Pertimbangan Hakim di Balik Vonis Mati Eks PM Bangladesh Hasina

Internasional

Pertimbangan Hakim di Balik Vonis Mati Eks PM Bangladesh Hasina

Tim detikcom - detikJogja
Selasa, 18 Nov 2025 12:19 WIB
FILE PHOTO: Bangladeshi Prime Minister Sheikh Hasina speaks as she meets with British Foreign Secretary David Cameron (not pictured) during the annual Munich Security Conference, in Munich, Germany February 17, 2024. REUTERS/Wolfgang Rattay/File Photo
Potret Eks PM Bangladesh Hasina yang Divonis Mati Atas Kejahatan Kemanusiaan Foto: REUTERS/Wolfgang Rattay
Jogja -

Mantan Perdana Menteri (PM) Bangladesh, Sheikh Hasina, divonis hukuman mati oleh pengadilan. Ia dinyatakan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Persidangan terhadap Hasina, yang saat ini berstatus sebagai buronan, digelar secara in-absentia di Dhaka. Hakim menyatakan Hasina bersalah atas tiga dakwaan.

"Hasina dinyatakan bersalah atas tiga dakwaan, termasuk penghasutan, perintah untuk membunuh, dan tidak bertindak untuk mencegah kekejaman tersebut," kata hakim Golam Mortuza Mozumder membacakan putusan di ruang sidang di Dhaka, ibu kota Bangladesh yang penuh sesak dengan pengunjung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami telah memutuskan untuk menjatuhkannya hanya satu hukuman -- yaitu, hukuman mati," imbuhnya, dilansir kantor berita AFP, Senin (17/11/2025), dikutip detikNews Selasa (18/11).

ADVERTISEMENT

Dalam sidang yang digelar sejak 1 Juni 2025, banyak saksi yang dihadirkan dalam pengadilan mengungkap peran Hasina dalam memerintahkan atau gagal mencegah pembunuhan massal.

"Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuasaan secara permanen -- demi dirinya sendiri dan keluarganya," sebut jaksa Tajul Islam.

Diketahui, Hasina, PM Bangladesh periode 2009-2024, melarikan diri ke India sejak tahun lalu. Ia menolak perintah pengadilan untuk pulang ke Bangladesh, dan menghadapi dakwaan memerintahkan tindakan mematikan dalam upaya gagal menumpas unjuk rasa besar-besaran yang dipimpin mahasiswa.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hingga 1.400 orang tewas dalam bentrokan yang terjadi selama unjuk rasa berlangsung pada Juli hingga Agustus 2024 lalu di Bangladesh.

"Kami menuntut hukuman tertinggi untuknya," ucap ketua jaksa penuntut, Tajul Islam, kepada wartawan di luar gedung pengadilan pada Kamis (16/10).

"Untuk satu pembunuhan, satu hukuman mati adalah aturannya. Untuk 1.400 pembunuhan, dia seharusnya dihukum 1.400 kali -- tetapi karena itu tidak mungkin secara manusiawi, kami menuntut setidaknya satu hukuman mati," ujarnya.

Jaksa penuntut menuduh Hasina yang berusia 78 tahun sebagai 'inti dari semua kejahatan yang dilakukan selama pemberontakan pada Juli-Agustus'.

Hasina diadili secara in-absentia bersama dua mantan pejabat senior Bangladesh, yakni Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Asaduzzaman Khan Kamal yang juga buron, dan mantan Kepala Kepolisian Chowdhury Abdullah Al-Mamun yang telah ditahan dan mengaku bersalah.

Jaksa penuntut mengatakan bahwa Kamal juga harus menghadapi hukuman mati.

Bangladesh Minta India Ekstradisi

Bangladesh menuntut India segera mengekstradisi Hasina. Mereka mengatakan hal tersebut merupakan tanggung jawab wajib bagi India.

"Kami mendesak pemerintah India untuk segera mengekstradisi kedua narapidana tersebut kepada pihak berwenang Bangladesh," kata Kementerian Luar Negeri Dhaka dalam sebuah pernyataan.

Bangladesh memperingatkan memberi perlindungan terhadap Hasina merupakan tindakan yang tidak bersahabat dan penghinaan terhadap keadilan.

"India tetap berkomitmen untuk kepentingan terbaik rakyat Bangladesh, termasuk dalam hal perdamaian, demokrasi, inklusi dan stabilitas," kata kementerian tersebut.

Tahun lalu, Bangladesh akan meminta red notice Interpol untuk Hasina, tetapi tidak ada catatan dalam daftar penegakan hukum yang diwaspadai oleh badan kepolisian global tersebut. Pemimpin sementara Bangladesh, Muhammad Yunus, menyambut baik putusan tersebut.

"Pemberian hukuman mati kepada Sheikh Hasina dan Asaduzzaman Khan Kamal dalam kasus kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan keputusan bersejarah," kata Muhammad Yunus dalam sebuah pernyataan.

Dia menyerukan ketenangan dan memperingatkan agar tidak ada upaya untuk melanggar ketertiban umum dan mendesak semua orang untuk menahan diri dari tindakan yang tidak disiplin.

PBB Sesalkan Vonis Hukuman Mati

PBB mengatakan hukuman terhadap Hasina menjadi momen penting bagi para korban. Namun PBB menyebut Hasina tidak seharusnya tidak dijatuhi hukuman mati.

PBB menetapkan dalam sebuah laporan pada bulan Februari, bahwa Hasina berada di balik serangan sistematis dan pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa, yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. PBB juga menyerukan pemulihan terhadap para korban.

"Kami telah menyerukan agar para pelaku, termasuk individu-individu yang berada dalam posisi komando dan kepemimpinan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan standar-standar internasional", kata juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB atau OHCHR, Ravina Shamdasani.

"Kami juga menyerukan agar para korban mendapatkan akses terhadap pemulihan dan reparasi yang efektif," imbuhnya.

Meski demikian, PBB menyesalkan vonis mati yang dijatuhkan kepada Hasina. PBB menekankan agar semua proses pertanggungjawaban, terutama atas tuduhan kejahatan internasional untuk memenuhi standar internasional tentang proses hukum dan peradilan yang adil".

"Hal ini sangat penting terutama ketika, seperti yang terjadi di sini, persidangan dilakukan secara in absentia dan berujung pada vonis hukuman mati," kata dia.

"Kami menyesalkan penjatuhan hukuman mati, yang kami menentangnya dalam segala situasi," sambungnya.

Halaman 3 dari 2
(apu/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads