Muhammadiyah: Seruan Paus Bisa Jadi Rujukan Punishment Genosida Israel di Gaza

Muhammadiyah: Seruan Paus Bisa Jadi Rujukan Punishment Genosida Israel di Gaza

Adji G Rinepta - detikJogja
Senin, 18 Nov 2024 17:10 WIB
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir di kantor PP Muhammadiyah, Kota Jogja, Senin (18/11/2024).
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir di kantor PP Muhammadiyah, Kota Jogja, Senin (18/11/2024). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir angkat bicara soal Paus Fransiskus yang untuk pertama kalinya menanggapi soal 'genosida' Israel yang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza. Haedar menyebut seruan Paus bisa menjadi rujukan untuk menghukum Israel.

"Seruan Paus itu sebenarnya merupakan akumulasi dari makin luasnya komitmen dunia, baik lewat PBB maupun antarbangsa antarnegara yang terakhir bahkan mendukung Palestina merdeka, untuk mengakhiri genosida yang terstruktur di Gaza oleh Israel," jelas Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Kota Jogja, Senin (18/11/2024).

Terkait hal itu, Haedar mengungkapkan Muhammadiyah memberikan tiga imbauan terkait tuntutan mengakhiri 'genosida' di Gaza. Pertama, dalam konteks dunia, selama akar masalahnya tidak diselesaikan maka genosida akan terjadi terus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Utamanya akar masalah yang berkaitan dengan two states solution atau solusi dua negara. Dalam hal ini Israel dan Palestina yang merdeka berdaulat dan tidak saling mengintervensi.

"Nah selama itu tidak ada pemecahan, akan selalu menimbulkan ketegangan dan konflik berkepanjangan, dan kita malu pada peradaban, sudah sejak tahun 1948, ya. Jadi sudah 75 tahun ya, kondisi Palestina seperti itu dan penjajahan masih terus berlangsung," paparnya.

ADVERTISEMENT

Haedar menilai harus ada hukuman atau punishment terhadap Israel. Menurutnya, imbauan dari Paus bisa dijadikan rujukan agar Israel dijatuhi hukuman soal genosida di Gaza.

"Kedua, harus ada punishment. Kalau tidak ada punishment, jadi imbauan Paus itu jadikan sebagai rujukan untuk ada punishment terhadap Israel agar itu tidak terulang dan negara lain juga tidak akan mendukung terus," urai Haedar.

"Jadi, nah soal bagaimana mekanismenya, kita serahkan pada mekanisme yang ada di PBB, Mahkamah Internasional, dan sebagainya. Jadi, imbauan dari seluruh tokoh dunia, itu akan berhenti jika tidak ada punishment," ujarnya.

Terakhir, Haedar mengimbau Indonesia yang memiliki sikap tegas membela Palestina. Hal ini menurutnya bukan soal primordialisme, namun komitmen Indonesia selalu menentang segala bentuk penjajahan seperti yang tertuang dalam konstitusi negara.

"Nah, Israel kan bentuk dari penjajahan yang menteri luar negeri yang lama begitu tegasnya di PBB. Nah, saya pikir Indonesia harus terus menggalang kekuatan dunia untuk terwujudnya dua hal tadi. Ada tatanan dunia baru, mencari solusi dua negara, yang kedua ada punishment terhadap Israel supaya tidak terulang lagi," pungkasnya.

Paus Fransiskus Desak Kasus Genosida Israel di Gaza Diusut

Dikutip detikNews dari AFP, Senin (18/11), Paus Fransiskus untuk pertama kalinya menanggapi klaim "genosida" Israel yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza. Dalam kutipan di buku barunya yang diterbitkan pada Minggu (17/11), Paus mendesak penyelidikan lebih lanjut mengenai apakah tindakan Israel memenuhi definisi tersebut.

Berjudul "Hope Never Disappoints. Pilgrims Towards a Better World", buku tersebut memuat intervensi terbarunya yang paling terus terang terhadap perang Gaza, yang telah berlangsung lebih dari setahun, yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel.

"Menurut beberapa ahli, apa yang terjadi di Gaza memiliki karakteristik genosida," tulis Paus dalam kutipan buku yang diterbitkan di halaman depan harian Italia, La Stampa, pada hari Minggu (17/11).

"Hal itu harus dipelajari dengan saksama untuk menentukan apakah (situasi) sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para ahli hukum dan badan-badan internasional," tambahnya.

Paus asal Argentina itu menyesalkan banyaknya korban operasi Israel di Gaza. Kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah itu menyebutkan jumlah korban sedikitnya 43.846 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.

Namun, seruannya untuk penyelidikan menandai pertama kalinya ia secara terbuka menggunakan istilah genosida -- tanpa mendukungnya -- dalam konteks operasi militer Israel di wilayah Palestina.

Kedutaan Besar Israel di Vatikan pun menanggapi pada hari Minggu dengan sebuah unggahan di media sosial X, mengutip duta besarnya Yaron Sideman.

"Terjadi pembantaian genosida pada tanggal 7 Oktober 2023 terhadap warga negara Israel, dan sejak saat itu, Israel telah menjalankan haknya untuk membela diri terhadap upaya dari tujuh pihak yang berbeda untuk membunuh warga negaranya," kata pernyataan tersebut.

Kemudian di akun X milik Paus pada hari Minggu, ia menulis: "Mari kita #BerdoaBersama untuk perdamaian: di Ukraina, di Palestina, Israel, Lebanon, Myanmar, dan Sudan. Perang merendahkan martabat manusia, membuat kita menoleransi kejahatan yang tidak dapat diterima. Semoga para pemimpin mendengarkan seruan rakyat yang mendambakan perdamaian," tulis Paus.




(ams/afn)

Hide Ads