ORI DIY Terima Laporan Calon Siswa Mundur gegara Sumbangan Mahal di MAN

ORI DIY Terima Laporan Calon Siswa Mundur gegara Sumbangan Mahal di MAN

Adji G Rinepta - detikJogja
Jumat, 21 Jun 2024 21:03 WIB
Ilustrasi siswa atau sekolah
Ilustrasi calon siswa mundur gegara sumbangan mahal di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Jogja (Foto: Getty Images/GlobalStock)
Jogja -

Ombudsman RI (ORI) perwakilan DIY menerima laporan dari salah satu orang tua calon siswa yang akhirnya memilih mundur dari Madrasah Negeri (MAN) 1 Jogja lantaran sumbangannya dinilai terlalu besar. Kepala MAN 1 Jogja juga telah memberikan penjelasan mengenai hal itu.

Plh Kepala Ombudsman RI (ORI) perwakilan DIY, Jaka Susila, mengatakan laporan tersebut diterima pihaknya pagi tadi.

"Jadi memang tadi pagi ada laporan baru masuk, yang mengeluhkan besaran sumbangan di MAN 1 Jogja. Menurut pelapor sumbangannya terlalu besar, sekitar Rp 8 jutaan," kata Jaka saat dihubungi wartawan, Jumat (21/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mengeluhkan, kok ini Madrasah Negeri kok sumbangannya besar. (Pelapor) Merasa ndak mampu secara ekonomi kalau (nominal sumbangan) segitu," lanjut Jaka.

Jaka menjelaskan, pihaknya bakal mencari informasi dan klarifikasi dari kedua belah pihak pada Senin (24/6) mendatang. Menurutnya, hingga kini baru ada satu laporan terkait masalah ini.

ADVERTISEMENT

"Ini baru masuk tadi pagi, baru kita proses registrasi, besok Senin baru kita klarifikasi ke pihak MAN 1 Jogja. Termasuk menggali informasi dari pelapor, apakah pelapor ini benar secara ekonomi tidak mampu," paparnya.

"Kemudian apakah dia benar mengundurkan diri, tidak jadi mendaftar di MAN 1 Jogja. Begitu sih, saat ini masih dalam proses verifikasi pendaftaran laporan," imbuh Jaka.

Regulasi Madrasah

Tak seperti sekolah negeri lain yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), madrasah secara regulasi berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Jaka menjelaskan terkait besaran sumbangan sudah diatur Kemenag.

"Sebenarnya Kemenag itu juga sudah ada regulasinya, Permenag No 16 Tahun 2020 tentang Madrasah. Intinya madrasah bisa meminta sumbangan secara rutin kepada orang tua siswa, tapi harus ada kesepakatan antar-orang tua," jelas Jaka.

Namun, berbeda dengan sekolah negeri lain yang sudah memiliki regulasi penghitungan unit cost atau biaya operasional, madrasah tidak memiliki itu. Oleh karena itu besaran sumbangan tergantung masing-masing madrasah.

"Kalau di madrasah ini kan nggak ada misalnya berapa sih kebutuhan madrasah ini idealnya. Ini kayak bola liar sebenarnya, kebutuhan siswa tergantung masing-masing sekolah, pasti beda-beda," ujar Jaka.

"Sehingga ketika muncul angka Rp 8 juta berarti ada kebutuhan yang sudah disepakati bersama. Itu tergantung orang tua siswa, kalau misal orang tua siswa keberatan, tidak mau, sebenarnya ndak ada paksaan harusnya. Sifatnya sukarela, namanya sumbangan," paparnya.

Jaka menegaskan besaran sumbangan di madrasah harus disepakati bersama orang tua siswa. Jika ada 1 atau 2 orang tua calon siswa tidak sepakat, maka tinggal bagaimana kebijakan dari madrasah tersebut.

"Apakah mau subsidi silang bagi orang tua yang tidak mampu, misalnya. Tentu itu juga harus ada kesepakatan kepada para calon orang tua siswa. Jadi sebenarnya (keputusan) ada di komite madrasahnya," terang Jaka.

"Ketika mau menarik sumbangan itu juga harus mengingat kemampuan ekonomi para orang tua siswa. Mungkin bisa tidak memukul rata semua harus membayar sejumlah itu, tapi mungkin ada pengecualian untuk orang-orang yang tidak mampu," sambungnya.

Penjelasan Kepala MAN 1 Jogja di halaman selanjutnya.

Tanggapan Pihak MAN 1 Jogja

Saat dimintai konfirmasi wartawan, Kepala MAN 1 Jogja Wiranto Prasetyahadi meyakini hal tersebut hanya karena miskomunikasi. Menurutnya, pihak sekolah tidak memaksa siswa untuk menyumbang dengan nominal tertentu.

"Bisa jadi mereka belum konfirmasi, padahal nuwun sewu, sumbangan itu dia ndak bayar pun atau mungkin cuma membayar Rp 1 juta, Rp 500 ribu pun boleh. Tapi dia tidak konfirmasi ke Madrasah, dikiranya kalau ndak mbayar berarti mundur," kata Wiranto saat dihubungi detikJogja, Jumat (21/6) malam.

"Itu anak-anak yang kurang mampu di kelas 11 atau kelas berapa itu, minta keringanan saya kasih semua. Kemungkinan karena kurang komunikasi. Seolah-olah dia di situ mundur, dikiranya ndak diterima, nggak ada. Nuwun sewu, nggak ada," imbuhnya.

Terkait sumbangan ini, Wiranto mengatakan pihak MAN 1 Jogja, komite sekolah, dan wali murid telah mengadakan pertemuan sebelumnya. Dalam pertemuan itu juga dijelaskan jika nominal sumbangan diserahkan kepada wali murid.

"Sebetulnya sumbangan itu sukarela to, (Mau membayar) nol, Rp 100 (ribu), Rp 200 (ribu) ya kami terima. Karena mereka kan juga anak didik kita, mau ke sekolah favorit ya monggo kami terima," papar Wiranto.

"Kalau ada Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) pun monggo disodorkan ke bendahara komite, kemudian dari komite ACC atau dari kepala sekolah tanda tangan, saya mau kok," sambungnya.

Wiranto melanjutkan, pihaknya juga memberlakukan kebijakan subsidi silang yang telah disetujui komite. Hal itu juga sudah tertuang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) sekolah.

"RAPB di kita itu memang ada 10-15 persen memang untuk bagi mereka yang kurang mampu, slot di situ sudah ada," terangnya.

Terkait dengan adanya rincian sumbangan Rp 8 Juta, Wiranto mengatakan rincian tersebut hanya untuk pemberitahuan penggunaan dana sumbangan digunakan untuk apa saja.

"Rincian itu kembali ke siswa, bukan ke madrasah. Dan itu 1 tahun full, tidak mbayar lagi setelah itu. Jadi tiap bulan ndak ada pembayaran yang lain lagi. Jadi kegiatan-kegiatan itu memang kami rinci biar tidak ada tarikan lagi," jelasnya.

"Kalau bisa komunikasi lah dengan kami, segala sesuatunya bisa kita bicarakan," pungkas Wiranto.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video KETIK: Memasuki Dunia Fantasi 'Hyperdut' Dante 'Skipberat'"
[Gambas:Video 20detik]
(ams/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads