Koperasi Pemulung Raup Cuan Miliaran Berkat Daur Ulang Botol Bekas

Jabodetabek

Koperasi Pemulung Raup Cuan Miliaran Berkat Daur Ulang Botol Bekas

Ignacio Geordi Oswaldo - detikJogja
Senin, 17 Nov 2025 21:23 WIB
Koperasi Pemulung Berdaya atau Recycle Business Unit (RBU)
Koperasi Pemulung Berdaya atau Recycle Business Unit (RBU). Foto: Ignacio Geordi Oswaldo
Jogja -

Koperasi Pemulung Berdaya atau Recycle Business Unit (RBU) di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, meraup cuan Rp 1,2 miliar per bulan berkat usaha mencacah dan pengepresan botol plastik bekas. Berikut kisah suksesnya.

Dilansir detikFinance, Sekretaris Koperasi Pemulung Berdaya, Juleha, menjelaskan setiap harinya entitas usaha daur ulang ini biasa menerima enam ton botol plastik bekas dari berbagai daerah sekitar Jabodetabek.

"jadi kita kerja sama dengan bank sampah, pemulung, pelapak, warung-warung, terus sama perkantoran gitu ada juga. Nah kita beli, terus ada yang sistemnya dijemput sama mereka kirim sendiri," kata Juleha kepada detikcom, Senin (17/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kita jemput itu ada minimal berat penjemputannya, biar nggak mahal cuma diongkos. Misalnya kayak pickup itu minimal 200 kg, terus kalau truk itu minimal 400-500 kg. Kalau mau kirim itu kita nggak batasin, mau 2 kg pun kita terima gitu, 1-2 kg kita terima," imbuhnya.

Juleha menjelaskan, saat ini harga beli botol bekas berkisar Rp 5.000/kg. Pada Juli 2025 lalu harganya mencapai Rp 8.000/kg.

ADVERTISEMENT
Koperasi Pemulung Berdaya atau Recycle Business Unit (RBU)Koperasi Pemulung Berdaya atau Recycle Business Unit (RBU) Foto: Ignacio Geordi Oswaldo

Harga beli ini didapat dari harga jual hasil olahan produk botol plastik saat ini dikurangi margin pendapatan tetap sekitar Rp 3.000/kilogram. Sehingga saat harga jual tinggi, tentu harga beli juga ikut meningkat.

"Kayak sekarang gini, kita kan dapat harga jualnya Rp 8.000, ya kita baru bisa beli di Rp 5.000," ujar Juleha.

Menurut dia, harga beli botol saat ini merupakan harga normal sebelum terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada 2023 hingga pertengahan 2025 ini. Sebab kala itu, banyak lembaga internasional hingga Non-Governmental Organization (NGO) atau lebih dikenal sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) banyak memberikan dana sumbangan untuk membeli sampah-sampah plastik dari pemulung.

"Di pertengahan 2023 itu harga naik. Setahu saya karena ada kredit plastik. Jadi kayak ada program kredit plastik di mana orang itu mengumpulkan plastik gitu. Mereka bisa dapat uang bantuan dari luar negeri atau NGO gitu jadi orang cuma mengumpulkan plastik, mereka nggak memikirkan bisnis jadi yang penting banyak. Mereka berlomba-lomba mengumpulkan plastik, siapa yang paling mahal beli, makanya harga naik," jelasnya.

"Itu kami sempat tergeser, karena mereka belinya tinggi-tinggi. Sedangkan kita kan ada untung-rugi yang dihitung, kalau kita ngikutin harga mereka, kita nggak untung. Jadi waktu itu kita sempat susah cari bahan, kita sampai ke Sukabumi, Cianjur, karena di sini sudah nggak dapat, sudah nggak kebagian karena kita kalah harga kan," sambungnya.

Di Koperasi Pemulung Berdaya, botol-botol plastik itu diolah jadi dua produk utama yakni plastik cacah dan bal pres plastik. Di mana sekitar 5 dari 6 ton botol plastik yang diterima setiap hari diubah jadi plastik cacah dan sisanya dijadikan bal pres plastik.

Selanjutnya, produk olahan sampah plastik ini dijual ke pabrik-pabrik pengolahan. Di pabrik ini berbagai jenis produk diciptakan mulai dari benang polimer hingga geotextile yang banyak digunakan selama proses pembuatan jalan. Dari situ koperasi ini meraup cuan Rp 1,2 miliar per bulan.

"Penjualan 2 hari sekali, ke pabrik atau ke industri lokal yang mau tampung. Mereka bisa ambil berapa ton sekali pembelian, pokoknya kita jual ke siapa saja yang mau beli. Ada yang sampai ke Surabaya. Kalau sebulan Rp 1,2 miliar, jadi setahun bisa Rp 14 miliar lebih lah ya. Tapi itu masih omzet kotor kan," pungkas Juleha.




(dil/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads