Sultan HB X Soroti Keracunan MBG, Singgung Sayur Dimasak Dini Hari Pasti Basi

Sultan HB X Soroti Keracunan MBG, Singgung Sayur Dimasak Dini Hari Pasti Basi

Tim detikJogja - detikJogja
Sabtu, 27 Sep 2025 15:13 WIB
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X di Kantor Gubernur, kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (10/6/2025).
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X di Kantor Gubernur, kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (10/6/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja
Jogja -

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, menyinggung soal program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ngarsa Dalem kemudian menyoroti terkait sayur yang menurutnya dimasak terlalu dini.

"Bisa nggak, 02.30 itu jangan masak sayur? Ya kan? Tapi (saat) sudah pagi, baru masak sayur, toh dimakan jam 08.00 atau jam 10.00. Yang lain kira-kira digoreng dengan masak dan sebagainya, itu didulukan," tutur Sultan HB X sambutan di DPKP DIY, Jumat (26/9/2025).

Sultan menuturkan dirinya sering memasak sehingga paham bahan makanan mana saja yang cepat basi. Ia juga menyinggung pengalamannya dalam menyiapkan makanan di dapur umum untuk korban erupsi Merapi 2010 silam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Loh, saya itu di rumah juga sering masak, demikian, dan saya punya pengalaman 4 tahun mesti buka pengungsian karena keaktifan Merapi. Mesti duwe (punya) dapur umum," kata Sultan.

ADVERTISEMENT

Ia lantas menyoroti maraknya kabar keracunan yang dialami murid-murid penerima MBG. Ngarsa Dalem menjelaskan sayur yang dimasak dini hari, ketika disantap beberapa jam kemudian akan basi.

"Sebetulnya nggak rumit, kenapa keracunan? Nggak usah menggunakan orang kimia gitu, sudah. Masaknya jam setengah 2 pagi, dimakan jam 08.00 saja sudah mesti wayu (basi). Udah. Itu airnya disendok begini sudah mulur itu. Udah itu pasti," jelasnya.

Singgung Pemilihan Menu

Sultan HB X kemudian menyinggung terkait efektivitas menu. Ia menjabarkan pengalamannya di dapur umum saat bencana gempa 2006 maupun letusan Merapi 2010.

"Pengalaman saya pernah terjadi di 2006 pada waktu bencana, di mana sebagian kecil ada kami masak untuk dapur umum, yang menentukan lauk adalah dapur. Begitu dimakan, ini makanan tidak enak, ya buang di halaman. Sudah itu finis," paparnya.

"Tapi 2010 pada waktu Merapi meletus, kami tidak menentukan menu makanan, yang menentukan adalah yang mau makan. Ya, kelompok-kelompok itu musyawarah, pagi makan apa, siang makan apa, malam makan apa. Saya hanya mengatakan pokoknya ada telur atau daging atau ayam. Pokoknya tiap hari, itu tiap makan harus ada, terserah variasinya, itu yang diputus, tidak ada yang dibuang," imbuhnya.

Menurut Sultan, jika pola yang digunakan dalam penyajian makanan di program MBG tidak dievaluasi, maka potensi kasus keracunan akan selalu ada.

"Korban itu tidak akan berkurang selama pola masak-pola masaknya tidak berubah, gitu," tegas Sultan.




(apu/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads