Pakar UNY Kritik Keras Prank Maut Ketua OSIS SMAN 1 Cawas: Sekolah Teledor

Pakar UNY Kritik Keras Prank Maut Ketua OSIS SMAN 1 Cawas: Sekolah Teledor

Adji G Rinepta - detikJogja
Kamis, 11 Jul 2024 13:00 WIB
Pemakaman Ketua OSIS SMAN 1 Cawas, Klaten, yang tewas tersetrum di kolam sekolah hari ini, Selasa (9/7/2024).
Pemakaman Ketua OSIS SMAN 1 Cawas, Klaten, yang tewas tersetrum di kolam sekolah hari ini, Selasa (9/7/2024). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Jogja -

Tragedi Ketua OSIS SMAN 1 Cawas, Klaten, FN (18) meninggal kesetrum listrik di kolam sekolah usai mendapat prank ulang tahun dari teman-temannya menuai perhatian banyak pihak. Pakar kebijakan pendidikan dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Dr. Arif Rohman menyoroti tanggung jawab pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Klaten.

"Semua pihak harus refleksi, bagaimanapun yang salah penyelenggara pendidikan, ya pihak sekolah, dinas. Karena konsep sekolah ramah anak sudah lama digaungkan dan implementasikan," jelas Arif saat berbincang dengan detikJogja via telepon, Kamis (11/7/2024).

Arif menyebut tragedi tewasnya Ketua OSIS SMAN 1 Cawas ini merupakan bentuk keteledoran pihak sekolah terkait keamanan dan kenyamanan sarana sekolah. Menurutnya, sekolah harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi siswa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu menurut saya keteledoran pihak sekolah. Ada kolam kok sampai ada aliran listriknya, ini kan keteledoran ya, itu sebenarnya untuk apa. Itu tidak waspada," ungkapnya.

"Saya kira kepala sekolah harus bertanggung jawab, termasuk dinas yang mengawasi itu," sambung Arif.

ADVERTISEMENT

Budaya Prank Ultah Perlu Diubah

Di sisi lain, Arif juga menyoroti soal budaya anak muda dalam menyikapi ulang tahun. Arif mengatakan budaya prank seperti yang dialami Ketua OSIS SMAN 1 Cawas tidak ada di masa lalu. Perkembangan teknologi menurutnya memiliki andil besar maraknya perayaan ulang tahun.

Budaya merayakan ulang tahun teman di kalangan siswa yang berlebihan ini, dijelaskan Arif, memiliki dampak yang begitu besar. Utamanya bagi perkembangan psikologis siswa.

"Bagi anak-anak tertentu yang jiwanya extrovert mungkin tidak apa-apa, tapi yang introvert atau misalnya baperan itu kan punya efek negatif bagi anak," jelas Arif.

"Jadi ini persoalan culture di kalangan remaja. Remaja zaman sekarang kan remaja dengan fasilitas yang relatif lebih baik dari yang dulu. Kemudian sarana yang lebih lengkap termasuk faktor media," imbuhnya.

Sekolah Diminta Bikin Tata Tertib

Peran sekolah dinilai penting untuk merubah budaya ini, terlebih tragedi prank maut itu terjadi di lingkup sekolah. Arif mengatakan budaya baru harus diciptakan dengan membuat rambu-rambu.

"Sekolah harus memberikan rambu-rambu, batas-batas. Guru, orang tua, kepala sekolah membuat rambu-rambu dan mengedukasi," papar Arif.

"Membuat semacam tata tertib atau aturan baik tertulis maupun tidak. Membangun sebuah budaya baru yang lebih positif, akademis, dan seterusnya. Itu perlu dihabituasikan menjadi kebiasaan bagi anak," lanjutnya.

Arif pun meminta tata tertib ini wajib ditanamkan dan disosialisasikan ke murid-murid. Tak ada yang salah dengan perayaan ulang tahun, selama tidak dilakukan dengan berlebihan dan ada batasannya.

"Oke lah nggak apa-apa euforia, tapi sekadarnya. Bagaimana ke depannya, itu kan menjadi tantangan berat. Melanjutkan studi, lalu ke depan punya keluarga. Kesadaran membangun masa depan yang lebih baik jauh lebih penting," pungkasnya.




(ams/cln)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads