Pemerintah Israel meminta koalisi yang berkuasa untuk menangguhkan rancangan undang-undang (RUU) terkait pencaplokan Tepi Barat. Penangguhan dilakukan setelah Amerika Serikat (AS) mengkritik dan mengancam menarik dukungan jika negara Yahudi itu nekat meloloskannya.
Dilansir Reuters dan kantor berita Turki Anadolu, seperti dikutip detikNews Jumat (24/10/2025), Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut langkah Parlemen Israel, Knesset, yang menuai banyak kritikan itu sebagai 'provokasi politik yang disengaja' oleh oposisi.
"Pemungutan suara Knesset tentang aneksasi merupakan provokasi politik yang disengaja oleh pihak oposisi untuk memicu perpecahan selama kunjungan Wakil Presiden JD Vance ke Israel," demikian pernyataan kantor Netanyahu yang dirilis pada Kamis (23/10).
Kantor PM Netanyahu kemudian menyatakan bahwa RUU pencaplokan itu disponsori oleh anggota oposisi dalam Knesset.
"Partai Likud dan partai-partai keagamaan (para anggota koalisi utama pemerintahan Israel) tidak memberikan suara untuk RUU ini, kecuali satu anggota Likud yang baru-baru ini dipecat dari jabatan ketua komite Knesset. Tanpa dukungan Likud, RUU ini kemungkinan besar tidak akan berhasil," kata Netanyahu.
Ketua koalisi berkuasa di Israel, Ofir Katz, menurut laporan harian Israel, Yedioth Ahronoth, mengatakan bahwa Netanyahu menginstruksikan dirinya "untuk tidak memajukan proposal mengenai penerapan kedaulatan di Yudea dan Samaria (sebutan Israel untuk Tepi Barat-red) sampai pemberitahuan lebih lanjut".
Diketahui, pada Rabu (22/10) Knesset memberikan suara dukungan untuk mempertimbangkan dua RUU yang secara efektif bakal mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat, dan mengatur soal blok permukiman Ma'ale Adumim yang kontroversial.
Kedua RUU ini masih harus melewati tiga pembahasan lagi di Parlemen Israel sebelum bisa disahkan sebagai Undang-undang (UU).
Langkah Knesset itu bertepatan dengan kunjungan Wakil Presiden AS JD Vance ke Israel pada Rabu (22/10) dan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio pada Kamis (23/10). Reaksi keras diberikan oleh keduanya.
Vance menyebut langkah parlemen Tel Aviv itu sebagai 'political stunt' atau 'aksi politik' yang bodoh dan menghina AS.
Rubio menyebut langkah Israel itu berpotensi mengancam kesepakatan damai Gaza, yang diwujudkan dengan mediasi AS bersama Mesir dan Qatar. Kesepakatan itu didasarkan atas rencana perdamaian yang diusulkan Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang Gaza.
Trump, dalam wawancara dengan majalah TIME pada 15 Oktober dan diterbitkan pada Kamis (23/10), memperingatkan bahwa Israel akan kehilangan dukungan AS jika melanjutkan pencaplokan Tepi Barat.
"Itu tidak akan terjadi karena saya sudah berjanji kepada negara-negara Arab... Israel akan kehilangan semua dukungan Amerika Serikat jika hal itu terjadi," tegas Trump.
Simak Video "Video: Israel Bakal Beri Penghargaan Tertinggi ke Donald Trump"
(apu/aku)