Gempar Pemerkosaan Sum Kuning Sampai Kapolri Hoegeng Turun Tangan

Gempar Pemerkosaan Sum Kuning Sampai Kapolri Hoegeng Turun Tangan

Nur Umar Akashi - detikJogja
Jumat, 26 Sep 2025 16:01 WIB
Jenderal (Purn) Hoegeng Iman Santoso selama hidupnya dikenal sebagai Kapolri yang berintegritas. Hoegeng juga memiliki sisi lain yang gemar melukis dan bermusik
Jenderal Kapolri Hoegeng. Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jogja -

Kasus penculikan dan pemerkosaan Sum Kuning pada 1970 silam sempat menggemparkan warga Jogja. Selain karena kebrutalan aksi pelaku, penanganan hukum yang disebut banyak keganjilan juga menjadi tanda tanya.

Diketahui, Sum Kuning yang bernama asli Sumarijem, diculik, lalu diperkosa pada Senin Pahing, 21 September 1970. Kasusnya kemudian diangkat oleh koran dan pers. Masyarakat menanti-nanti aksi polisi untuk menyeret pelaku.

Berdasar tulisan dalam buku Sum Kuning Korban Pentjulikan Pemerkosaan yang ditulis oleh para pengacara Sum Kuning, alih-alih pelaku, justru gadis malang itu yang ditahan selama kurang lebih 30 hari dan diinterogasi polisi. Ia dituduh menyebarkan berita bohong dan diseret ke meja hijau.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Singkat cerita, setelah melalui sejumlah persidangan, Ketua Majelis Hakim Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tidak bersalah. Ia membebaskan gadis penjual telur itu dari segala tuduhan. Berakhirnya persidangan lantas membuka babak baru pengentasan kasus.

ADVERTISEMENT

Langkah Kapolri Hoegeng Tuntaskan Kasus Sum Kuning

Saat itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tengah dipimpin oleh Hoegeng Iman Santoso. Polisi yang sampai sekarang namanya harum karena kejujuran dan keberaniannya itu segera bertindak menuntaskan kasus Sum Kuning.

Ia memerintahkan Danjen Komando Reserve Katik Suroso dan Kepala Humas MABAK Soetarjo untuk mengungkap fakta di balik kasus Sum Kuning. Caranya dengan menghubungi orang-orang yang diperkirakan punya fakta terkait kejadian sebenarnya.

"Kapolri tetap akan mengadakan koreksi ke dalam. Polisi-polisi yang membujuk, menganiaya, dan menodai para bekas tertuduh juga akan ditindak. Kapolri tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun juga. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, walaupun keluarga sendiri kalau salah tetap kita tindak," bunyi instruksi tersebut.

Kapolri Hoegeng juga membentuk tim khusus untuk mengusut kasus gelap ini. Tidak berhenti sampai di sana, kepala kepolisian Jogja lantas diganti. Guna mengisi kekosongan komando polisi Jogja, ia mengangkat Suhardi Projotaruno.

Tanpa segan, Hoegeng meminta bantuan rakyat menegakkan Rule of Law. Strategi Kapolri Hoegeng didukung masyarakat Jogja yang percaya padanya. Masyarakat menanti-nanti hasil nyata tim khusus bentukan Hoegeng.

Hasil Akhir Investigasi Tim Khusus Hoegeng

Kepercayaan masyarakat terhadap Hoegeng dan jajaran kepolisian saat itu cukup tinggi. Sayangnya, tingkat kepercayaan yang sama tidak berlaku bagi kepolisian Jogja kala itu. Mengingat, sebelum kasus Sum Kuning mencuat, kasus serupa yang menimpa guru muda Stella Duce juga belum diusut tuntas.

Kapolri Hoegeng sendiri dalam perkembangan selanjutnya menyatakan telah menahan 7 orang dan masih meneruskan penyelidikan. Rencananya pelaku akan diumumkan pada akhir Januari 1971.

Namun, pada 3 Februari 1971, Kapolri Hoegeng justru menyebut belum adanya kepastian mengenai pelaku.

"Mengenai peristiwa Sum Kuning, setelah diadakan penyelidikan yang mendalam dan seksama dengan bantuan sepenuhnya dari instansi serta masyarakat, maka sampailah kita pada kesimpulan sementara, bahwa sekarang ini belum didapat keterangan-keterangan/bukti-bukti untuk dengan pasti dapat menentukan siapa-siapa pelakunya," bunyi keterangannya.

Pengalihan Tugas Penyelidikan Sum Kuning ke Teperpu

Di tengah penyelidikan tersebut, tersiar berita bahwa Hoegeng dipanggil ke istana untuk menyerahkan persoalan ke Presiden Soeharto. Oleh presiden ke-2 RI itu, kasus Sum Kuning dilimpahkan ke Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu) di bawah Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Kamadjaja dkk dalam buku Sum Kuning Korban Pentjulikan Pemerkosaan menjelaskan bahwa perpindahan tanggung jawab ini tidaklah benar. Dalam artian, penyelidikan Sum Kuning tetap dilanjutkan oleh tim bentukan Hoegeng.

Di sisi lain, sejarawan sekaligus aktivis feminis Ita Fatia Nadia, menyebut memang ada pengalihan penugasan untuk mendalami kasus Sum Kuning. Saat kejadian, Ita masih duduk di bangku pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sosoknya juga bercerita pernah mewawancarai pengacara Sum Kuning.

"Iya. Jadi Hoegeng diminta oleh Presiden Soeharto untuk berhenti menyelidiki Sum Kuning. Pak Harto (kemudian) menunjuk beberapa orang, yang itu militer, untuk membuat investigasi ulang terhadap perkosaan Sum Kuning. Tapi, yang menarik, tim penyelidikan ini di bawah Kopkamtib," jelasnya lewat sambungan Zoom pada Selasa, (23/9/2025).

Setelah dialihkan, menurut keterangan Ita, tim investigasi di bawah Kopkamtib yang dikomandoi Jenderal Soemitro, juga tak menemukan hasil.

"Hasilnya apa dan bagaimana itu, nggak ada laporannya," ujarnya.

Hoegeng Dinonaktifkan, Benarkah karena Kasus Sum Kuning?

Pengabdian Hoegeng Iman Santoso terhadap tanah airnya mendadak berakhir karena ia mendadak dicopot. Padahal, masa baktinya belum usai. Tercatat, polisi yang terkenal akan kejujuran dan integritasnya itu berhenti bertugas per 2 Oktober 1971.

Pemberhentian mendadak Hoegeng menimbulkan tanda tanya yang tak pernah bisa terjawab seratus persen. Ita sendiri meyakini pembebastugasan Hoegeng disebabkan karena 'ulahnya' Hoegeng yang mengusik kalangan elit.

"Selain kasus Sum Kuning, dia juga membongkar kasus penyelundupan mobil oleh Robby Tjahyadi lewat pelabuhan. Itu (melibatkan) petinggi negara, pejabat-pejabat negara. Tapi juga Pak Hoegeng membongkar korupsi, membongkar ketidakberesan di negara ini," terangnya.

Nama Hoegeng Iman Santoso juga sempat dibesarkan rumornya sebagai pembela Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan, ia pernah dipanggil dan diinterogasi Kopkamtib yang bertugas menumpas sisa-sisa Gerakan G30S/PKI.

"Oleh Kopkamtib, Pak Hoegeng itu sempat dipanggil, seperti diinterogasi. Bayangkan, Kapolri diinterogasi Kopkamtib. Itu ada dalam naskahnya Ibu Roekmini," lanjut Ita.

Pada tahun-tahun 70-an itu, peristiwa G30S/PKI memang masih panas diperbincangkan. Ita meyakini, tuduhan Hoegeng sebagai pembela PKI dan Gerwani sengaja dibesarkan pihak-pihak tertentu guna membangun sentimen publik.

Pemberhentian Hoegeng sampai sekarang masih menyimpan tanda tanya besar di benak masyarakat. Sang Polisi Jujur berakhir tugasnya begitu saja. Dari hiruk-pikuk kasus tanpa ujung di Indonesia, kembali ke pangkuan ibunda tercinta.




(par/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads