Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keinginannya untuk mengampuni koruptor dengan syarat mengembalikan aset negara masih menimbulkan polemik. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Yuris Rezha Darmawan, menilai hukuman tindak pidana korupsi harus menimbulkan efek jera.
Menurutnya, sebagian besar pelaku korupsi bertindak berdasarkan motif ekonomi sehingga harus diberikan efek jera yang efektif dengan pemiskinan dan perampasan aset hasil korupsi.
"Alih-alih memberikan pengampunan, negara seharusnya fokus menciptakan efek jera agar pelaku tidak mengulanginya," ujar Yuris, dalam keterangan terulis yang diterima detikJogja, Sabtu (28/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuris mengusulkan beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah sebagai alternatif pengampunan koruptor. Pertama, presiden perlu mendorong aparat penegak hukum untuk mengikuti aliran dana hasil korupsi, bukan hanya fokus pada pemidanaan pelaku.
"Dengan melacak aset-aset tersebut, negara dapat lebih mudah merampas hasil kejahatan untuk dikembalikan sebagai aset negara," ujarnya.
Menurutnya, hasil korupsi sering kali tidak disimpan dalam bentuk uang tunai, tetapi diwujudkan dalam aset lain seperti investasi atau diatasnamakan orang lain.
"Lebih dari itu, setiap perkara korupsi semestinya menyandingkan pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana korupsi dengan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sayangnya, pendekatan ini belum banyak diterapkan," ungkapnya.
Yuris turut menggarisbawahi pentingnya mengoptimalkan penagihan uang pengganti yang telah diputuskan pengadilan. Banyak pelaku korupsi yang divonis membayar uang pengganti, tetapi hingga kini belum memenuhi kewajibannya.
"Berdasarkan laporan tahunan terakhir kejaksaan yang saya baca, terdapat puluhan triliun rupiah piutang negara yang belum ditagih. Presiden harus mendorong KPK dan kejaksaan untuk memastikan pelaku korupsi membayar uang pengganti tersebut," kata Yuris.
Terakhir, Yuris mengusulkan langkah terkait kebijakan untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia melalui pengesahan RUU Perampasan Aset dengan melacak aset-aset tersebut. Negara dapat lebih mudah merampas hasil kejahatan untuk dikembalikan sebagai aset negara.
Yuris juga mendesak revisi UU Tipikor agar segera direvisi dengan memasukkan pasal mengenai illicit enrichment atau kekayaan tidak sah.
"Pasal ini memungkinkan negara memeriksa pejabat publik yang memiliki kekayaan tidak sesuai dengan penghasilannya. Jika tidak bisa membuktikan asal usul kekayaan tersebut, negara dapat merampasnya," tutur Yuris.
Selain kebijakan, Yuris menyoroti pentingnya memperbaiki penegakan hukum. Ia mengkritik kondisi saat ini mengenai aparat penegak hukum, termasuk KPK yang belum optimal dalam menjalankan tugasnya.
"KPK yang dulu diharapkan menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi kini kehilangan taring. Reformasi di tubuh KPK, kepolisian, dan kejaksaan menjadi mutlak. Presiden harus memastikan integritas aparat dan sistem penegakan hukum ditingkatkan," tegasnya.
Yuris menegaskan bahwa pemberantasan korupsi memerlukan komitmen serius jika Presiden Prabowo benar-benar ingin mewujudkannya.
"Negara kita adalah negara hukum. Maka tindakan pemerintah harus dikonstruksikan dalam bentuk kebijakan publik, bukan sekadar pidato atau komitmen lisan belaka," pungkasnya.
Sebelumnya, melansir detikNews, Presiden Prabowo Subianto sempat bicara terkait korupsi di depan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir. Prabowo meminta para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan yang dicuri dari rakyat.
"Saya dalam minggu minggu ini, bulan bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat, hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo di depan para mahasiswa Indonesia, Rabu (18/12) kemarin.
Prabowo memastikan akan memberikan cara mengembalikan uang korupsi. Dia bisa memberi opsi agar pengembalian uang rakyat dilakukan secara diam-diam.
"Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam, tidak ketahuan, mengembalikan loh ya, tapi kembalikan," ucapnya.
Tak hanya itu, Prabowo juga sempat mewanti-wanti pihak-pihak yang telah menerima fasilitas dari negara untuk membayar kewajibannya. Dia meminta semua menaati hukum yang ada.
"Kemudian hai kalian yang sudah terima fasilitas dari bangsa dan negara bayarlah kewajiban mu, asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah, kita menghadap masa depan, kita tidak mungkin mundur," ujarnya.
(afn/afn)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang