Akal Bulus Komplotan Mafia Tanah Kibuli Mbah Tupon Lansia Buta Huruf

Round-Up

Akal Bulus Komplotan Mafia Tanah Kibuli Mbah Tupon Lansia Buta Huruf

Tim detikJogja - detikJogja
Sabtu, 21 Jun 2025 07:15 WIB
Tampang 6 tersangka mafia tanah yang terjadi kepada warga Bantul, Mbah Tupon, saat rilis kasus di Polda DIY, Jumat (20/6/2025).
Tampang tersangka mafia tanah dengan korban Mbah Tupon warga Bantul, saat rilis kasus di Polda DIY, Jumat (20/6/2025). Foto: Jauh Hari Wawan/detikJogja
Jogja -

Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan mafia tanah dengan korban Mbah Tupon (68) warga Bantul. Terungkap peran dan modus para tersangka dalam kasus ini.

7 Tersangka

Tujuh tersangka yakni pria inisial BR (60) dan Tk (54) warga Kasihan, Bantul; wanita inisial VW (50) warga Pundong, Bantul; pria inisial Ty (50) warga Sewon, Bantul; pria inisial MA (47) dan wanita inisial IF (46) warga Kotagede, Kota Jogja; serta AH (60) warga Kota Jogja.

Enam tersangka sudah ditahan oleh penyidik Polda DIY. Sementara tersangka AH belum ditahan karena kondisi kesehatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"AH saat ini masih proses pemeriksaan. Jadi dari tujuh tersangka yang sudah kita tetapkan, enam orang sudah kita lakukan penahanan," kata Dirreskrimum Polda DIY Kombes Idham Mahdi saat rilis kasus di Mapolda DIY, Sleman, Jumat (20/6/2025).

"(AH) Sudah ditetapkan sebagai tersangka, kemarin yang bersangkutan memang dalam kondisi sakit tapi tetap kita meminta pertanggungjawabannya," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Peran Tersangka

Idham menjelaskan, para tersangka memiliki peran masing-masing. Dalam rilis tertulis Polda DIY yang diterima wartawan, tersangka pertama, BR yang berperan untuk menerima SHM dan membujuk Mbah Tupon ke Tk. "(BR) Sekaligus menerima transferan," ujarnya.

Kemudian, Tk berperan untuk menerima uang transfer dan menyuruh Mbah Tupon untuk menandatangani surat AJB fiktif. Sekaligus menjadikan SHM 24452 untuk jaminan pinjaman di koperasi atas nama Mbah Tupon.

Selanjutnya menggunakan akta palsu No. 145/2022 bersama VW menjual/gadai SHM 24452 dan menerima senilai Rp 18,7 juta. Dia juga menyerahkan SHM 24451 ke Ty dan menerima senilai Rp137 juta.

Selanjutnya, VW menggunakan akta palsu No. 145/2022 untuk menjual/gadai SHM 24452 ke seseorang senilai Rp 150 juta dan membaginya ke Tk dan untuk pribadi.

"Yang keempat Ty, menerima SHM 24451 dari Tk dan mengurus semua proses pembuatan AJB fiktif ke PPAT AR atas perintah MA. Menerima uang dari MA dan mentransfer uang ke Tk dan menerima SHM 24451 an. IF dari AR dan menyerahkan ke notaris," ujarnya.

Sedangkan, MA berperan membuat skenario jual beli fiktif. Dia juga menggunakan SHM hasil manipulasi untuk ajukan kredit bank atas nama sendiri dan mendapatkan total kredit senilai Rp 2,5 miliar dan mentransfer ke Ty untuk proses AJB.

Kemudian IF, berperan menandatangani AJB fiktif dan menjadi pemilik nama di SHM 24451. Kemudian menjadi penjamin kredit di bank untuk atas nama MA dan menerima uang di rekening pribadi.

Terakhir, AH, berperan membuat AJB fiktif tanpa kehadiran dan kesepakatan jual beli dari para pihak. Memproses balik nama SHM 24451 menjadi atas nama IF dan menyerahkan ke Ty. AH juga mendapatkan sejumlah uang.

"AH ini yang saat ini dalam proses pemeriksaan," ujarnya.

Modus Tersangka

Dirreskrimum Polda DIY Kombes Idham Mahdi mengungkap modus para tersangka yaitu memanfaatkan kekurangan Mbah Tupon yang buta huruf.

"Adapun modus operandinya adalah para tersangka memanfaatkan kekurangan dari korban (buta huruf), yang saat ini (sertifikat) itu beralih hak kepada nama-nama tersangka dan diagunkan di salah satu perbankan," kata Idham saat rilis kasus di Mapolda DIY, Jumat (20/6/2025).

Idham bilang, kejadian tersebut terjadi pada rentang waktu tahun 2022 hingga tahun 2024 di Kelurahan Ngentak, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke Polda DIY pada 14 April 2025 dan tercatat di Laporan Polisi Nomor: LP/B/248/IV/2025/SPKT/POLDA D.I. YOGYAKARTA.

Dijerat Pasal Berlapis

Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, salah satunya terkait pencucian uang.

Dirreskrimum Polda DIY Kombes Idham Mahdi bilang, dari kejahatan awal yang dilakukan para tersangka, penyidik kemudian menemukan ada kaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Sehingga dalam kasus ini penyidik men-juncto-kan dengan pasal pencucian uang.

"Untuk delik pencucian uangnya setelah kita lakukan tahapan penyidikan, mengumpulkan, mencari barang bukti dan membuat lebih terang peristiwa pidana ini guna menentukan tersangkanya, penyidik berpendapat ada dugaan tindak pidana pencucian uang," kata Idham saat rilis kasus di Mapolda DIY, Jumat (20/6/2025).

Adapun pasal yang diterapkan yakni Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ancaman hukuman dari pasal tersebut maksimal 20 tahun penjara dengan dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Selain pasal tersebut, pelaku dijerat Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KUHP, Pasal 263 KUHP, dan Pasal 266 KUHP.

Adapun barang bukti yang diamankan yakni SHM No 24451/Bangunjiwo atas nama IF, SH No 24452/Bangunjiwo atas nama Tupon Hadi, dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan perkara.

Duduk Perkara

Diketahui kasus ini bermula pada 2020 lalu, Mbah Tupon yang memiliki lahan seluas 2.100 meter persegi dan hendak menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi. Tahun itu, tanah 298 meter persegi itu dibeli oleh BR.

BR yang memiliki kekurangan pembayaran sebesar Rp 35 juta menawari Tupon untuk mengganti kekurangan dengan jasa memecah sertifikat tanah sisa milik Tupon seluas 1.655 meter persegi sesuai nama ketiga anaknya.

Lama tak ada kejelasan, bulan Maret 2024 kediaman Mbah Tupon didatangi petugas bank yang menanyakan soal tanahnya. Ternyata, sertifikat yang harusnya dipecah malah dibalik nama dan diagunkan ke bank senilai Rp 1,5 miliar.

Sertifikat itu juga sudah berganti atas nama Indah Fatmawati. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polda DIY.




(rih/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads