Jembatan apung di Sungai Progo yang mempersingkat jarak Bantul dan Kulon Progo ini dibangun oleh tiga pengusaha. Jembatan ini berbahan kayu dengan drum dan besi di bawahnya. Panjangnya sekitar 70 meter dan lebarnya sekitar 2,5 meter. Ini penampakannya.
Pintu masuk jembatan ini berada di selatan Kantor Kapanewon Pajangan, Bantul. Untuk melewati jembatan itu, pengendara diperkenankan membayar Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 10.000 untuk mobil.
![]() |
Salah seorang inisiator pembangunan jembatan apung itu ialah Sudiman (34), pengusaha tahu warga Temben, Lendah, Kulon Progo. Dia menuturkan bahwa jembatan tersebut dibangun oleh dirinya bersama dua pengusaha lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sudiman, jembatan apung tersebut awalnya dibuat untuk mempermudah akses jualan tahu. Sebelum ada jembatan itu, pihaknya harus lewat jalan memutar yang lumayan jauh.
![]() |
"Tujuannya supaya kalau mau jualan tahu ke area Jogja bisa cepat. Karena selama ini melewati Jembatan Bantar dan dibandingkan lewat sini selisih waktunya bisa sampai sekitar setengah jam," kata dia saat ditemui wartawan di Pajangan, Bantul, Selasa (19/8/2025).
Sudiman mengungkapkan, dia bersama dua rekannya itu yang menanggung biaya pembangunan jembatan sekitar Rp 150 juta.
![]() |
"Ada 3 orang yang menginisiasi jembatan apung ini, 2 pengusaha tahu dan satunya pengusaha nontahu. Jadi Rp 150 juta itu dibagi tiga," ujarnya.
Jembatan dibangun menggunakan drum agar jembatan mengapung. Di atas drum itu, dipasang besi dan di atasnya lagi menggunakan kayu sebagai jalan.
![]() |
"Lalu dipasang sling baja sebagai penahan di masing-masing ujung jembatan. Karena itu jembatan ini mampu dilewati kendaraan bermotor dengan berat lebih dari satu ton," katanya.
Soal izin pembangunan jembatan apung, Sudiman mengaku telah berkoordinasi dengan warga setempat. Selain itu pihaknya juga sudah meminta izin kepada Lurah setempat.
"Iya (sudah izin), warga setempat yang mau dilewati izin dulu dan izin pak Lurah. Pak Lurah malah bangga, senang, karena kalau mau pergi ke Jogja jadi lebih cepat," ujarnya.
Pihaknya juga memberlakukan tarif bagi pengendara untuk melintas. Hal itu disebut untuk biaya perawatan jembatan.
"Iya (ada tarifnya), tapi buat biaya perawatan jembatan apung ini. Ya sebenarnya kita tidak memberlakukan tarif, tapi seikhlasnya saja," ucapnya.
Meski begitu, ada batas minimal untuk tarif melintas di jembatan apung tersebut yakni Rp 2 ribu untuk motor dan Rp 10 ribu untuk mobil.
"Tapi ya jangan minim-minim. Jadi kalau mobil Rp 10 ribu dan motor Rp 2 ribu," ucapnya.
Sudah banyak warga yang memanfaatkan jembatan ini karena lebih menghemat waktu perjalanan.
"Ini (jembatan apung) kan baru dibuka tiga hari ini. Saya biasanya lewat Srandakan sama Lendah, memutar dan dengan adanya jembatan ini mempersingkat waktu sekitar satu jam. Jadi bermanfaat banget ini," kata Jono kepada wartawan di Pajangan, Bantul, Selasa (19/8/2025).
"Ada (dikenakan tarif) Rp 10 ribu tadi. Tapi tidak apa-apa karena bisa mempersingkat waktu dan kita bisa kejar target. Karena saya sehari-hari ambil limbah kayu buat masak saat produksi tahu," ucapnya.
Sementara itu Dinas Perhubungan Bantul menyatakan akan menggandeng Dishub DIY untuk melakukan analisis terkait keberadaan jembatan itu.
"Terhadap pembangunan jembatan itu yang berkaitan dengan Dishub berkaitan dengan analisis dampak lalu lintas. Kedua jembatan itu untuk wilayah Bantul irisannya dengan Jalan Provinsi sehingga yang mengurus andalalin di Dishub provinsi," kata Kepala Dishub Bantul, Singgih Riyadi saat dihubungi wartawan, Selasa (19/8/2025).
"Seumpama jembatan itu memang memiliki fungsi dan manfaat dan strategis justru kami bisa nanti membantu rambu-rambu atau mengarahkan bagaimana pengaturan lalu lintasnya," sambungnya.
Singgih menambahkan, jembatan apung itu seharusnya sudah mengantongi izin dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Sebab, jembatan tersebut berada di atas aliran Sungai Progo.
(dil/rih)
Komentar Terbanyak
UGM Batalkan Sewa Gedung untuk Launching Buku Roy Suryo dkk
Ditolak UGM, Launching Buku Roy Suryo dkk Pindah ke Kafe
Judul Buku Roy Suryo dkk yang Batal Dilaunching di UC UGM: Jokowi's White Paper