Pancasila sebagai ideologi dasar negara Indonesia tentu tidak serta merta muncul, melainkan lahir berkat perumusan sejumlah tokoh bangsa. Siapa saja sosok yang berjasa sebagai tokoh perumus Pancasila dan bagaimana sejarahnya?
Pertama-tama, detikers harus tahu pengertian Pancasila itu sendiri. Disadur dari buku Pendidikan Kewarganegaraan oleh Aim Abdulkarim, Muhammad Yamin memecah kata Pancasila menjadi 'panca' dan 'syila'. Dalam bahasa Sansekerta, 'panca' berarti lima, sedangkan 'syila' bermakna alas atau dasar. 'Syila' juga dapat diartikan sebagai peraturan tingkah laku yang baik.
Istilah Pancasila sendiri sejatinya sudah dikenal sejak zaman Majapahit. Kata ini ditemukan dalam Negarakertagama tulisan Mpu Prapanca maupun Sutasoma karangan Mpu Tantular. Di kemudian hari, istilah Pancasila diajukan Sukarno untuk rancangan dasar negara Indonesianya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum mempelajari sejarah singkat perumusan Pancasila, detikers perlu tahu beberapa tokoh yang berjasa di baliknya. Yuk, baca pembahasan ringkas mengenai 3 tokoh perumus Pancasila dan sejarah singkatnya di bawah ini!
3 Tokoh Perumus Pancasila, Siapa Saja?
Menurut penjelasan dalam buku Explore Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tulisan Sri Untari dan Ginawan Rianto, ketiga tokoh perumus utama Pancasila adalah Muhammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno.
Ketiganya mengemukakan pendapat dalam merumuskan dasar negara. Dari kombinasi pandangan para tokoh tersebut, lahirlah Pancasila meskipun redaksinya pada waktu itu tidak sama persis dengan yang kita kenal sekarang.
1. Muhammad Yamin
Dirujuk dari buku Mengenal Lebih Dekat Tokoh Perancang Pancasila oleh Wahyudi Wijayanto, Muhammad Yamin lahir di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 23 Agustus 1903. Sosoknya diketahui mengenyam sejumlah jenjang pendidikan yang terkenal, seperti Hollands Inlands School (HIS) di Palembang, Algemene Middelbare School (AMS) Jogja, dan Recht Hogeschool (RHS) Jakarta.
Semasa Jepang menduduki Indonesia, Muhammad Yamin bertugas dalam organisasi nasionalis Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang didukung Jepang. Ketika BPUPKI didirikan Jepang, Muhammad Yamin menjadi salah satu tokohnya. Peran penting Muhammad Yamin dalam menyusun dasar negara Indonesia salah satunya tercatat dalam sidang pertama BPUPKI.
Pada sidang pertama BPUPKI yang digelar pada 29-31 Mei 2025, Muhammad Yamin menyampaikan idenya tentang dasar-dasar negara Indonesia. Tepatnya, pada 29 Mei 1945, Muhammad Yamin berpidato mengenai gagasannya.
Berdasar keterangan dalam buku Moh. Yamin: Peran dan Sumbangsihnya bagi Indonesia oleh Kaka Avian Nasution, Muhammad Yamin meninggal dunia pada 17 Oktober 1962. Sosoknya yang dikenal sebagai seorang pujangga meninggal karena komplikasi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Jakarta, dalam usia 59 tahun.
2. Soepomo
Dirangkum dari dokumen unggahan Repository UIN Banten, Soepomo lahir di Sukoharjo pada 22 Januari 1903. Pendidikan Soepomo diawali di Europeesche Lagere School (ELS). Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Reschtchool alias sekolah hukum di Batavia. Pada 1924, Soepomo berangkat ke Belanda untuk belajar di Universitas Leiden.
Jiwa aktivis Soepomo begitu kentara bila detikers menelisik riwayatnya. Misalnya, ia berpartisipasi aktif dalam organisasi Budi Utomo dan Partai Indonesia Raya (Parindra). Ia juga membantu menyebarkan kebudayaan bangsanya ketika menempuh studi di Negeri Kincir Angin.
Sama seperti Muhammad Yamin, Soepomo mengajukan usulan terkait dasar negara dalam sidang pertama BPUPKI. Usulannya diajukan dalam bentuk lima asas dasar pada tanggal 31 Mei 1945. Tidak hanya memberikan asas saja, Soepomo juga menjelaskan penjabaran masing-masingnya.
Berdasar catatan sejarah, pria yang pernah menjabat sebagai menteri kehakiman ini meninggal pada Jumat, 12 Desember 1958 di Jakarta. Wafatnya Soepomo menimbulkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia yang belum lama merdeka. Rakyat yang merasa kehilangan akan kepergian Soepomo berkabung dengan cara mengerek bendera setengah tiang.
3. Sukarno
Diringkas dari dokumen unggahan digital library UIN Sunan Ampel, Sukarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Nama kecilnya adalah Kusno Sosro Karno. Pendidikan Sukarno diawali di Eerste Inlandse School sebelum kemudian dipindah ke ELS. Selepas menamatkan ELS, Sukarno masuk Hoogere Burger School (HBS).
Sukses menyelesaikan HBS dalam 5 tahun, Sukarno kemudian menempuh pendidikan lanjutan ke Technise Hoogeschool te Bandoeng atau yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia meraih gelar insinyur dari jurusan teknik sipil pada 25 Mei 1926.
Menurut keterangan dari buku Pendidikan Pancasila oleh Pandji Setijo, Sukarno adalah yang terakhir berpidato terkait usulan dasar negara. Dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, Sukarno mengemukakan usulannya yang diberi nama Pancasila.
Menariknya, Sukarno memberi opsi untuk memangkas usulannya menjadi tiga atau satu sila apabila peserta sidang menganggap perlu. Apabila dipangkas menjadi 3, usulan Sukarno dinamai Trisila, sedangkan jika hanya 1, disebut Ekasila.
Tokoh bangsa yang menyandang gelar Bapak Proklamator Indonesia tersebut menghembuskan napas terakhir pada 21 Juni 1970. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman umum Blitar, tepatnya di Kelurahan Bendogerit.
Sejarah Singkat Perumusan Pancasila
Kembali diringkas dari buku Pendidikan Pancasila oleh Pandji Setijo, pada sidang pertama BPUPKI Dr Radjiman Wedyodiningrat yang memegang jabatan ketua menanyakan kepada peserta sidang mengenai dasar negara. Sebagai informasi, sidang pertama ini digelar tepat sehari setelah BPUPKI diresmikan oleh Saiko Shikikan Jepang pada 28 Mei 1945.
Menanggapi pertanyaan sang ketua, Muhammad Yamin berpidato dan mengemukakan gagasannya. Menurutnya, dasar negara yang cocok bagi Indonesia adalah:
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri Kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Di samping lima dasar yang diungkapkan secara lisan, Muhammad Yamin juga memberi usulan tertulis, yakni:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kebangsaan persatuan Indonesia
- Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada 31 Mei 1945, Soepomo juga turut mengajukan usul atas dasar negara Indonesia. Berikut ini usulannya:
- Persatuan/nasionalisme
- Kekeluargaan
- Takluk kepada tuhan
- Musyawarah
- Keadilan rakyat
Lalu, pada 1 Juni 1945 giliran Sukarno yang menyajikan gagasannya:
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau peri kemanusiaan
- Mufakat atau demokrasi
- Kesejahteraan sosial
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Bung Karno memberi opsi untuk meringkas usulannya menjadi 3 saja, yakni sosio nasionalisme, sosio demokrasi, dan ketuhanan. Bila dianggap perlu, bisa diperas lagi menjadi 1, yakni gotong royong.
Pada hari terakhir sidang BPUPKI pertama, yakni 1 Juni 1945, Dr Radjiman Wedyodiningrat membentuk Panitia Delapan. Sukarno sebagai ketua Panitia Delapan kemudian mengumpulkan 38 anggota BPUPKI untuk membicarakan tugas Panitia Delapan. Hasilnya, dibentuklah Panitia Sembilan.
Anggota Panitia Sembilan adalah Sukarno, Muhammad Hatta, Mr AA Maramis, KH Wahid Hasyim, KH Abdul Kahar Muzakir, H Agus Salim, Abikusno Tjokrosuyoso, Mr Ahmad Soebardjo, dan Muhammad Yamin. Pada malam 22 Juni 1945, Panitia Sembilan rapat dan merumuskan Jakarta Charter (Piagam Jakarta).
Di paragraf keempat Piagam Jakarta tersebut, muncullah rumusan Pancasila, yakni:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila pertama Pancasila kemudian diubah menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa" atas kesepakatan lima tokoh bangsa, yakni Muhammad Hatta, Ki Bagus Hadikusumo, KH Mohammad Hasjim, Mr Kasman Singodimedjo, dan Mr Teuku Mohamad Hasan. Pengubahan sila pertama ini terjadi sebelum sidang pleno PPKI pada 18 Agustus 1945.
Nah, itulah penjelasan singkat 3 tokoh perumus Pancasila dan sejarah ringkas perumusannya. Semoga bisa menambah wawasan detikers, ya!
(sto/rih)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan