Pemkab Sleman ke Konawe Selatan Urus Penyerobotan Lahan Transmigran

Pemkab Sleman ke Konawe Selatan Urus Penyerobotan Lahan Transmigran

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Selasa, 17 Jun 2025 13:18 WIB
Ilustrasi Migran Internasional
Ilustrasi migrasi. Foto: Dok. UNICEF
Sleman -

Warga transmigran asal Kabupaten Sleman mengaku mengalami konflik lahan di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Pemkab Sleman kemudian berangkat ke lokasi para transmigran tersebut.

"Hari ini saya bersama rombongan bapak Bupati Sleman, juga dari DIY, juga dari Kementerian Transmigrasi akan kunjungan kerja ke Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara untuk memecahkan permasalahan transmigrasi penempatan tahun 2011," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman, Sutiasih saat dihubungi wartawan, Selasa (17/6/2025).

Sutiasih bilang, pada awal pemberangkatan terdapat 25 keluarga (KK) yang ikut dalam program transmigrasi ke Konawe Selatan. Namun, seiring berjalannya waktu dan karena konflik lahan itu, belasan KK kemudian memutuskan kembali ke Sleman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat itu kami berangkatkan ada 25 KK, tetapi ada permasalahan lahan usaha yang belum diberikan sehingga mereka pada pulang 12 KK, tersisa tinggal 13 KK," jelasnya.

Para transmigran awalnya dijanjikan lahan 2 hektare per KK. Akan tetapi praktiknya tidak demikian. Pemkab, lanjut Sutiasih, sebelumnya sudah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini. Dulu, pemerintah Konawe Selatan sudah mencoba mengganti lahan yang diserobot dengan sapi.

ADVERTISEMENT

"Kemudian pemerintah sana itu menggantikan lahan usaha 2 dengan sapi. Tapi dari Sleman tidak mau, sampai sekarang belum terselesaikan, berarti sudah 14 tahun ya," jelasnya.

Masalah bertambah dengan diserobotnya lahan usaha oleh perusahaan sawit. Total 6 KK yang lahannya diserobot.

"2 hektare per KK untuk lahan usaha. Terus ada lagi, jadi lahan satunya, jadi kan itu bertahap, lahan LU1 sudah diberikan, tapi dia digusur oleh PT lupa (namanya). Ada 6 KK yang digusur PT akan dipertanyakan juga kok semudah itu," ujarnya.

Oleh karena itu, Sutiasih bersama rombongan dari Pemkab Sleman datang untuk berusaha mencari solusi masalah tersebut.

"Bupati akan berupaya untuk menyelesaikan. Kalau ada kebijakan lain kan harus diadendum, harus diubah, ya kan, tidak sepihak gitu. Itu akan dipertanyakan di sana," pungkasnya.

Sebelumnya, sejumlah keluarga korban erupsi Gunung Merapi di Sleman mengikuti program transmigrasi pemerintah. Bukannya memperoleh kehidupan yang lebih baik, lahan yang mereka terima di lokasi transmigrasi kini diserobot sebuah perusahaan perkebunan sawit.

Nestapa ibarat sudah jatuh tertimpa tangga itu diungkap oleh anggota Komisi XII DPR RI, Totok Daryanto. Legislator asal Jogja itu mendapat keluh kesah dari para transmigran saat berkunjung ke Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada pertengahan Mei lalu.

Saat itu dia bersama Komisi XII tengah melakukan sosialisasi kebijakan biomassa di Konawe Selatan. Saat itulah keluhan dari para transmigran asal Sleman itu didapatkan.

Menurut Totok, para korban erupsi Merapi itu berangkat ke Konawe Selatan pada 2011. Seharusnya mereka masing-masing memperoleh tanah garapan seluas 2 hektare sesuai perjanjian.

Hanya saja, pada kenyataannya tanah yang mereka peroleh untuk lahan garapan tidak seluas janji.

"Keluhan terkait belum terpenuhinya hak atas lahan yang dijanjikan sejak penempatan mereka di UPT Arongo, Desa Laikandonga, Kecamatan Ranomeeto Barat, pada 28 November 2011. Warga menyatakan hingga kini mereka belum menerima lahan seluas dua hektare per keluarga sebagaimana tercantum dalam nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah," kata Totok ditemui wartawan di Sleman, Minggu (15/6).

Permasalahan yang dihadapi oleh transmigran itu belum selesai. Beberapa tahun kemudian, sebagian lahan yang mereka garap diklaim oleh sebuah perusahaan perkebunan. Menurut Totok, warga sudah mengadu ke pemerintah tapi tidak ada solusi.

"Warga sudah mengadu tapi tidak ada penyelesaian," ujarnya.




(dil/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads