Sejarah tercipta di Sirkuit Catalunya, Barcelona, Spanyol. Lagu Indonesia Raya berkumandang setelah pebalap muda Indonesia, Muhammad Kiandra Ramadhipa, naik podium pertama European Talent Cup (ETC) 2025.
Kemenangan ini terasa spesial bagi Rama, begitu biasa dia disapa. Bagaimana tidak, pemuda asal Padukuhan Pokoh, Wedomartani, Sleman, ini memulai balapan dari posisi 24 karena kesalahannya saat sesi kualifikasi. Mungkin bagi banyak orang, itu adalah akhir dari segalanya. Namun, bagi Rama, itu hanyalah awal dari sebuah pertunjukan.
Di lintasan, dari posisi belakang Rama melaju dengan penuh perhitungan. Satu per satu lawan bisa diasapi. Kondisi balapan yang kacau karena banyak pembalap yang jatuh bisa dimanfaatkan sempurna. Hingga akhirnya Rama sempat memimpin balapan dan bertarung sengit dengan pembalap UAX Seventytwo Artbox, Carlos Cano.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya bergantian memimpin lomba hingga tikungan terakhir. Puncaknya, terjadi di lap terakhir ketika Carlos Cano, mencoba merebut posisi pertama. Rama mampu mengunci kemenangan dengan selisih waktu tipis dari sang pemuncak klasemen.
Di balik kemenangan heroik itu terdapat kerja keras, DNA, dan dukungan penuh dari keluarga remaja yang masih berusia 15 tahun itu. Darah pebalap memang mengalir deras di tubuh Rama. Sejak berusia 4 tahun, dia sudah akrab dengan deru mesin. Maklum, ayahnya, M Yuki Arafat, juga seorang pebalap.
"Kalau untuk Rama sendiri itu, balapnya dari umur 4 tahun ya. Karena kan ayahnya ini, pebalap juga, dulunya pebalap. Mobil dan motor," kata Lusiana Yunita, ibunda dari Rama, saat menceritakan awal mula putranya terjun ke dunia adu cepat saat ditemui di kediamannya di Wedomartani, Sleman, Rabu (5/11/2025).
Perjalanan anak kedua dari tiga bersaudara meniti tangga podium Catalunya ini tak instan. Lusiana mengenang semua berawal dari rasa ingin tahu sang anak akan dunia ayahnya.
Rumah M Kiandra Ramadhipa, pebalap Indonesia yang jadi juara European Talent Cup di Sirkuti Catalunya, Spanyol, saat didatangi di Wedomartani, Sleman, Rabu (5/11/2025). Foto: Jauh Hari Wawan/detikJogja |
"Rama itu ikut ayahnya ke mana-mana kalau ada balap," ujarnya.
Rasa ingin tahu yang besar itu kemudian membuat sang ayah mencoba mengenalkan dunia balap ke sang anak. Dari mesin potong rumput yang dimodifikasi, Rama beranjak ke Mini GP, lalu motocross, ke kelas 'bebek' (underbone), hingga akhirnya kini naik ke kelas sport.
"Awal latihannya itu kita pakai mesin pemotong rumput awalnya. Mungkin bapaknya masih takut ya, karena dulu tuh (Rama) kecil banget," tutur Lusiana.
Bakatnya terasah lewat disiplin yang keras. Sejak kecil, dia dilatih langsung oleh sang ayah. Rutinitasnya padat, setiap pulang sekolah, Rama langsung menuju sirkuit. Latihan bisa 5-6 kali seminggu. Lokasinya pun berpindah-pindah, dari Mandala Krida, lapangan parkir Pasar Sapi Siyono, Boyolali, hingga Mijen.
"Rama itu tipe anak yang kalau sehari nggak gerak itu marah. Aktif. Pagi sebelum sekolah biasanya dia sepedaan minimal 50 kilometer. Nanti pulang sekolah latihan," ungkapnya.
Perjuangan itu akhirnya terbayar tuntas di Sirkuit Catalunya, tempat idolanya Jorge Martin dinobatkan sebagai juara dunia MotoGP 2024. Di balik kesuksesannya merengkuh podium juara, ada doa dari orang tua yang mengalir.
Sebelum berangkat mengaspal, keluarga Rama selalu membuatkan acara berupa doa dan bancakan bersama warga. Rutinitas itu terus terjaga hingga sekarang. Satu jam sebelum race dimulai, Rama juga melakukan panggilan video untuk meminta doa restu dari keluarga. Termasuk pada balapan terakhir.
"Pasti video call. (Intinya) Menguatkan dia sih. Karena dia kan kemarin melakukan kesalahan. Jadi kita lebih ke udah enggak apa-apa gas aja. Kalau memang nanti rezekinya juara ya juara kalau misalnya enggak, ya sudah. Itu aja sih," ujarnya.
Sementara Rama berjuang di lintasan, sang ibu berjuang di depan layar. Lusiana telah menjelma menjadi 'analis' bagi putranya. Saat balapan, dia memantau dari empat layar sekaligus.
"Kalau saya nonton itu 4 layar. TV, laptop, handphone 2. Satu untuk TV-nya yang YouTube, satu laptop datanya dia per lap, satunya itu untuk kekuatan motornya dia. Jadi per race itu kita harus melaporkan progresnya ke Astra," ceritanya.
Sampai pada momen usai balapan, Rama menelwpon sang ibu. Memberi kabar bahagia, finis urutan pertama.
"Sesudah race dia langsung telepon. Cuman bilang 'bisa mah, kakak bisa juara satu' sambil nangis," ujarnya.
Lusiana sadar jalan yang dipilih anaknya menjadi seorang pebalap penuh risiko. Cedera akibat kecelakaan saat balapan menjadi momok utama. Pernah satu kali Rama mengalami insiden saat balapan di Sepang, Malaysia.
Namun, mereka sadar ini adalah konsekuensi dari jalan yang dipilih. Dengan dukungan keluarga, dan mental baja Rama sendiri, dia berhasil bangkit.
"Dia jatuh, lowside, terus ada pendarahan pada otak. Sempat performanya menurun 2 seri," kenangnya.
Perjalanan Rama di dunia balap masih panjang. Dalam tabel klasemen ETC 2025, Rama berada di posisi ketiga. Meski sulit mengejar posisi dua karena poin terpaut jauh, Lusiana meminta agar Rama fokus mengamankan peringkat tiga klasemen hingga seri terakhir bulan ini.
Target tertinggi selanjutnya sudah jelas naik kelas dan terus berjuang menggapai mimpi di MotoGP.
"Kalau untuk target pastinya MotoGP ya. Cuman kan enggak bisa kita muluk-muluk juga. Yang penting kita berproses kalau memang nanti rezekinya bertahap ya alhamdulillah," ujarnya.
Baca juga: Raul Fernandez Juara MotoGP Australia 2025 |
Untuk saat ini Lusiana hanya bisa mendoakan yang terbaik bagi putranya. Bisa terus berkembang dan mengharumkan nama Indonesia di dunia.
"Harapannya pasti sukses terus karirnya, terus bisa mencapai apa yang dia impikan. Tetap menjadi anak yang membanggakan untuk Indonesia pastinya bisa membawa nama baik Indonesia ke kancah dunia," pungkasnya.













































Komentar Terbanyak
Apa Bedanya Hamengku Buwono, Paku Alam, Paku Buwono, dan Mangkunegara?
Pandji Pragiwaksono Dituntut 50 Kerbau gegara Candaan Adat Pemakaman Toraja
Ignasius Jonan Ungkap Isi Pertemuan 2 Jam dengan Prabowo