Kepala Dusun (Dukuh) di wilayah Sorogaten 1, Kalurahan Karangsewu, Kapanewon Galur, Kulon Progo, berinisial RB, didesak mundur warganya karena skandal perselingkuhan. Pemkab Kulon Progo juga menyarankan RB mundur secara sukarela. Namun, RB tetap bertahan karena sejumlah alasan.
Dalam mediasi terbuka yang dihadiri perangkat Kalurahan Karangsewu dan disaksikan ratusan warga Sorogaten 1 di Balai Kalurahan Karangsewu, Galur, Kamis (25/7), RB menyatakan belum mau mundur dari jabatannya sebagai Dukuh Sorogaten 1.
"Saya masih pikir-pikir," kata RB yang langsung disambut riuh oleh warga Sorogaten 1 di lokasi, Kamis (25/7/2024).
Alasan RB ogah mundur dilatarbelakangi sejumlah hal. Menurut kuasa hukum RB, Anung Marganto, kliennya bertahan karena menganggap kasus perselingkuhan itu sudah selesai.
Anung mengatakan, pihak RB dan keluarga dari selingkuhan RB, yaitu wanita berinisial T, warga Sorogaten 1, telah saling memaafkan.
"Itu memang antara istri maupun suami yang berkaitan saling memaafkan. Sudah selesai masalah itu sekitar Februari. Secara hukum sudah selesai," kata Anung saat ditemui wartawan seusai mediasi, kemarin.
Anung juga menyebut kliennya sudah mendapat sanksi dari Lurah Karangsewu. Sanksi itu berupa teguran secara lisan yang menurutnya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Di situ jelas bahwa lurah sudah memberikan sanksi secara lisan dengan berita acara tertulis, itu satu prosedur yang sudah dijalankan oleh lurah," ujar Anung.
Menurut Anung, apabila sanksi tersebut dianggap belum cukup, pihaknya mempersilahkan warga untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
"Jadi kalau klien saya itu disuruh mundur, kita harus sesuai aturan, jelas bisa nanti menggunakan cara pidana atau perdata. Monggo kita persilakan kepada pihak LBH yang mendampingi warga," ucapnya.
Mengenai surat pernyataan mundur yang sebelumnya sempat dibuat RB, Anung menyebut surat itu tetap sah. Namun, Anung berujar, proses pengunduran diri harus melewati tahapan yang berlaku, salah satunya dengan adanya surat permohonan secara resmi. Adapun hingga saat ini kliennya belum membuat permohonan resmi tersebut.
"Surat pernyataan itu sah, tidak ada yang tidak sah. Akan tetapi surat itu harus ditindaklanjuti dengan surat pengunduran diri, jadi kan itu adalah sebuah janji, nah sebuah janji itu akan terealisasi jika ada surat permohonan pengunduran diri kepada pejabat terkait yaitu lurah tembusan ke Panewu maupun bupati," jelasnya.
Pemkab Kulon Progo Buka Suara
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Muda Bidang Pemberdayaan Pemerintahan Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMKPPKB) Kulon Progo, Risdiyanto, menyarankan agar RB bersedia mundur.
Menurutnya, pengunduran diri secara sukarela jadi pilihan paling relevan mengingat warga Sorogaten 1 sudah tidak mau dipimpin RB.
Sebelumnya RB juga sudah membuat surat pernyataan yang intinya akan mundur dari jabatan Dukuh Sorogaten 1. Belakangan pernyataan yang dibuat pada Desember 2023 itu tidak dilaksanakan hingga batas waktu terakhir yakni Juli 2024.
"Untuk kasus di Karangsewu ini memang dulu Pak Dukuh sudah pernah membuat surat pernyataan, di situ disebutkan bersedia mengundurkan diri enam bulan terhitung 1 Januari 2024. Nah ini sudah melewati itu dan warga menagih janji," ucap Risdiyanto, kepada wartawan, Jumat (26/7/2024).
Disinggung soal kemungkinan RB dicopot dari jabatannya, Risdiyanto belum bisa memberi kepastian. Menurutnya, perlu ada kajian dan pendalaman lebih lanjut.
Risdiyanto pun menyebut perbuatan RB yang diduga melakukan tindak asusila sebenarnya tidak termasuk dalam pelanggaran berat berdasarkan Peraturan Daerah Kulon Progo No 10 Tahun 2020 tentang Pamong Kalurahan, dan Peraturan Bupati Kulon Progo No 6 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Kulon Progo No 10 Tahun 2020.
"Jadi diatur di situ bahwa pemberhentian pamong Kalurahan ini ada tiga, pertama karena meninggal dunia, kedua diberhentikan dengan beberapa sebab seperti memasuki usia pensiun, ketiga permintaan sendiri atau mengundurkan diri," ucapnya.
Merujuk Pasal 29 Perda Kulon Progo No 10 Tahun 2020, pamong kalurahan bisa diberhentikan apabila telah mencapai usia 60 tahun; tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan karena sakit atau tidak diketahui keberadaannya; tidak lagi memenuhi syarat sebagai Pamong Kalurahan; melanggar sumpah janji jabatan.
Kemudian melanggar larangan sebagai Pamong Kalurahan dan telah diberhentikan sementara; perubahan status Kalurahan menjadi Kelurahan, penggabungan 2 (dua) Kalurahan atau lebih menjadi 1 (satu) Kalurahan baru, atau penghapusan Kalurahan.
Selanjutnya karena dinyatakan sebagai terpidana dalam kasus tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara; dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(dil/ahr)