BPN DIY soal Nasib Sertifikat Mbah Tupon: Ada Proses Pengembalian Data

BPN DIY soal Nasib Sertifikat Mbah Tupon: Ada Proses Pengembalian Data

Adji G Rinepta - detikJogja
Senin, 08 Des 2025 14:35 WIB
BPN DIY soal Nasib Sertifikat Mbah Tupon: Ada Proses Pengembalian Data
Kepala Kanwil BPN DIY Sepyo Achanto saat ditemui di kompleks Kepatihan, Jogja, Senin (8/12/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY, Sepyo Achanto, buka suara soal nasib sertifikat tanah milik Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon, korban mafia tanah di Bantul. Dia menyebut bakal ada proses pengembalian data sertifikat ke pemilik asli.

"Nanti segera kita tindak lanjuti. Harus, harus kembali (sertifikat tanah milik Mbah Tupon), putusannya sudah jelas," kata Sepyo saat ditemui wartawan di kompleks Kepatihan, Jogja, Senin (8/12/2025).

Sepyo mengatakan, ada mekanisme yang harus dilalui untuk mengembalikan sertifikat Mbah Tupon menjadi atas namanya kembali. Namun ia tak merinci detail mekanismenya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara teknis itu tetap dikembalikan pemilik asal tapi ada mekanismenya, ada prosesnya," ujar Sepyo.

"Dengan putusan pengadilan sudah jelas ini ada tindak kejahatan, nanti ada proses pembatalan atau pengembalian data ke pemilik asli," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Dihubungi detikJogja soal nasib sertifikat Mbah Tupon, satu anggota tim pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari, mengatakan pihaknya masih menunggu putusan berkekuatan hukum tetap.

"Belum mas, kami masih nunggu putusan berkekuatan hukum tetap, karena ada satu yang banding yaitu Anhar Rusli. Setelah itu akan ada upaya hukum untuk mengembalikan hak Mbah Tupon," kata Suki, Senin (8/12).

Diberitakan sebelumnya, tim kuasa hukum Mbah Tupon menyebut urusan sertifikat kliennya belum usai meski tujuh terdakwa dalam kasus ini telah divonis bui oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bantul.

Menurut salah satu anggota tim pembela Mbah Tupon, Suki Ratnasari, putusan majelis hakim akan menjadi bekal bagi timnya untuk menempuh langkah hukum selanjutnya demi mengembalikan sertifikat Mbah Tupon.

Suki menyatakan pihaknya lebih mementingkan bagaimana cara mengembalikan lagi sertifikat tanah milik Mbah Tupon.

"Yang kami lebih pentingkan lagi memang sertifikat Mbah Tupon nomor 24451 terutama," kata Suki kepada wartawan di PN Bantul, Kamis (20/11/2025).

Suki menilai secara eksplisit sertifikat itu masih ada beban hak tanggungan pinjaman ke pihak bank. Oleh karena itu sertifikat tanggungan dikembalikan kepada bank.

"Lalu yang diserahkan tadi fotokopi dari SHM, artinya jika SHM masih dibebani hak tanggungan maka memang kami harus berupaya bagaimana proses pengembalian untuk balik nama ke Mbah Tupon lagi. Jadi masih ada lanjutannya," ujarnya.

Menurut Suki, vonis bersalah terhadap tujuh terdakwa mafia tanah itu bisa menjadi modal untuk mengembalikan sertifikat tanah milik Mbah Tupon.

"Yang penting dari proses ini dibuktikan bahwa memang para terdakwa yang saat ini sudah divonis itu artinya memang bersalah. Seperti proses balik nama ada kesalahan, ada kejahatan di situ, dan itu menjadi bekal kami untuk bisa mengembalikan haknya Mbah Tupon," kata Suki.

Dia belum bisa memastikan kapan akan menempuh langkah hukum untuk mengembalikan sertifikat tanah Mbah Tupon.

"Kami mau membicarakan dulu dengan tim, langkah-langkah apa harus kami lakukan. Karena jujur tidak sederhana ya, kami harus ada upaya hukum lagi," ujarnya.

Sementara itu Mbah juga menyatakan bahwa yang lebih penting ialah sertifikat tanahnya bisa kembali lagi.

"Sampun (lega), alhamdulillah. Semoga bisa cepat kembali sertifikat saya. Karena soal ini (putusan sidang) saya tidak tahu," ucapnya, Kamis (20/11).

Diketahui, tujuh terdakwa kasus mafia tanah dengan korban Mbah Tupon telah menjalani sidang pembacaan putusan di PN Bantul, Kamis (20/11). Mereka mendapat vonis penjara dengan masa tahanan yang beragam.

Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon

Mbah Tupon (68) warga Bantul menjadi korban dugaan mafia tanah. Sertifikat tanah milik Tupon tetiba sudah berganti nama dan dijaminkan ke bank. Kasus ini berawal saat lahan Tupon seluas 2.100 meter persegi hendak dijual sebagian. Tupon kemudian menjual tanahnya seluas 298 meter persegi, yang kemudian dibeli BR pada 2020.

Namun, karena tak punya akses jalan, Tupon kemudian memberikan tanah seluas 90 meter persegi.

"Terus sama ngasih RT untuk dibikin gudang RT seluas 54 meter persegi. Terus dipecah," jelas putra sulung Tupon, Heri Setiawan (31), saat diwawancarai wartawan, Sabtu (26/4).

Dia menyebut tanah seluas nyaris 300 meter persegi itu dijual seharga Rp 1 juta per meternya. Namun, pembayaran disebut dilakukan dengan cara diangsur tanpa perjanjian tanpa jatuh tempo.

Hingga akhirnya BR yang masih kurang Rp 35 juta ke Tupon, menawarkan untuk memecah sertifikat tanah Tupon seluas 1.655 meter persegi sesuai nama ketiga anaknya. Disebutkan, BR berjanji bakal menanggung biaya pecah sertifikat dari hasil kurang bayar tersebut.

"Ditawari mau dipecah jadi empat, buat bapak dan ketiga anaknya, yang 1.655 meter itu. Pak BR yang nawari mecah," ujar Heri.

Heri menyebut berbulan-bulan tanpa kejelasan, pihaknya kaget saat didatangi petugas bank pada Maret 2024. Kala itu, petugas bank mengatakan tanah yang sedianya hendak dipecah sertifikat itu justru menjadi agunan bank senilai Rp 1,5 miliar.

Heri pun kaget saat mengetahui sertifikat tanah itu sudah atas nama Indah Fatmawati. Dia mengaku tidak mengenal yang bersangkutan. Heri mengungkap ayahnya pernah mendatangi BR terkait pemecahan sertifikat itu. Tapi BR menuding pihak notaris yang nakal.

Heri menyebut bapaknya yang buta huruf itu dua kali diminta menandatangani dokumen. Dia lalu melaporkan kasus ini ke Polda DIY.

Halaman 2 dari 2
(dil/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads