Pengusaha keberatan terkait wacana pemerintah menambah pajak tambahan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk impor produk tekstil. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menilai kenaikan pajak tambahan akan dihitung dulu.
"Kan nanti dihitung, ya tentu kalau menghancurkan ekonomi Indonesia akan dilihat, pasti dikenakan," kata Zulhas saat pelepasan ekspor produk home decor ke Spanyol di Trirenggo, Bantul, Sabtu (6/7/2024).
Zulhas menjelaskan negara lain juga boleh menerapkan pajak tambahan untuk barang impor. Mengingat semua itu sah dan diatur dalam world trade organization (WTO) hingga Undang-undang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua negara bisa melindungi industri dalam negeri tapi dengan memenuhi prosedur yang saya sampaikan tadi, KADI, dan KPPI," ucapnya.
Di sisi lain, kenaikan tersebut juga melalui penghitungan yang matang oleh komite anti dumping Indonesia (KADI) dan komite pengamanan perdagangan Indonesia (KPPI).
"Tapi lagi dihitung dari negara mana, dari ke mana saja, tidak hanya Tiongkok dari Eropa, ASEAN, dari mana saja," ujarnya.
"Kalau ada bukti tiga tahun melonjak, mengganggu industri kita boleh kita mengenakan bea masuk anti dumping atau bea masuk tindakan pengamanan tapi dihitung oleh KADI dan KPPI," lanjut Zulhas.
Oleh sebab itu, rincian kenaikan pajak tambahan untuk tujuh barang impor tersebut masih belum pasti mencapai 200 persen.
"Nanti dihitung mereka, bisa 10, 20, 30 persen. Nanti dihitung," ucapnya.
Sebelumnya, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menolak rencana pengenaan pajak tambahan untuk impor tekstil dan produk tekstil (TPT), elektronik, kosmetik, alas kaki, pakaian jadi, produk tekstil jadi, dan keramik.
Sekretaris Jenderal Hippindo Haryanto Pratantara mengatakan, untuk mengatasi krisis industri tekstil bukan mengenakan pajak tambahan, tapi impor ilegal yang diberantas.
"Kita dengar dari pemerintah menaikkan biaya masuk 200% ini menurut kita kalau isinya barang-barang impor ilegal solusinya tidak tepat. Karena yang namanya ilegal tidak lapor, tidak kena regulasi jadi yang kena adalah legal importir yang mereka sebenarnya bayar pajak," kata Haryanto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/7).
Fenomena yang terjadi sekarang adalah banyak barang impor ilegal yang dijual di bawah harga pasar atau predatory pricing. Hal inilah yang menurutnya harus menjadi perhatian pemerintah.
"Kalau kita melihat kemarin ramai-ramai waktu soal TikTok dilarang itu karena dua hal. Satu karena predatory pricing artinya banting harga untuk menarik orang masuk website. Kedua yang paling utama adalah barang-barang yang dijual di titik tersebut itu kebanyakan barang yang nggak jelas masuknya dari mana dan itu barang-barang murah," ungkapnya.
(ams/ams)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan Pembobol Situs Judi Berujung Polda DIY Klarifikasi
Penegasan Polda DIY soal Penangkapan Pembobol Situs Judol Bukan Titipan Bandar
Prada Lucky Tewas Dianiaya Senior, 4 Prajurit TNI Ditangkap