Herlambang (23) warga Sindutan, Temon, Kulon Progo, DIY, akhirnya bisa lolos dari sindikat penipuan (scam) daring di Kamboja. Kepulangannya ke rumah pun penuh perjuangan usai disekap dan dipaksa bekerja sebagai scammer selama setahun.
Awalnya, Herlambang tergiur tawaran kerja sebagai penjaga toko di Thailand. Ia berangkat pada akhir Agustus 2024 dengan membayar biaya awal Rp 25 juta.
Alih-alih bekerja di Thailand, hanya seminggu setelah keberangkatan ia justru tiba di Kamboja. Ironisnya, Herlambang tiba di Thailand hanya bermodal paspor kunjungan, bukan visa kerja.
Setibanya di Kamboja, Herlambang langsung dipaksa menjadi scammer yang menargetkan warga Indonesia. Kondisi kerja dan perlakuan yang dialami pun tidak manusiawi.
"Kalau untuk perlakuan itu paling distrum sama dipukul. Itu tergantung kita melakukan kesalahannya, tapi kalau untuk minimal satu kesalahan itu 10 kali (hukuman)," ungkap Herlambang saat ditemui di Kompleks Pemkab Kulon Progo, Senin (17/11/2025).
Meski mengaku belum pernah disetrum, Herlambang mengalami pemukulan setidaknya dua hingga tiga kali seminggu. Perlakuan yang sama juga dialami rekan-rekan WNI korban lainnya.
Tertekan dengan penyekapan dan ancaman kekerasan, tekad untuk melarikan diri pun muncul.
Upaya kabur Herlambang dan rekan-rekannya sempat tertunda. Di dua gedung pertama tempat mereka disekap, penjagaan sangat ketat dengan pengawasan CCTV di mana-mana,
"Memang tidak ada space untuk melarikan diri," katanya.
Peluang emas datang saat Herlambang dan pekerja lainnya dipindahkan ke salah satu gedung baru yang terletak di perbatasan Kamboja dan Thailand. Lokasi ini memiliki celah yang krusial.
"Yang terakhir ini kita pindah ke gedung baru, belakang kantor itu langsung ketemu danau. Lalu lokasi kantornya itu tidak ditutup rapat. Jadi bisa dilangkahi, karena ada lokasi yang tinggal loncat, terus keluar ke jalan," jelas Herlambang.
Memanfaatkan celah ini, Herlambang dan rombongan yang berjumlah 10 orang akhirnya nekat melarikan diri pada awal November 2025.
Proses pelarian hingga tiba di KBRI di Phnom Penh penuh rasa waspada dan takut. Herlambang tahu begitu kabur, mereka otomatis masuk daftar hitam (blacklist) bos sindikat, dan bakal diburu sindikat tersebut.
"Kalau pas kabur itu takut. Karena memang kalau sudah kabur dari perusahaan itu kita yang pertama kita sudah masuk ke dalam blacklist yang dibuat oleh bos. Terus juga ada anak buahnya yang mencari," tuturnya.
Berkat keberanian Herlambang dan rombongannya, saat ini 6 orang sudah berhasil dipulangkan ke Indonesia, termasuk Herlambang. Sementara empat orang lainnya masih menunggu proses deportasi di KBRI Phnom Penh.
Kepulangan Herlambang juga tidak lepas dari gerak cepat perangkat desa dan Pemkab Kulon Progo setelah menerima laporan. Lurah Sindutan, R. Sumarwanto, menjelaskan proses kepulangan bahkan diwarnai 'drama' talangan dana dari Anggaran Kalurahan (APBKal) karena mendesaknya waktu pengurusan exit permit dari Kamboja.
"Kami melangkah untuk bagaimana caranya untuk memulangkan warga kami. Kita talangi dulu supaya warga kami bisa pulang dulu," ujar Sumarwanto.
Sementara itu, Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan, menegaskan kasus ini adalah contoh nyata dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Pesan kami, hati-hati dan jaga. Jangan sampai warga Kulon Progo ada yang apa, ketarik lagi di human trafficking ini," imbaunya.
Simak Video "Video: Viral Momen Wakil Bupati Kulon Progo Perbaiki Sepatu Paskibraka"
(ams/apl)