Perajin mainan edukatif berbahan baku kayu di Mantub, Baturetno, Banguntapan, Bantul masih berjuang untuk kembali bangkit usai pandemi COVID-19. Meski telah beberapa tahun sejak pandemi berakhir, usaha milik Siti Rahma Yuliati (63) hingga kini masih di ujung tanduk.
Siti sebenarnya bukan pemain baru di bisnis ini. Sudah sejak 2010 dia memulai usaha di bidang kerajinan mainan edukatif tersebut.
"Kenapa memilih mainan anak-anak itu karena insyaallah selalu dibutuhkan, apalagi sekolah seperti TK dan PAUD kan jarang ada yang tutup," katanya kepada wartawan di workshopnya, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Senin (20/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usahanya saat itu terbilang berkembang karena mainan produksinya tidak menggunakan bahan plastik. Selain itu, menurutnya produk buatannya juga lebih unggul karena tak menggunakan cat yang berbahaya bila tak sengaja tergigit anak-anak.
Bahkan, saat masa kejayaan 'Yungki Edutoys' Siti mampu memproduksi 200 jenis mainan edukatif berbahan baku kayu. Produknya ditampung oleh sekolah-sekolah hingga dirinya bisa meraih omzet ratusan juta setiap bulan.
"Kita pasarnya kan sekolah-sekolah, jadi omzetnya bisa puluhan sampai ratusan juta dulu. Karena harganya mulai Rp 10 ribu sampai yang paling mahal dari bahan kayu RDF Rp 400-500 ribu," ucapnya.
![]() |
Akan tetapi, sejak pandemi COVID-19 usahanya menurun drastis. Bahkan hingga saat ini Siti belum bisa lagi melakukan produksi secara massal karena banyaknya stok yang belum terjual.
"Kalau sekarang bisa dikatakan nol, jadi kalau kita dulu sebelum COVID-19 itu banyak omzetnya. Tapi setelah COVID-19 kita kan pasarnya di sekolah-sekolah, jadi mereka dapat bantuan dari sekolah," ujarnya.
"Nah, dari sekolahan itu pemerintah tidak kasih bantuan ke alat mainan saat COVID-19. Jadi bagi saya tidak ada pemasukan dari sekolahan. Kemudian lama-lama stok banyak dan lama-lama tidak ada untuk operasional karena barang-barang tidak ada yang keluar," lanjutnya.
Menurutnya, saat ini pembeli mainan edukatif anak produksinya berasal dari perorangan. Di mana omzet perbulannya tidak mencukupi untuk menutup biaya operasional usahanya.
"Penjualan sekarang dari person-person (perorangan) kalau sekolah tidak ada. Omzet? Ya sebulan omzet sekitar Rp 10 juta," ucapnya.
Bisa dibilang usahanya kini berada di ujung tanduk. Meski begitu, Siti masih mau berjuang agar bisa terus menggaji 15 karyawannya.
![]() |
"Selama beberapa tahun ini kita tidak ada pemasukan. Tapi saya bertanggungjawab sama karyawan saya 15 orang dan saya sebelumnya sudah punya banyak stok bahan-bahan," katanya.
"Jadi kita pengeluarannya cuma untuk bayar tukang dan cat. Tapi lama-kelamaan saya sudah tidak tahan, keuangan tidak ada karena barang menumpuk banyak. Jadi seperti mati suri, dari pemerintah jarang membeli," imbuh Siti.
Kini, Siti tengah mencoba membuka pasar baru dengan lebih banyak mengikuti pameran-pameran dan mulai merambah ke penjualan online. Akan tetapi semua itu ternyata tidak mudah karena penjualan mainan edukatif anak produksinya sedikit peminatnya.
"Karena itu mulai bulan April 2025 saya liburkan karyawan, saya gaji 50 persen dan orang-orang tertentu ada 7 orang yang tetap bekerja. Karena saya mau memperluas untuk daycare atau penitipan anak. Jadi yang tujuh orang tadi buat meja kursi untuk usaha yang lain," ucapnya.
Siti pun berharap usaha barunya itu bisa berjalan dengan lancar. Menurutnya semua itu agar Siti tidak perlu memberhentikan karyawannya.
"Day care insyallah Januari 2026 baru buka. Ya mau gimana lagi, harus beralih jualan produk anak-anak yang lain seperti sarana dan prasarana daycare," katanya.
(afn/alg)
Komentar Terbanyak
Sultan HB X soal Keracunan MBG di SMA Teladan: Saya Kan Sudah Bilang...
Jokowi Hadiri Acara Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM
Kenapa Harimau Takut sama Kucing? Simak Faktanya