MK Hapus Ambang Batas Capres, Pakar UMY: Harus Ada Aturan Turunan

MK Hapus Ambang Batas Capres, Pakar UMY: Harus Ada Aturan Turunan

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Jumat, 03 Jan 2025 20:42 WIB
Ilustrasi partai-partai yang minta jatah tambah menteri ke capres Jokowi
Ilustrasi ambang batas capres. Foto: Ilustrator: Edi Wahyono
Bantul -

Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menilai hal itu akan melahirkan banyak calon namun harus dibarengi aturan turunan.

Guru besar program studi Ilmu Pemerintahan UMY, Prof. Achmad Nurmandi menilai, keputusan MK itu merupakan hal yang bagus. Mengingat semua partai politik (parpol) memiliki peluang untuk mengusung calon Presiden atau Wakil Presiden.

"Itu bagus itu dibatalkan, jadi nol toh. Jadi nanti jumlah calon itu kan terbuka, tidak hanya partai yang punya kursi di atas, misal 5% digabung menjadi 20% tapi partai yang mungkin hanya 1-2% bisa mengajukan calon," kata Nurmandi kepada wartawan di Kampus UMY, Kasihan, Bantul, Jumat (3/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Guru besar program studi Ilmu Pemerintahan UMY, Prof. Achmad Nurmandi (paling kanan) saat memberikan keterangan, Jumat (3/1/2025).Guru besar program studi Ilmu Pemerintahan UMY, Prof. Achmad Nurmandi (paling kanan) saat memberikan keterangan, Jumat (3/1/2025). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja

Selain itu, pria yang juga Rektor UMY ini menilai pada Pilpres mendatang bakal bermunculan banyak calon. "Jadi calonnya akan makin banyak," ucapnya.

Terkait apakah pengajuan gugatan atau putusan MK itu sarat akan muatan politik, Nurmandi menilai tidak. Pasalnya tidak ada pergerakan dari parpol yang biasa mengusung calon saat Pilpres.

ADVERTISEMENT

"Saya kira tidak ada tekanan, artinya mereka bebas mengambil keputusan. Karena kalau ada tekanan sudah tentu partai-partai yang punya kursi tidak mau toh, karena mereka memonopoli pencalonan. Tapi saya lihat tidak ada tekanan," ujarnya.

Di sisi lain, Nurmandi menyebut jika perlu aturan turunan untuk menindaklanjuti putusan tersebut. Hal itu sebagai acuan dalam mengusung calon pada Pilpres.

"Kalau jadi nol kan semua partai yang nol bisa mengajukan, persoalannya harus dibuat aturan turunan. Misalnya sampai sebatas apa, apakah hanya partai yang masuk parlemen atau partai yang gimana kan harus diatur lagi," katanya.

Diberitakan sebelumnya, dilansir detikNews, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo terkait perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). MK mengabulkan seluruhnya permohonan tersebut.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo, Kamis (2/1) kemarin.

Gugatan ini diajukan empat mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Jogja yakni Enika Maya Octavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka tergabung dalam Komunitas Pemerhati Konstitusi. Draft kajian itu juga telah didiskusikan dengan sesama rekan di komunitas.




(rih/apu)

Hide Ads