajik diadakan, juga diselenggarakan acara Gladhi Prajurit yang diikuti oleh kesepuluh bregada prajurit keraton yang akan mengawal gunungan saat Garebeg Mulud berlangsung. Dalam sesi latihan ini, anggota bregada hanya mengenakan pakaian peranakan sambil membawa atribut sesuai dengan bregada mereka masing-masing.

Kondur Gangsa

Prosesi ini dilakukan pada tanggal 11 Maulud pukul 23.00 WIB dengan mengembalikan gamelan Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilaga ke keraton. Prosesi ini juga dikawal oleh prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung.

Sebelum prosesi Kondur Gangsa dilakukan, Sri Sultan bersama pengiringnya menghadiri upacara maulid Nabi Muhammad SAW yang berwujud pembacaan naskah riwayat maulid Nabi Muhammad SAW oleh Kyai Pengulu di Masjid Gede. Pada prosesi ini berlangsung, Sultan mengenakan simping mlathi di telinga kiri yang memiliki makna bahwa aspirasi rakyat akan didengarkan oleh raja.

Garebeg

Pada tanggal 12 Rabiul pagi, digelar Hajad Dalem oleh Keraton dengan membagikan 3 Gunungan Kakung, 1 Gunungan Estri, 1 Gunungan Darat, 1 Gunungan Gepak, dan 1 Gunungan Pawuhan ke tiga tempat berbeda yaitu Pura Pakulaman, Kepatihan, dan Masjid Gedhe. Prosesi pembagian gunungan dilakukan pukul 11.00 WIB dengan dikawal oleh Bregada Prajurit.

Bedhol Songsong

Bedhol Songsong digelar di Bangsal Pagelaran Keraton Jogja pada malam hari pukul 20.00 WIB di tanggal 12 Rabiul. Prosesi ini berisi pertunjukan wayang selama semalam suntuk.

Adapun pada 12 Rabiul sore, songsong atau payung agung yang dipasang selama Sekaten dibedhol atau dicopot/dicabut dari Plataran Pagelaran untuk dibawa masuk kembali ke dalam keraton.

Demikian informasi mengenai sejarah sekaten lengkap beserta tujuan dan prosesinya. Semoga bermanfaat ya, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Galardialga Kustanto peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(aku/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads