Kisruh Jual Beli Apartemen Malioboro City, 1 Wanita Jadi Buron

Kisruh Jual Beli Apartemen Malioboro City, 1 Wanita Jadi Buron

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Kamis, 19 Sep 2024 19:36 WIB
Tampang IR.H, Direktur PT Inti Hosmed yang merupakan pengembang apartemen Malioboro City yang ditangkap polisi.Rilis kasus di Mapolresta Sleman, Kamis (19/9/2024).
Tampang WUP, perwakilan PT Inti Hosmed yang merupakan pengembang apartemen Malioboro City saat rilis kasus di Mapolresta Sleman, Kamis (19/9/2024). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja
Sleman -

Kisruh jual beli unit apartemen Malioboro City membuat direktur perusahaan pengembang ditahan polisi. Dalam kasus ini, satu orang masih jadi buron.

Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Riski Adrian bilang tersangka yakni pria inisial IR.H (53) yang merupakan Direktur PT Inti Hosmed. Sementara satu orang lagi DPO wanita inisial WUP (55).

"(Tersangka WUP) Kita sudah panggil dua kali tidak hadir, kita sudah melakukan upaya paksa penggerebekan di beberapa titik di Jakarta tapi tidak ada di lokasi. Dia tidak kooperatif dan kami menerbitkan DPO," kata Adrian saat rilis kasus di Mapolresta Sleman, Kamis (19/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adrian bilang, WUP ini memiliki jabatan cukup tinggi di perusahaan.

"Kami menerbitkan DPO karena satu DPO itu representasi owner (PT Inti Hosmed)," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia menjelaskan, kasus ini bermula dari tahun 2012. Saat itu, PT Inti Hosmed selaku pengelola Malioboro City menyediakan hunian apartemen dan ruko yang masih berada dalam satu kawasan. Perusahaan itu kemudian menawarkan unit ruko ke PT Sapphire Assets Internasional.

"Jadi di 2012 PT Sapphire ini telah membeli ruko 3 lantai sebanyak 4 unit, satu ruko Rp 2,2 miliar. Berarti total Rp 8,8 miliar" jelasnya.

Setelah pembelian, PT Shapphire ingin menggabungkan sertifikat keempat ruko tersebut. Namun oleh pengembang diminta tambahan biaya untuk penggabungan sertifikat dan disetujui oleh pihak korban.

Dalam perjalanannya, korban telah menyepakati tambahan dana itu dan membayarkan dalam tiga tahap. Semuanya pun telah lunas dibayar.

"Ada penambahan dari Rp 8,8 miliar menjadi Rp 9,6 miliar yang mana itu telah dibayar lunas dalam tiga tahap," katanya.

Dalam jual beli ruko itu, dibuatlah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di bawah tangan dan bermaterai pada bulan Maret 2013. Sementara kesepakatan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dilakukan saat proses pemecahan sertifikat selesai.

"Korban mendapat kabar dua tahun selanjutnya di 2015 bahwa sertifikat sudah dipecah sehingga ada upaya dari korban menanyakan tentang AJB yang dijanjikan. Di sini lah proses saling melempar, tidak kooperatif," ucapnya.

Proses penandatanganan AJB pun akhirnya tertunda dan berlarut-larut. Hingga akhirnya korban mendapat info tidak bisa balik nama sertifikat.

"Rupanya PT Inti Hosmed itu telah diblokir oleh Dirjen AHU Kemenkumham RI dari permohonan KPP Pratama Sleman, karena ada tunggakan yang belum dibayarkan sehingga tidak bisa balik nama sertifikat yang sudah dipecah," jelasnya.

Korban kemudian melakukan berbagai upaya hukum agar bisa membalik nama sertifikat. Namun, dalam perjalanannya, selalu mentah karena PT Inti Hosmed selalu membalas langkah hukum korban.

"Inilah yang membuat korban merasa dirugikan, sudah bayar, dia mau melakukan upaya balik sertifikat dipersulit dengan upaya banding, kasasi, dan sebagainya. Ini menurut ahli muncul mens rea dari terduga untuk menghambat kepemilikan dari sertifikat tersebut," katanya.

Tampang IR.H, Direktur PT Inti Hosmed yang merupakan pengembang apartemen Malioboro City yang ditangkap polisi.Rilis kasus di Mapolresta Sleman, Kamis (19/9/2024).Tampang IR.H, Direktur PT Inti Hosmed yang merupakan pengembang apartemen Malioboro City yang ditangkap polisi.Rilis kasus di Mapolresta Sleman, Kamis (19/9/2024). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja

Pengakuan Pelaku

Sementara itu, IR.H mengaku tidak megetahui keberadaan WUP. "Saya tidak tahu," kata IR.H saat diwawancarai awak media.

Dia berdalih telah melakukan upaya penandatanganan AJB pada tahun 2018 di notaris. Pihak PT Sapphire, kata dia ternyata sudah membayar biaya AJB di 2019 tapi tidak dibayarkan notaris.

"Ternyata pihak Sapphire ini sudah menyetor biaya AJB di tahun 2019 yang tidak dibayarkan oleh pihak notaris. Sehingga mengakibatkan keterlambatan dan lamanya untuk AJB," katanya.

Dia menuding selama ini yang menjadi pokok masalah adalah pihak notaris. Selama ini yang jadi pokok masalah adalah terkait AJB, sebab semua sertifikat telah dibagikan kepada semua pembeli.

"Di mana kala kita mau AJB, pihak notaris mengulur-ulur terus karena uangnya dipakai. Itu sudah diomongkan ke saya ketika saya minta turunan akte. Jadi inilah yang menyebabkan saya di sini karena kami mungkin belum melakukan AJB," ucapnya.




(apu/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads