Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di eks perlintasan sebidang kereta api, atau disebut teteg wetan di Wates, Kulon Progo, resmi dibuka hari ini. Kehadirannya disambut positif masyarakat yang sudah menunggu sejak beberapa tahun terakhir.
Fasilitas bernama JPO Jogoyudan ini beroperasi usai mobilitas masyarakat selama ini terhambat pasca-penutupan permanen perlintasan sebidang oleh PT KAI, pada 2022 lalu.
Salah satu tokoh masyarakat Jogoyudan, Joko Triono, menyampaikan bahwa peresmian ini adalah buah dari kesabaran warga menunggu realisasi aspirasi mereka selama dua tahun terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulillah, usulan dari tahun 2023 akhirnya terealisasi hari ini. JPO ini sangat penting untuk sinergitas warga di selatan dan utara rel. Terutama untuk akses ke Alun-alun dan kantor Pemda yang selama ini terasa jauh karena harus memutar," ujarnya saat ditemui usai peresmian JPO Jogoyudan, Senin (22/12/2025).
Selain memudahkan pejalan kaki, kehadiran JPO ini membawa angin segar bagi para pelaku usaha di Jalan Diponegoro. Menurut Joko, sejak penutupan jalan akses kendaraan, kawasan tersebut sempat meredup dengan penurunan omzet perdagangan mencapai 60 persen.
"JPO diharapkan dibangun karena memang kita terkendala setelah Teteg Wates ini ditutup secara permanen oleh PT KAI, semua Jalan Diponegoro, konsumsi untuk penjualan di toko itu omzetnya turun hampir 60%," ucapnya.
Warga melintasi JPO Jogoyudan, Wates, Kulon Progo, yang sudah resmi dibuka pada Senin (22/12/2025). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja |
Bagi warga, Underpass Kemiri yang menjadi jalur utama kendaraan pascaditutupnya Teteg Wetan dinilai terlalu jauh bagi pejalan kaki, terutama kelompok lansia.
"Kalau lewat Underpass (Kemiri) itu terlalu jauh, kasihan yang sudah tua tidak kuat. JPO ini jadi harapan agar Jalan Diponegoro kembali ramai seperti dulu," tambah Joko.
Meski menjadi solusi praktis, Joko memberikan catatan terkait desain tangga yang cukup panjang. Hal ini dipahami sebagai konsekuensi dari keterbatasan lahan demi mendapatkan kemiringan yang aman.
"(Tangga) cukup panjang, memang kalau nanti dibuat lebih konstruksi lebih panjang kemiringannya itu kan akan menggunakan luasan yang lebih lagi. Dan itu juga menjadi pertimbangan utama," ujarnya.
Ke depannya, Joko berharap pemerintah daerah terus memperhatikan aspek perawatan dan estetika, termasuk pemilihan warna bangunan yang khas agar JPO ini bisa menjadi ikon baru yang membanggakan bagi warga Kulon Progo.
"Tinggal nanti perawatan yang mungkin tadi banyak usulan di penamaan ini, atau warna dari cat Kulon Progo itu nanti akan terus diupayakan sehingga benar-benar JPO ini familiar untuk masyarakat warga Kulon Progo," harapanya.
Warga Kulon Progo lain, Harun, mengatakan kehadiran JPO Jogoyudan cukup efektif untuk memangkas waktu perjalanan bagi pejalan kaki yang ingin ke kawasan Alun-alun Wates. Kendati begitu, dia mengharap ke depannya ada jembatan lain yang bisa diakses oleh kendaraan.
"Bagus sih, jadi lebih cepat kalau mau ke Alun-alun Wates. Tapi ya, semoga bisa ada jembatan khusus buat pengendara biar nggak perlu memutar jauh," ucapnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kulon Progo, Didik Wijanarko, menyatakan bahwa proyek JPO Jogoyudan telah selesai dan diserahterimakan tepat waktu. Pembangunan dilakukan dalam dua tahap dengan total anggaran mencapai lebih dari Rp8,7 miliar.
"Tahap I pada 2024 menyerap anggaran Rp2,4 miliar untuk fondasi dan pengadaan girder beton sepanjang 45,8 meter. Kemudian dilanjutkan Tahap II pada 2025 dengan anggaran Rp6,3 miliar untuk instalasi, fasad panel ACP, hingga sistem pengamanan seperti CCTV dan lampu penerangan," jelas Didik.
Didik menerangkan JPO ini memiliki dimensi panjang koridor 47,5 meter dan lebar 2 meter, dengan tinggi ruang bebas 6,5 meter di atas rel guna menjamin keamanan perjalanan kereta api. Fasilitas ini juga dilengkapi dengan genset 5.000 watt untuk memastikan penerangan tetap berfungsi optimal.
"Saat ini JPO Jogoyudan masih dalam masa pemeliharaan selama 365 hari dengan catatan tahun depan membutuhkan anggaran untuk biaya operasional listrik," terangnya.
Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kulon Progo, Triyono, menekankan pembangunan JPO merupakan bentuk akomodasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat di sisi selatan eks teteg wetan. Selama ini warga sekitar terkendala akses karena harus memutar jauh melalui Underpass Kemiri untuk mencapai pusat layanan publik seperti Alun-alun dan kantor Pemda.
"Jadi pembangunan JPO ini tidak sekadar menjadi program yang dimulai dari Pemda saja, tetapi ini juga mengakomodir aspirasi dari masyarakat ya, terutama masyarakat yang di sebelah selatan rel yang kalau kemudian akan mengakses ke fasilitas publik seperti Alun-alun dan sebagainya, atau ke Pemda, akan kesulitan setelah kemudian lintasan sebidang di sini ditutup," ujarnya.
Triyono mengatakan agar kemudahan akses ini tidak disalahgunakan untuk kegiatan yang mengganggu ketertiban umum.
"Kami meminta masyarakat sekitar, mari bangunan ini kita jaga bareng-bareng. Perlu dijaga kebersihannya, jangan membuang sampah sembarangan di JPO karena bisa memicu masalah baru," ujar Triyono.
Lebih lanjut, Triyono menyoroti potensi kerawanan sosial seperti keberadaan gelandangan atau penyalahgunaan area untuk tempat nongkrong yang tidak semestinya. Pemkab telah menyiapkan langkah antisipasi dengan melibatkan lintas instansi.
"Kami akan meminta OPD terkait, seperti Satpol PP, untuk rutin memantau keamanan karena lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan. Lampu-lampu juga diupayakan tetap menyala pada malam hari agar tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," ucapnya.













































Komentar Terbanyak
Jawab Sindiran Luhut, UGM Pamerkan Penelitian Bawang Putih
Jogja Diprediksi Ramai Wisatawan Saat Nataru, GKR Bendara Minta Akamsi Sabar
Namanya Terseret di Sidang Ayahnya, Ini Kata Anak Eks Bupati Sleman Sri Purnomo