Pemkot Jogja Segera Bikin SE Peredaran Miras, Akui Perda Lama Kedaluwarsa

Pemkot Jogja Segera Bikin SE Peredaran Miras, Akui Perda Lama Kedaluwarsa

Adji G Rinepta - detikJogja
Rabu, 30 Okt 2024 18:39 WIB
ilustrasi minuman keras, minuman beralkohol, minuman memabukan, miras. Rachman Haryanto /ilustrasi/detikfoto
Ilustrasi miras. Foto: Rachman Haryanto
Jogja -

Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja segera membuat Surat Edaran (SE) tentang peredaran minuman keras (miras) sesuai Instruksi Gubernur (Ingub) DIY. SE ini diperlukan lantaran Peraturan Daerah (Perda) Kota Jogja terkait hal tersebut dinilai sudah tak relevan dan perlu waktu untuk menerbitkan Perda baru.

Seperti diketahui, Pemda DIY memanggil penjabat (pj) bupati-wali kota untuk membahas masalah peredaran miras pada Senin (28/10) di Kompleks Kepatihan. Gubernur DIY juga sudah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 5 Tahun 2024, hari ini.

Instruksi Gubernur DIY tersebut dapat menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota untuk membuat ketentuan sesuai kondisi di masing-masing wilayah. Pj Wali Kota Jogja, Sugeng Purwanto pun mengonfirmasi Instruksi Gubernur DIY tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada dhawuh untuk kota membuat semacam surat edaran lah, kemarin Pak Sekda DIY kan sudah menyampaikan intinya pemerintah akan memaksimalkan peran masyarakat, karena tidak mungkin kita berjalan sendiri," jelas Sugeng saat ditemui wartawan di Kompleks Balai Kota Jogja, Rabu (30/10/2024).

Pembuatan SE dirasa paling cocok lantaran Perda yang ada saat ini dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang dan cenderung sudah kedaluwarsa. Sedangkan menurut Sugeng untuk merevisi Perda bakal memakan waktu lama.

ADVERTISEMENT

"Kami kira sulit untuk (direalisasikan) tahun ini, karena sudah bulan segini, sepertinya tidak mungkin. Jadi, kemungkinan tahun depan," jelasnya.

"Tapi, itu satu hal yang harus dilakukan, karena kabupaten lain sudah semua. Kota Jogja ada, tapi sudah jauh, kedaluwarsa," sambung Sugeng.

Sebagai informasi, Perda yang ada saat ini yakni Perda No. 7 Tahun 1953 tentang izin penjualan dan pemungutan pajak atas penjualan minuman keras. Kemudian Perda No. 4 Tahun 1957 tentang perubahan dari aturan sebelumnya.

Satu hal yang sudah sangat tidak relevan dengan kondisi saat ini yakni dalam Perda tersebut, jika dilihat di sektor sanksi, pelaku penjual minuman beralkohol tanpa izin hanya diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 ribu.

"Ya itu yang harus kita lakukan, karena sebenarnya inisiasi sudah empat tahun yang lalu, sudah menjadi pemikiran bersama," ungkap Sugeng.

"Cuma, sampai sekarang kok belum jadi kenyataan. Komunikasi dengan teman-teman legislatif akan kami tingkatkan untuk membahas ini," lanjutnya.

Untuk itu, Sugeng bilang, sebelum aturan baru terwujud, kehadiran SE sangat diperlukan. Dengan begitu pihaknya pun tetap mengupayakan penertiban untuk mencegah maraknya peredaran miras di masyarakat.

"Untuk melarang, memang dasar hukumnya harus jelas, karena kalau ditarik ke atas, ke pusat, ya memang ayat pasalnya ada. Maka, harus ada turunan yang bisa kita operasionalkan sendiri," pungkasnya.




(rih/ahr)

Hide Ads