Sentilan Sultan HB X Usai Marak Kasus Keracunan MBG

Round Up

Sentilan Sultan HB X Usai Marak Kasus Keracunan MBG

Tim detikJogja - detikJogja
Sabtu, 27 Sep 2025 07:00 WIB
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (29/7/2025).
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Selasa (29/7/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyentil soal program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam pidatonya di acara gerakan pangan murah di DPKP DIY hari ini. Sultan menganggap kasus keracunan akan terus muncul bila tak ada evaluasi dari cara memasak.

"Korban itu tidak akan berkurang selama pola masak-pola masaknya tidak berubah, gitu," kata Sultan dalam sambutannya di DPKP DIY, Jumat (26/9/2025).

Dia menganggap masalah keracunan terletak pada cara memasak. Menurutnya, ada beberapa makanan yang bila dimasak malam akan basi saat disajikan pagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebetulnya nggak rumit, kenapa keracunan? Nggak usah menggunakan orang kimia gitu, sudah. Masaknya jam setengah 2 pagi, dimakan jam 08.00 saja sudah mesti wayu (basi). Udah. Itu airnya disendok begini sudah mulur itu. Udah itu pasti," kata Sultan.

Sultan kemudian menceritakan pengalamannya soal memasak. Dia juga bercerita pengalamannya mengelola dapur umum untuk korban bencana erupsi Merapi 2010 silam.

ADVERTISEMENT

"Loh, saya itu di rumah juga sering masak, demikian. Dan saya punya pengalaman 4 tahun mesti buka pengungsian karena keaktifan Merapi. Mesti duwe (punya) dapur umum," kata Sultan.

"Bisa nggak, 02.30 itu jangan masak sayur? Ya kan? Tapi (saat) sudah pagi, baru masak sayur, toh dimakan jam 08.00 atau jam 10.00. Yang lain kira-kira digoreng dengan masak dan sebagainya, itu didulukan," sambungnya.

Sultan juga mengulas dapur umum korban bencana gempa pada 2006 dan bencana erupsi Merapi 2010 silam. Dalam hal ini Sultan menyoroti soal efektivitas pemilihan menu.

"Pengalaman saya pernah terjadi di 2006 pada waktu bencana, di mana sebagian kecil ada kami masak untuk dapur umum, yang menentukan lauk adalah dapur. Begitu dimakan, ini makanan tidak enak, ya buang di halaman. Sudah itu finis," paparnya.

"Tapi 2010 pada waktu Merapi meletus, kami tidak menentukan menu makanan, yang menentukan adalah yang mau makan. Ya, kelompok-kelompok itu musyawarah, pagi makan apa, siang makan apa, malam makan apa. Saya hanya mengatakan, pokoknya ada telur atau daging atau ayam. Pokoknya tiap hari, itu tiap makan harus ada, terserah variasinya, itu yang diputus, tidak ada yang dibuang," imbuhnya.




(afn/alg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads