BPJS Kesehatan menjadi jaminan kesehatan yang wajib dimiliki oleh setiap pekerja atau karyawan, sehingga perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk membayarnya. Namun, apa yang terjadi apabila perusahaan menunggak bayar BPJS Kesehatan karyawannya?
Seperti diketahui BPJS Kesehatan selama ini dikenal sebagai salah satu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sangat membantu para pesertanya. Tidak hanya memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh pekerja, BPJS Kesehatan juga turut menyediakan layanan kesehatan yang dibutuhkan oleh setiap orang yang telah terdaftar sebagai peserta.
Oleh karena itu, kepesertaan BPJS Kesehatan sangat diperlukan, tidak terkecuali bagi para pekerja yang ada di Indonesia. Hal inilah yang membuat pemberi kerja memiliki tanggung jawab untuk mendaftarkan sekaligus membayarkan iuran bagi para karyawan untuk menjadi peserta dari BPJS Kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas apa yang akan terjadi apabila ada perusahaan yang menunggak BPJS Kesehatan karyawannya? Berikut penjelasannya.
Kewajiban Pemberi Kerja
Sebelum mengetahui lebih lanjut terkait aturan jika perusahaan nunggak bayar BPJS Kesehatan karyawannya, mari terlebih dahulu memahami secara lebih dekat apa saja kewajiban perusahaan yang dalam hal ini dapat disebut juga sebagai pemberi kerja. Merujuk pada buku 'Panduan Layanan Bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)' yang diterbitkan secara resmi oleh BPJS Kesehatan, terdapat sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja. Adapun kewajiban pemberi kerja dalam kaitannya dengan BPJS Kesehatan karyawannya adalah sebagai berikut:
- Pemberi kerja mendaftarkan pekerja beserta anggota keluarga pekerja sebagai peserta dari JKN-KIS.
- Pemberi kerja melakukan perhitungan dan pengumpulan iuran yang menjadi kewajiban oleh pekerjanya dengan cara memotong gaji atau upah pekerja.
- Pemberi kerja melakukan setoran iuran sebagai wujud tanggung jawabnya secara rutin setiap bulan sebelum tanggal 10 kepada BPJS Kesehatan.
- Pemberi kerja menyampaikan data diri pekerja beserta anggota keluarga pekerja dengan benar dan lengkap kepada BPJS Kesehatan. Baik itu terkait identitas maupun informasi terkait upah yang diterima setiap pekerja setiap bulannya.
- Pemberi kerja memberikan laporan terkait perubahan data badan usaha maupun badan hukum paling lambat 7 hari setelah perubahan terjadi.
Mengenai kewajiban pemberi kerja yang harus mendaftarkan dan membayarkan iuran BPJS Kesehatan juga telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Nasional. Tepatnya dalam Pasal 15 ayat (1) sampai (3) yang berbunyi:
(1) Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
(2) Pemberi kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
(3) Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Besaran Iuran yang Harus Dibayarkan Pemberi Kerja
Lantas berapa besaran iuran yang harus dibayarkan oleh pemberi kerja kepada BPJS Kesehatan? Terkait dengan hal ini ada peraturan resmi yang mengaturnya. Salah satunya dengan merujuk pada Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Melalui Pasal 30 dijabarkan secara rinci terkait dengan besaran iuran yang dibebankan kepada peserta dan pemberi kerja. Berikut isi dari PERPRES Nomor 64 Tahun 2020 Pasal 30:
(1) Iuran bagi peserta PPU yaitu sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 4% (empat persen) dibayar oleh pemberi kerja;
b. 1% (satu persen) dibayar oleh peserta.
(2) Iuran bagi peserta PPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan secara langsung oleh pemberi kerja kepada BPJS Kesehatan.
(3) Dalam hal pemberi kerja merupakan penyelenggara negara, iuran bagi peserta PPU sebagaimana dimaksud ayat (1) dibayarkan secara langsung oleh pemberi kerja kepada BPJS Kesehatan melalui kas negara kecuali bagi kepala desa dan perangkat desa.
Sebagai informasi PPU merupakan akronim dari Pekerja Penerima Upah. Dikutip dari buku sebelumnya, peserta PPU adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah. Peserta PPU terbagi menjadi dua jenis yaitu PPU penyelenggara negara dan PPU selain penyelenggara negara dan anggota keluarganya.
Aturan Terkait Perusahaan Menunggak Bayar BPJS Kesehatan Karyawan
Lantas bagaimana jika ada perusahaan yang menunggak pembayaran BPJS Kesehatan karyawannya? Mengenai hal ini ternyata juga ada peraturan yang mengatur terkait konsekuensi yang harus diterima oleh pemberi kerja saat melakukannya.
Namun, sebelum mengetahui terkait peraturannya, terdapat salah satu kewajiban pemberi kerja yang harus dipenuhi apabila belum mendaftarkan atau membayarkan iuran karyawannya. Hal ini juga telah dijelaskan dalam buku 'Panduan Layanan Bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)'.
Disampaikan bahwa pemberi kerja harus memenuhi tanggung jawabnya apabila pekerja memerlukan pelayanan kesehatan. Bahkan dikatakan hal tersebut harus sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.
Sementara itu, konsekuensi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan dan membayarkan iuran BPJS Kesehatan karyawannya juga telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Nasional. Mengacu pada Pasal 11 huruf f dikatakan bahwa BPJS berwenang untuk mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya untuk mendaftarkan pekerjanya.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan dan membayar iuran karyawannya. Apabila ada pemberi kerja yang melanggar peraturan tersebut, maka akan dikenakan sanksi secara administratif. Hal ini juga telah diuraikan dalam Pasal 17 ayat (1) sampai (5). Berikut isi dari pasal tersebut:
(1) Pemberi kerja selain penyelenggara kerja yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda; dan/atau
c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
(3) Penggunaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh BPJS.
(4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kemudian terkait dengan kewajiban pembayaran iuran oleh pemberi kerja juga telah dipaparkan dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) bahwa:
(1) Pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
(2) Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
Apabila pemberi kerja melanggar ketentuan dari pasal tersebut, terdapat sanksi yang harus diterima. Hal ini bahkan sudah diatur dalam Pasal 55 yang berbunyi, "Pemberi kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)".
Demikian tadi penjelasan mengenai aturan jika perusahaan menunggak bayar BPJS Kesehatan karyawannya. Semoga informasi ini membantu.
(sto/apl)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM